Laporkan Masalah

Meboya masyarakat Buleleng Bali dan pengaruhnya terhadap kewaspadaan dan ketahanan nasional

WINGARTA, I Putu Sastra, Prof. dr. Makmuri Muchlas, Ph.D.,Sp.Kj

2008 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang meboya masyarakat Buleleng dan pengaruhnya terhadap kewaspadaan nasional dan ketahanan nasional serta upaya untuk merestorasi, merevitalisasi dan mereaktualisasi agar meboya negatif menjadi positif yang bermanfaat bagi konsep kewaspadaan nasional. Penelitiannya dilakukan dengan metode kualitatif yaitu menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis (studi kepustakaan) dan terungkapkan (pernyataan,wawancara dan diskusi). Meboya; adalah bahasa Bali, kata kerja, berasal dari kata dasar ‘boya’, lalu ditambah awalan ‘me’, menjadi kata kerja yang berarti melakukan aktifitas ‘boya’. Kata dasar boya mengandung arti ‘bukan’. Ada dua sisi kondisi atau situasi yang memberi pengertian terhadap penggunaan kata-kata meboya,. Sisi atau situasi pertama; situasi di mana predikat meboya akan diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan aktifitas atau sikap menolak kooptasi, membantah, tidak sependapat, resistance serta menunjukkan sikap perlawanan. Sisi atau situasi seperti ini menunjukkan bentuk sikap curiga dan atau berprasangka. Sisi kedua; situasi dimana predikat meboya juga akan diberikan kepada pihak-pihak yang sedang menebar kebohongan, agitatif dan provokatif sebagai bentuk upaya untuk menanamkan kooptasi dan pengaruh. Pada dua sisi situasi seperti ini kata-kata meboya merambah dan mewarnai kehidupan sebagian besar masyarakat Buleleng. Kedua sisi tersebut sebenarnya saling tergantung (interdependence) dan saling mempengaruhi (interaction) atau vice versa. Sesama masyarakat Buleleng dan masyarakat Bali luar Buleleng menempatkan meboya sebagai stigma dari kebiasaan atau ‘watak’ masyarakat Buleleng yang cenderung negatif. Walau demikian, meboya yang kritis, skeptis dan resistance, adalah sikap demokratis, waspada terhadap ancaman pada konteks kewaspadaan nasional untuk kepentingan membangun ketahanan nasional

This research is aiming at knowing deeper about Buleleng society meboya and the influence to national alertness and national resilience, also an effort to restore, revitalize and reactualite, so that negative meboya becoming positive that it will be beneficial to national alertness concept. The research was done using qualitative method, which emphasizing on written text compiling and analysis (library study) and revealed statements (interview comment and discussion). Meboya is a Balinese word, a verb. It comes from a word ‘boya’, which added ‘me’ prefix that makes a verb means doing an activity of boya. Boya itself means ‘is not’. There are two sides of condition or situation that give meanings to the use of meboya words. The first condition; a situation where meboya words will be given to the parties that do an activity or showing an attitude of refusing cooptation, objection, disagreement, resistance also showing rivalry attitude. This kind of side or situation is showing a form of suspicious or distrustful. The second side; situation where meboya words will also be given to the sides that spreading lie, agitation and provocative as a form to plant cooptation and influence. In this two situations, meboya words clear away and coloring the most of Buleleng society life. Actually this two situation are interdependent and interactional or vice versa. Buleleng society and Balinese community outside of Buleleng placed meboya as a stigma of habits or Buleleng society ‘nature’ that more likely negative. Even though, critical, skeptical and resistantial meboya is a democratic behavior, a form of alert from threatens in the context of national alertness, for the importance of national resilience.

Kata Kunci : Meboya,Masyarakat Buleleng,Kewaspadaan nasional,Ketahanan nasional, Meboya, Buleleng Society, National Alertness and National Resilience


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.