Teks Ramayana dalam Kitab Omong Kosong :: Sebuah kajian intertekstual
PURWANINGSIH, Nanik, Prof. Dr. Imran T. Abdullah
2008 | Tesis | S2 SastraRamayana diturunkan dari kata Rama dan ayana yang berarti pengembaraan Rama. Sejak protipe Ravanavadha versi Bathikavya masuk di Indonesia pada abad ke-8, Ramayana berkembang pesat di antaranya dalam tradisi wayang Jawa. Tradisi wayang inilah yang kemudian mempengaruhi karya-karya sastra Indonesia yang bertemakan Ramayana, termasuk diantaranya Anak Bajang Mengiring Angin (ABMA) karya Sindhunata (1983) dan Kitab Omong Kosong (KOK) karya Sena Gumira Ajidarma (2006) Dua hasil resepsi terhadap tradisi wayang Ramayana ini saling berdialog satu sama lain. Akan tetapi ABMA lebih cenderung menanggapi dan menggunakan Ramayana sebagai alat untuk mengukuhkan ideologi kejawen sebagaimana dalam tradisi wayang Jawa, seperti ide tentang kosmologi manusia Jawa, ide tentang feodalisme kepemimpinan raja (asta brata). Sementara KOK lebih menggunakan Ramayana sebagai alat untuk mempertentangkan eksistensi ideologi kosong atau suwung atau nihilisme melalui model transformasi berbentuk parodi atas unsur-unsur yang ada didalamnya seperti pengembaraan (ayana), penitisan (avatara), dan kematian (moksa). Unsur-unsur ini secara langsung dipertentangkan dengan hipogramnya melalui satu poros paradoksal yang diwujudkan dalam parodi dan ciri metafiksi sebagai bentuk demitefikasi dan modifikasi atas ide-ide tersebut. Pada faktanya, KOK tidak hanya memuat kutipan episode Ramayana, tetapi juga memuat banyak teks yang kebanyakan berasal dari sastra Jawa kuna seperti diantaranya Jnanasidanta, Siwaratrikalpa, Sutasoma dari Jataka Mala, Tantri Kamandaka, dll. Masing-masing teks kutipan ini berdiri sebagai satu kesatuan yang berfungsi untuk mengukuhkan ide tentang nihilisme. Sebagai satu bentuk novel postmodern, ada dua hal yang ditemukan menjadi ciri khusus dari KOK, pertama adalah model struktur metafiksi yang berupa campur aduk antara dunia fiksi dengan dokumen sastra seperti wayang dan satra Jawa klasik. Kedua model peminjaman teks baik berupa nama tokoh atau latar tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk parodi dan dipertentangkan dengan teks awalnya dengan salah satu muatannya untuk menggambarkan ide nihilisme. Terakhir, terlepas dari bentuk dan strukturnya, ideologi nihilisme merupakan muatan yang terpenting dalam KOK. Selain itu membaca dan memahami KOK dalam wujudnya sebagai bangunan yang terdiri sulamansulaman berbagai mozaik kutipan berarti menambah wawasan mengenai sejarah kebesaran sastra Jawa klasaik sehingga kriteria sastra sebagai dulce et utile tersampaikan.
Ramayana derives from the word Rama and ayana, literally meaning the journey of Rama. Since the prototype Ravanavadha from Bhattikavya entered into Indonesian literature in early 8th century, Ramayana spread in many verses including in the wayang tradition. There are many Indonesian modern literature based on wayang Rama, including Anak Bajang Menggiring Angin (Sindhunata, 1983) and Kitab Omong Kosong (Sena Gumira Ajidarma, 2006). These two novels, both based on the tradition of wayang Ramayana, is a contradicting response to each other. ABMA tends to recognize and exploit Ramayana as a means to solidify the ideology of Javanese cosmology (kejawen), for example the origin of man and feudalistic doctrine such as in asta brata. On the other hand, KOK utilizes an episode in the Ramayana not only as part of a solid element, but more as a model to transfer the ideology of emptiness (Skt. Sunya, Jw. Suwung) through transforming the Ramayana narrative into parody using various elements, for example journey (ayana), reincarnation (avatara), dead (moksa). As a result these elements directly contradict to the main hipogram by the linear paradoxes system shown as parody and Meta fiction as a proof of demystification of these ideas. In fact, there are a number of other texts outside of Ramayana arranged into a puzzle in KOK, mostly text taken from Javanese classical literature (Jnanasidanta, Siwaratrikalpa, Sutasoma/jatakamala, tantri Kamandaka, etc). Those mosaic together converge into a united structure functioning to enhance and enforce the ideology of emptiness. Further more, KOK as a product of Indonesian post-modern literature, there are two characteristics easily found in it. First, the presence of meta-fiction styles, a mix between fiction and document outside of the text itself, for example the wayang tradition and the novel tradition. Second, the borrowing of the text, either in the form of characters, background, and plot, are then transformed into a parody that is made to contradict the original text. The parody is very subtle, trying not to directly criticizing and ridiculing ideas found in the original Ramayana. Finally, putting aside aspects of post modern form and structure, the ideology of emptiness is the most significant concept in KOK. Furthermore, reading KOK and understanding it as a mosaic of literature built into a monument enhancing our knowledge about the history of Javanese classical literature, and as a result, the criteria of literature as dulce et utile is achieved.
Kata Kunci : Ramayana,Intertex,Transformation,kitab Omong kosong