BAHASA KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH: KAJlAN LINGUISTIK DIAKRONIS DI BIDANG FONOLOGI, LEKSIKON, DAN MORFOLOGI

PURWAKA, Albertus, Dr. Inyo Yos Fernandez

2008 | Tesis | S2 Linguistik

Tujuan penelitian bahasa Katingan (BK) dalam perpektif diakronis ini adalah untuk mengkaji perkembangan BK. Hal ini didasari oleh suatu fakta bahwa bahasa selalu mengalami perubahan secara terus-menerus. Sebelum mengkaji BK secara diakronis, penelitian ini didahului oleh pemerian secara sinkronis. Secara sinkronis dapat diperikan bahwa pada tataran fonologi BK memiliki empat fonem vokal, yaitu /a, i, u, dan e/; empat diftong, yaitu /ai/, /au/, /ei/ dan /ui/; enam belas konsonan, yaitu /p, b, t, d, j, c, k, g, s, h, m, n, ñ, ŋ, l, dan r/; dan dua semi vokal, yaitu /w/ dan /y/. Leksikon BK pada umumnya bersuku dua. Pada tataran morfologi, dalam BK terdapat tiga proses morfologis, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Melalui analisis kuantitatif dengan teknik leksikostatistik, jika dibandingkan dengan BDNg diperoleh persentase kognat 82 %. Karena itu, dapat diklasifikasikan bahwa BK berstatus sebagai dialek BDNg, sedang BDNg berstatus sebagai bahasa. Hal ini disebabkan oleh BDNg memiliki wilayah penuturan yang sangat luas dan jumlah penuturnya paling banyak. Namun demikian, analisis leksikostatistik terhadap bahasa-bahasa yang saling berdekatan dapat diragukan hasilnya. Oleh karena itu, dibandingkan juga sistem tata bahasa BK dan BDNg. Setelah dibandingkan, ternyata sistem tata bahasa kedua bahasa tersebut terdapat perbedaan. Bertitik tolak bahwa setiap bahasa mempunyai sistemnya sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa BK dan BDNg merupakan bahasa yang berbeda. BK bukan merupakan dialek BDNg. Setelah dikaji melalui perspektif diakronis dengan metode deduktif dengan pendekatan dari atas ke bawah (top down reconstructions) dapat diketahui bahwa dalam BK terjadi inovasi dalam bidang fonologi, leksikal, dan morfologi. Dalam bidang fonologi terjadi inovasi fonologis dengan kaidah primer substitusi, merger, split, dan parsial merger. Inovasi fonologis dalam BK dengan kaidah sekunder (sporadis) adalah aferesis, sinkop, protesis, epentesis, paragog, metatesis, monoftongisasi, dan diftongisasi. Dalam bidang leksikal, BK juga mengalami inovasi yang disebut dengan inovasi leksikal. Dalam bidang morfologi, beberapa prefiks dalam BK yang dianalisis juga menunjukkan adanya inovasi. Prefiks *mANmengalami inovasi yang berupa split karena PMP *mAN- > ba-; maN-; dan Ø. Prefiks PMP *mAN— mengalami split morfologis. Prefiks PMP *(mb)Armengalami inovasi substitusi karena prefiks ini berubah menjadi ba- ( PMP *(mb)Ar- > ba-). Prefiks PMP *tAr- mengalami inovasi berupa substitusi, karena prefiks PMP *tAr- > ta-. Prefiks PMP *pAN- dalam BK mengalami retensi morfologis karena prefiks *pAN- > paN-.

Objective of the research on Katingan language (BK) with diachronic perspective was to study BK development. Based on a fact, language always changes continuously. Following diachronic BK study, it was lead by presenting synchronically. In synchronically, it can be presented that scope of BK phonology has four vocal phoneme, namely /a, i, u, and e/; four diphthongs, namely /ai/, /au/, /ei/ and /ui/; sixteen consonants, namely /p, b, t, d, j, c, k, g, s, h, m, n, ň, ŋ, l, and r/; lexicon of BK commonly has two syllables. In term of morphology, BK has three morphological processes, namely affixation, reduplication and compounding. Through quantitative analysis with lexicostatistic technique, if it was compared to BDNg it was obtained a cognate percentage of 82%. Therefore, it could be classified that BK has status as dialect of BDNg, while BDNg has status as language. It was due to BDNg to have very wide speech region and so many number of speakers. However, result of lexicostatistic analysis on interrelated language could be doubtful. Therefore, it was also required to be compared with BK and BDNg linguistic system. After compared, in fact both linguistic systems had difference. Based on this point, each language has their own system, then it could be concluded that BK and BDNg were different in language. BK was not dialect of BDNg. Studying this research through diachronic perspective with deductive method using top-down reconstruction, it could be known that it occurred an innovation in phonological, lexical and morphological field within BK. In phonological field it occurred phonological innovation with primary rule substitution, merger, split, and partial merger. Phonological innovation within BK using secondary rule (sporadically) was aphaeresis, syncope, prothesis, epenthesis, paragog, metathesis, monophtongized, and diphtongized. In lexical field, BK also experienced innovation called lexical innovation. In morphological field, some prefix of analyzed BK also indicated that there was presence of innovation. Prefix PMP *mAN- experienced innovation such as split because PMP *mAN- > ba-; maN-; and Ǿ. Prefix PMP *mAN- experienced a morphological split. Prefix PMP *(mb)Ar experienced substitution innovation because this prefix changed into ba- (PMP *(mb)Ar- > ba-). Prefix PMP *tAr- experienced innovation such as substitution, because prefix PMP *tAr- > ta-. Prefix PMP *pAN- within BK experienced morphological retention because prefix *pAN- > paN-.

Kata Kunci : Katingen language,Diachronic study,Middle borneo,Katingan language, diachronic study, Middle Borneo