Hubungan pengetahuan dan sikap bidan dengan perilaku pemberian pil kontrasepsi darurat (Kondar) di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau
HARYADI, Prof. dr. Djaswadi D., SpOG(K), MPH, Ph.D
2009 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan MasyarakatLatar belakang : Pil kontrasepsi darurat (kondar) adalah salah satu kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan setelah terjadinya hubungan seksual tanpa perlindungan. Hasil penelitian menunjukan 100 pasangan yang berhubungan seksual tidak menggunakan alat pelindung 8 orang dinyatakan hamil dan jika menggunakan pil kondar ini hanya 2 orang yang hamil. Walaupun sudah terbukti sangat efektif dalam proses pencegahan kehamilan pasca hubungan seksual tanpa menggunaan alat pelindung, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh pil kondar ini, diantaranya tidak tersedianya dipasaran, masih sedikit yang menggunakannya serta penolakan oleh sebahgian masyarakat Indonesia jika pil kondar ini dijual bebas tanpa pengawasan seperti dinegara-negara maju yang lain. Masalah ini timbul salah satunya karena kurangnya pemahaman petugas kesehatan (bidan) itu sendiri dan kurangnya informasi tentang pil kondar kepada masyarakat. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap serta hubungan antara tingkat pendidikan, status kepegawaian serta pelatihan yang pernah diikuti dengan perilaku pemberian pil kondar oleh bidan. Metode Penelitian : cross sectional dengan subjek penelitian semua bidan yang terdaftar di IBI cabang Kota Tanjungpinang sejumlah 99 orang. Uji hipothesis menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p<0,05 dan CI 95% Hasil : Rata-rata umur responden 33,3 tahun dengan SD 8,8 tahun. Lama masa kerja 10,9 tahun dengan SD 9,1 tahun. Status kepegawaian yang terbanyak PNS (70,7%) dengan tingkat pendidikan rendah (58,6%). Perilaku bidan terhadap pemberian pil kondar adalah buruk (85%) dan bersikap negatif. Tingkat pengetahuan bidan terhadap pil kondar sangat rendah (72,7%) dan yang pernah mengikuti pelatihan/seminar 22,2% dari 99 orang. Uji statistik menunjukan ada kecenderungan pada bidan dengan tingkat pengetahuan tinggi untuk tidak memberikan pil kondar jika dibandingkan dengan bidan berpendidikan rendah dimana nilai p<0,05, RP=0,13 dan CI 95%=0,03-0,56. Variabel sikap tidak mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemberian pil kondar, hal ini menjelaskan bahwa sikap bidan yang positif lebih banyak tidak memberikan pil kondar. Secara statistik tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku bidan dalam pemberian pil kondar dengan nilai p<0,01, RP=0,09, CI 95%=0,01-0,69, artinya kemungkinan kecil pil kondar diberikan oleh bidan berpendidikan tinggi. Status kepegawaian dan pelatihan/seminar yang pernah diikuti tidak berpengaruh terhadap perilaku pemberian pil kondar. Tingkat pengetahuan dengan variabel luar tidak ada pengaruhnya. Antara variabel sikap dengan tingkat pendidikan dan pelatihan/seminar yang pernah diikuti tidak ada pengaruhnya tetapi, tetapi sikap bidan dipengaruhi oleh status kepegawaian dengan nila p<0,03, RP=0.16 dan CI 95% = 0,02-1,16. Kesimpulan : Semakin baik pengetahuan bidan terhadap pil kondar maka akan berperilaku tidak memberikan pil kondar kepada pasiennya dan sikap bidan yang positif lebih banyak tidak memberikan pil kondar kepada pasiennya.
Background: The emergency contraceptive pill (ECP) is an emergency method of birth control. It is a certain type of birth control pill that can prevent pregnancy after having unprotected sex. Results of studies have shown that of 100 couples having unprotected sex intercourse, 8 women are confirmed pregnant and, if using ECP, only two women were confirmed pregnant. Although it has been proven effective to prevent pregnancy after unprotected sex intercourse, this contraceptive method faces obstacles such as unavailability in public market, less interest of the users, and rejection from parts of Indonesian society if it is publicly marketed without any monitoring or surveillance like in developed countries. This problem emerges due to lack of midwives’ understanding and lack of information concerning this contraceptive disseminated to the community. Objective: To investigate the relationship between the level of knowledge and attitude and the relationship between the level of education, employment status, and training joined and the giving of ECP done by a midwife. Method: This was a cross-sectional study with 99 midwives registered in IBI (Indonesian Midwife Union) of Tanjungpinang Municipality as the subjects. Hypothesis test used Chi-Square with value of p<0,05 and CI 95% Results: The mean of the respondents’ age was 33.3 years with SD of 8.8 years. The mean of the length of year of service was 10.9 years with SD of 9.1 years. The highest rate of employment status was civil servant (70,7%) with the lowest educational level 58.6%. Midwives’ behavior toward the giving of ECP was bad (85%) and the attitude was negative. The level of midwives’ knowledge about ECP was very low (72.7%) and, of 99 midwives, only 22.2% had ever joined training/seminar. Statistical test showed that there was a significant relationship between the level of knowledge and the behavior of giving ECP with p<0.05, RP=0.13 and CI 95%=0.03-0.56 and between the level of education and the behavior of giving ECP with p<0.01, RP=0.09, CI 95%=0.01-0.69. Meanwhile, there was insignificant relationship between the attitude, the employment status, and training/seminar once joined and the behavior of giving ECP. The level of knowledge was insignificantly related to extraneous variables. The attitude was insignificantly related to the level of education and training/seminar once joined; however, there was a significant relationship between the attitude and the employment status with p<0.03, RP=0.16 and CI 95% = 0.02-1.16. Conclusion: Midwives’ better knowledge on ECP would lead to their better behavior in giving ECP and midwives’ attitude did not affect the behavior of giving ECP.
Kata Kunci : Tingkat pengetahuan,Sikap,PIL kondar,Perilaku pemberian pil kondar, Level of knowledge, attitude, ECP, behavior of giving ECP