Kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan :: Pengelolaan hutan adat, di Desa-desa Marga Bukit Bulan, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangan, Provinsi Jambi
RAZAK, Abdul, Prof. Dr. Ir. H. Sahid Susanto, M.Sc
2009 | Tesis | S2 Ilmu KehutananDi Kecamatan Limun salah satu wilayah hulu dari Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, tepatnya di Desa-desa Eks Marga Bukit Bulan terdapat bentuk kearifan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan yang dikenal dengan istilah hutan adat. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui nilai-nilai adat yang ada pada masyarakat sebagai perwujudan keberadaannya sebagai masyarakat adat, (2) mengetahui nilai-nilai kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, (3) mengetahui bentuk pemanfaatan hutan adat yang dilakukan oleh masyarakat (4) mengetahui keberhasilan pengelolaan hutan adat (5) mengidentifikasi peran kelembagaan baik formal maupun non formal yang berpengaruh terhadap kearifan masyarakat dalam pengelolaan hutan adat. Peneltian ini dilakukan dengan pendekatan metode deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat bentuk lembaga masyarakat adat “Bathin Jo Penguluâ€, asal usul keberadaan mereka disana, bentuk pemerintahan adat, kelembagaan adat dan aturan-aturan adat yang masih dipegang teguh. Bentuk-bentuk kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti Biang Cokiak, Sawai Ngulang Anak, Kijang Baanyuik dan lain-lain sebagai bentuk kelestarian dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pemanfaatan hutan adat berupa kayu untuk pembangunan rumah, pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga, persawahan dan pembangkit listrik (Hidromikro). Kondisi hutan di desa-desa yang memakai aturan adat dari tingkatan lahan kritis hanya 2,5 % sampai 6,5 % dari luasan hutan, sedangkan pada desa-desa yang tidak memakai aturan adat dalam pengelolaan sumberdaya hutan luasan lahan kritis mencapai 32 % sampai 50 % dari luas kawasan hutan. Analisa vegetasi hutan adat di tiga desa yang memakai aturan adat menunjukkan terdapat sedikitnya 50 species pohon dari 22 Famili, adanya potensi kelas diameter 10 – 19 cm > 108 pohon/ha, 20-49 cm > 39 pohon/ha dan 50 cm up > 16 pohon/ha sesuai standar dan kriteria yang dipersyaratkan sebagai hutan yang dapat diusahakan dengan pengaturan tebangan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18 Tahun 2004. Adanya Peran kelembagaan adat dalam menjalankan aturan adat terkait pengelolaan sumberdaya hutan dan kelembagaan dalam pengelolaan hutan adat antara lain Kelembagaan Desa, Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah.
In Limun sub district as one of headwater areas of Sarolangun District, to be more exact in ex Marga Bukit Bulan villages, there is a form of Knowledge peoples in managing and cultivating forest known as Indigenous forest. This study aimed at (1) studying community values as its embodiment as customary community, (2) studying the values of Indigenous Knowledge in the management of natural resources (3) studying the utilization of community forest done by community, (4) studying the success of Indigenous forest management, and (5) identifying the role of both influential formal and informal institutions toward Indigenous Knowledge in the management of Indigenous forest. This study was carried out with a method of descriptive qualitative and descriptive quantitative. The results showed that there were forms of indigenous peoples institutions “Bathin Jo Penguluâ€, the background of their existence there, form of customary administration, customary institutions and customary laws that were still held tightly. The forms of indigenous knowledge in the management of natural resources such as Biang Cokiak, Sawai Ngulang Anak, Kijang Baanyuik and others were as forms of preservation in the management of natural resources. The utilization of indigenous forest was in forms of woods for housings, water management for household needs, and even as ‘fuel’ for a water-based electric generator. The critical land forest condition in the villages that used local or customary rules was only 2.5% - 6.5% of the total forest coverage while in the villages that did not use local or customary rules reached 32% - 50% of the total forest coverage. The analysis of indigenous forest vegetation in three villages that used local or customary laws showed that at least there were 50 tree species from 22 families, diameter class potential of 10-19 cm > 108 trees/ha, 20-49 cm > 39 tress/ha and 50 cm up > 16 tress/ha that were in accordance with the standard and criteria required as forest that could be cultivated with the cutting or logging management based on the Decree of Minister of Forestry No. P.18 Year 2004. Roles of customary institution in implementing customary rules were related to the management of forest as natural resources. The institutions in the management of indigenous forest were village organization, local government, and Non Governmental Organization (NGO).
Kata Kunci : Kearifan masyarakat,Sumberdaya hutan,Hutan adat, indigenous knowledge, forest resources, Indigenous forest