Laporkan Masalah

Pelaksanaan asas uti possidetis dalam penentuan titik patok batas wilayah darat Indonesia dengan Malaysia

ARIFIN, Saru, Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M

2009 | Tesis | S2 Magister Ilmu Hukum

Wilayah Indonesia pasca kemerdekaan adalah mencakup seluruh wilayah jajahan Belanda. Dalam konteks hukum internasional penentuan wilayah melalui dasar sejarah tersebut, sesuai dengan asas Uti Possidetis. Konsep makro ini dalam konteks implementasinya cukup pelik terutama dalam penentuan patok batas wilayah negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penentuan titik patok batas wilayah darat antara Indonesia dengan Malaysia sebagai wujud pelaksanaan asas uti possidetis; mengetahui implikasi hukum penetapan patok batas wilayah Negara tersebut terhadap kedaulatan negara secara umum, dan bagi warga negara khususnya di wilayah perbatasan, serta faktor-faktor yang potensial memicu terjadinya sengketa patok perbatasan, dan pewadahan penyelesaian sengketa yang timbul akibat perselisihan yang dimungkinkan terjadi nantinya. Cara pengumpulan data adalah melalui studi pustaka dan dokumen, serta melalui wawancara dengan sejumlah informant di lapangan. Hasil penelitian ini menujukkan, bahwa mekanisme penentuan titik patok batas negara dilakukan melalui serangkaian kegiatan, yaitu: (i). kedua belah pihak (Indonesia-Malaysia), sepakat menentukan alokasi wilayah perbatasan berdasarkan fakta sejarah di zaman kolonial; (ii). Kedua belah pihak selanjutnya, sepakat menentukan garis perbatasan (delimitasi)berdasarkan Konvensi Perbatasan Hindia Belanada dengan tahun 1891, 1915, dan 1918; (iii). Selanjutnya, kedua belah pihak melakukan demarkasi bersama guna menegaskan titik-titik patok perbatasan berdasarkan delimitasi. Implikasi hukum dari penetapan titik patok batas negara terhadap kedaulatan negara adalah adanya kebebasan pemerintah dalam pelaksanaan kedaulatan di wilayah perbatasan tanpa adanya kekuatiran akan timbulnya sengketa atau komplain dari negara tetangga; terhadap penduduk wilayah perbatasan, hal itu berpengaruh terhadap kebebasan melakukan mobilitas tradisional dan internasional. Adapun potensi munculnya sengketa perbatasan adalah: (i). terjadinya perbedaan penafsiran titik-titik koordinat perbatasan dalam konvensi; (ii) kabur dan bergesernya patok; (iii). lemahnya pengawasan patok; (iv). migrasi penduduk perbatasan ke Malaysia; dan (v). lemahnya administrasi pertanahan di perbatasan. Sementara pewadahan sengketa perbatasan dipiih metode diplomasi-negosiasi, dan dilengkapi dengan penggunaan GPS (Global Positioning System). Sebagai rekomendasi, perlu penguatan kelembagaan perbatasan Indonesia, dan komitmen pembangunan harus konkrit dilakukan oleh pemerintah di wilayah perbatasan.

The Indonesian territories after independent from the Dutch colony are covering all the Dutch’s territories. The new state territory, which is based on historical fact, is known with the uti possidetis principle. This concept in the practiced is quit problem, especially in the border delimitation process. This research attempt to know the border demarcation mechanism between Indonesia and Malaysia land border. Then, this research also attempt to know the border demarcation impact to the state’s sovereignty in general and its impact to the local people mobility. The last, this research also attempts to know the border dispute settlement chosen by both Indonesia and Malaysia. The data is collect through the document study and interview with some informants. The result of this research shows, that border demarcation mechanism is conduct through some ways. Firstly, both states make an agreement to determine the border allocation based on historical fact. Secondly, both states are agreed to carry out demarcation based on colonist convention 1891, 1915, and 1918. Thirdly, both states carry out the joint demarcation based on the delimitation was presented in the convention. The implication of the border demarcation to the state’s sovereignty is that state can implement its sovereignty in peace and free from other dispute. And to the border citizens who want to pass the border should ask special permit from imigration. There are five potential factors of border dispute such as the different interpretation to border coordinate, the border sign movement, less of border supervisor, the migration of border citizens, and less of border land administration. The choice of border dispute resolution methode which is taken by parties is negotiation methode.

Kata Kunci : Uti possidetis, Wilayah perbatasan, Patok perbatasan, Kedaulatan, Sengketa patok, Uti Possidetis, the Border Region, Border Sign, Souvereignity, and Border Dispute.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.