Poligami di mata laki-laki Madura :: Studi kasus masyarakat Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura
MAS'UDI, Dr. Anna Marie Wattie, M.A
2008 | Tesis | S2 AntropologiDalam pertumbuhan suku bangsa Madura, image poligami menjadi praktek yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakatnya. Kenyataan tersebut menjadi acuan peneliti di dalam melihat fenomena poligami yang terjadi di daerah penelitiannya. Berangkat dari keinginan untuk mengungkap pertumbuhan poligami di daerah penelitiannya, peneliti mengemukakan dua pertanyaan pokok atas penelitiannya. Pertanyaan pertama mengarah kepada pandangan masyarakat Pakandangan Barat ‘pelaku dan non-pelaku poligami’ terhadap praktek poligami yang terjadi di tengah-tengah mereka. Sementara pertanyaan kedua mengarah kepada pengungkapan alasan-alasan yang dinyatakan oleh para pelaku dan menjadi latarbelakang keberangkatan mereka berpoligami. Penelitian ini terletak di Desa Pakandangan Barat, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura. Sebagai salah satu desa yang memiliki produksi tembakau ‘relatif’ mapan dengan berdirinya gudang tembakau di dalamnya, desa tersebut dijadikan pilihan oleh peneliti. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan antara bulan Desember 2007 – Maret 2008, secara berkelanjutan. Pada sisi metodis peneliti menggunakan teknik wawancara dan observasi partisipasi untuk mengumpulkan data penelitiannya. Kedua teknik tersebut dianalisa dan dioleh secara deskriptif. Data yang didapat dikumpulkan berdasar kepada fenomena sosial poligami yang berkembang di masyarakat Pakandangan Barat. Dari hasil wawancara dan observasi partisipasi yang dilakukan oleh peneliti, penelitian ini menemukan terjadinya pandangan dan alasan para pelaku dalam menjalankan praktek poligami. Dalam pandangan pelaku, keberangkatan mereka berpoligami mengarah kepada kemapanan status ekonomi yang dimiliki. Kekayaan sebagai pondasi mereka untuk berpoligami dijadikan penegasan atas kemampuan para pelaku menikah lebih dari satu orang istri. Akan tetapi, dari kenyataan lain yang muncul dari pengakuan mereka, ketidakmampuan untuk menahan birahi menjadi penegas lain pelaku untuk berpoligami. Dari alasan dan kecenderungan ini masyarakat menegaskan terjadinya ketidakadilan gender dalam kehidupan keluarga berpoligami. Masyarakat cenderung merendahkan ngetes’agi perempuan yang rela dipinang oleh laki-laki beristri dengan menyatakan bersuami patungan alakeh mapatong. Sementara itu, di atas legalitas poligami menurut agama dan Undang-undang Republik Indonesia tentang perkawinan, para pelaku menjalankan praktek ini seiring dengan tertimpanya istri mereka oleh suatu penyakit. Alhasil, penolakan dari para kerabat, keluarga, dan masyarakat mendampingi kehidupan keluarga berpoligami. Sikap arogansi pun menjadi respon balik pelaku atas semua penolakan, baik dari kerabat, keluarga, dan masyarakat. Dalam pembenaran mereka, praktek poligami merupakan media untuk menjauhkan diri dari perbuatan buruk (maksiat). Mereka meyakini bahwa terjadinya poligami pada setiap pelaku tidak lepas dari intervensi Tuhan taqdir di dalamnya. Selanjutnya, dengan penuh kesadaran masyarakat mengakui bahwa realita berpoligami merupakan kekuasaan dari adanya takdir Tuhan.
In the development families of Madura, the imagination of polygyny as separation practice from them social community. This condition appear as basic opinion of researcher on look at plygyny practice in his field research. The researcher begins his research to revealing polygyny phenomenon by two research question. The first question direct on opinions community of Pakandangan Barat ‘agents and non-agents’ with polygyny practice beside them. While the second question direct on revealing reasons of agents that’s surface them on practically polygyny. This research be located in Pakandangan Barat Village, Bluto Sub district, Sumenep Regency, Madura. As village of ‘relative’ tobacco production by construct many factories, the researcher choose his field research in. This research go between December 2007 – March 2008, on and on. The interview and observation participation as methods on gather data. This two methods be analysis on descriptive perception. All data be collected base on social phenomenon of polygyny at Pakandangan Barat Village. The result of interview and the participation observation from this research discovered opinion and reason agents on practice polygyny. In the opinions of agent, their polygyny practice aim at establishing economy. The establishing of economy be foundation of agents on practice of married more than one wife’s. But, on the other reasons from their confession show, the unable endure of desire explain the behavior of polygyny. From these motives and sloping the community of Pakandangan Barat Village clarifies injustice gender at family polygynies. The community of Pakandangan Barat Village used to humiliate ngetes’agi the women willing be married of a men by convey joint venture of husband alakeh mapatong. Furthermore, on the legality of polygyny from constitution married of religion and constitution married of Indonesia Republic, the agents doing this practice along with occupations them wife’s by any illness. The consequences of this behavior emerge rejection from family and community at family polygynies. On them legalization, polygyny behavior be way to avoid person from decayed action (maksiat). The agents convinced occupation polygyny of them was going on God intervention taqdir. Furthermore, the community consciousness admission that polygyny behavior based on the power of God divines.
Kata Kunci : Poligami,Praktek poligami,Pelaku,Desa Pakandangan Barat,Madura,polygyny,polygyny practice,agents,Pakandangan Barat Village,Madura