Laporkan Masalah

Konflik pertanahan :: Kasus perluasan areal tambang PT. Adaro Indonesia di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong

ARBUANSYAH, Drs. Haryanto, MA

2008 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Konflik pertanahan yang terjadi di Kabupaten Tabalong, ternyata ikut meramaikan dinamika pelaksanaan pemerintahan di tingkat lokal. Konflik pertanahan yang dimaksud di sini adalah konflik pertanahan yang terjadi di Desa Bilas Kecamatan Upau. Di mana pada awal Tahun 2005, PT. Adaro Indonesia yang merupakan perusahaan pertambangan batubara, berusaha memperoleh tanah-tanah masyarakat untuk perluasan areal tambangnya. Upaya perluasan areal tambang PT. Adaro inilah telah memicu terjadinya konflik baik antar antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik pertanahan ketika PT. Adaro Indonesia melakukan perluasan areal tambangnya di Desa Bilas dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tabalong dan tokoh masyarakat dalam menangani konflik tersebut. Dimana pada areal tersebut, selain tanah-tanahnya telah dikuasai oleh masyarakat secara individu, juga terdapat tanah-tanah yang dikuasai secara kelompok oleh masyarakat adat Dayak Upau. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Melalui teknik ini digambarkan seluruh data dan fakta yang didapat. Hasil penelitian tentang faktor penyebab konflik pertanahan yang terjadi di Desa Bilas menunjukkan bahwa: Pertama, faktor kelangkaan sumber daya terjadi karena eksploitasi yang terus menerus dan adanya tuntutan peningkatan produksi batubara setiap tahunnya, sehingga cadangan batubara di tempat yang telah ditambang semakin menipis. Hal ini menyebabkan perusahaan harus melakukan perluasan areal tambangnya. Di lain pihak, lahan produksi pertanian masyarakat juga semakin menipis akibat aktifitas perusahaan. Kedua, faktor pertarungan hak legal atas tanah, tidak hanya terjadi karena perbedaan pandangan antara masyarakat adat Dayak Upau dengan pihak perusahaan, tetapi juga terjadi antar masyarakat yang tanahnya terjadi tumpang tindih. Ketiga, faktor relasi antara perusahaan dengan masyarakat menunjukkan bahwa perusahaan hanya hadir pada masyarakat Upau pada saat memerlukan tanah-tanah masyarakat, tidak pada saat jauh sebelumnya. Kehadiran perusahaan hanya untuk meredam konflik yang telah terjadi. Di samping itu, faktor-faktor lain yang juga menjadi penyebab dan ikut menambah kompleksnya konflik pertanahan di Desa Bilas adalah pemberian ganti rugi tanah yang tidak memadai, adanya calo-calo tanah dan permainan oknum perusahaan di tingkat lapangan. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tabalong dalam menyelesaikan konflik tersebut adalah (1) Membentuk Tim Pengawasan dan Pengendalian Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Swasta (Tim Wasdal), (2) Melakukan fasilitasi dan mediasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, dan (3) Melakukan peninjauan atau pengecekan lapangan. Di samping itu, upaya penyelesaian konflik juga dilaksanakan oleh tokoh masyarakat Upau agar tidak terjadi konflik kekerasan di lokasi yang menjadi objek konflik, diantaranya dengan melaksanakan aruh.

Land conflict occurring in Tabalong regency has influenced implementation of governmental administration in local level. The conflict is land conflict occurring in Desa Bilas Kecamatan Upau. In 2005, PT Adaro Indonesia, a coal mining company, tried to get community land to expand its mining area. The expansion led to conflict within community and between community and company. This research had objective to identify cause of land conflict when PT Adaro Indonesia extended its mining area in Desa Bilas and efforts by Government of Tabalong regency and prominent figure within community in dealing with the conflict. In the area, part of land is owned individually and other is owned in group by local community Dayak Upau. This research used qualitative method with descriptive analysis approach. It will describe all data and facts obtained. Result of the research indicated that, first, resource scarcity due to continuous exploitation and demand for annual increase in coal production made coal deposit in mined site increasingly less. It led to the company making extension of mining site. In other site, agricultural land also decreased due to company activity. Second, battle on legal right of land not only occurred between community and company but also amongst individual within the community whose land overlap. Third, relation between company and community indicated that company only presented in Upau community when the need people land, not previous long time. The presence of company was only to relieve existed conflict. In addition, other factors causing and adding complexity of land conflict in Desa Bilas were insufficient payment of compensation, land scalper, and negative play of field-level company employee. Efforts that have done by government of Tabalong regency in dealing with the conflict were (1) establish Team for Monitoring and Controlling Land Discharge for Private Usage (Tim Wasdal), (2) facilitate and mediate conflicted parties, and (3) make field review. In addition, conflict resolution was also done by prominent figure of Upau community to prevent violent conflict in the site, among others, by doing aruh.

Kata Kunci : Konflik Pertanahan,Pembebasan tanah,kepentingan,masyarakat adat, land conflict, land discharge, interest, local community


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.