Hubungan kegiatan ekonomi tembakau dengan praktek keberagaman warga masyarakat Kemloko, sebuah desa di Lereng Gunung Sumbing
MUSLICH, Dr. Nico L. Kana
2008 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan AgamaDesa Kemloko sebagai sebuah masyarakat (ruang sosial) terdiri dari beragam struktur (ranah) yang meliputi: sejarah (mitos, kecenderungan dan perubahan), ekonomi, pendidikan, sosial-keagamaan, dan politik. Ranah ekonomi (kegiatan ekonomi tembakau) dan ranah agama (praktek keberagamaan) adalah dua ranah yang dominan di Kemloko. Penelitian ini bermaksud mengetahui hubungan antara kegiatan ekonomi tembakau dengan praktek keberagamaan petani tembakau di Kemloko. Metode yang digunakan adalah ethnografi, dengan analisis data deskriptif dan interpretif. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ranah ekonomi tembakau dikendalikan oleh pedagang (bakul dan juragan) yang menguasai pasar tembakau dengan nggaoki (menipu) para petani (buruh, petani, dan pengrajin). Mereka menggunakan prinsip pasar tanpa moral: mencari keuntungan sebesar-besarnya, tidak mau merugi, memperkecil resiko, dan menghalalkan segala cara. Pedagang berperilaku kudung lulang macan (menggunakan kebesaran nama dan wibawa kiai sepuh dan praktek-praktek keberagamaan untuk kepentingan bisnis). Mereka memproduksi dan mereproduksi kekuasaaan dengan mendominasi pembangunan masjid, membangun hubungan dengan kiai-kiai supra desa, dan melakukan ziarah dengan lokasi berbeda. Ranah agama dikendalikan para kiai (pesantren, masjid, dan desa). Mereka bersikap weweh luweh (sikap pasrah, terserah) dengan respon beragam, yaitu (1) membiarkan praktek nggaoki terus berlangsung dan mengeluarkan supoto (sumpah serapah), (2) mencari pembenaran dengan mengembangkan mitos tembakau dan mencari pendasaran teologis, (3) melindungi atau menjaga para pedagang yang nggaoki, dan (4) menguasari ranah agama di lingkup desa. Kekalahan terhadap pedagang yang nggaoki mendorong petani untuk mengalihkan perhatian dan mencari kambing hitam. Mekanisme untuk survive dilakukan petani dengan mengalihkan â€lawan†dan perhatian kepada negara melalui Perum Perhutani yang selama ini menguasai hutan yang menurut penduduk, seharusnya adalah hak mereka. Kekalahan terhadap negara pun terjadi. Akhirnya, membangun masjid megah dan mewah, dengan anggaran yang sebenarnya di luar kemampuan dan tidak akan tahu kapan akan selesai pun menjadi pilihan tindakan. Penelitian ini melengkapi karya Huub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam (1989) yang menyimpulkan bahwa pemurnian ajaran Islam dari tradisi-tradisi sebelumnya terjadi dengan mudah di bawah pengaruh para juragan dan kiai-kiai pendakwah Islam (Jonge, 1989:284). Kesimpulan penulis adalah bahwa pedagang melalui pola nggaoki cenderung membajak kiai sepuh dengan kudung lulang macan. Dengan tetap menempatkan kiai sepuh sebagai sumber otoritas, masyarakat Kemloko memiliki mekanisme sendiri untuk mempertahankan keberagamaannya.
Kemloko village as a community (social space) consist of many structures (fields), such as: history (myth, trend and change), economy, educatio, socialreligion, and politic. Both economy (tobacco economic activity) and religious (religious practice) field is dominant factors in Kemloko. This research has aim to identify the relationship between the economic activities of tobacco and religious practice in Kemloko. It has ethnographic method through descriptive and interpretive analytic. This research shows that economic field was controlled by trader (bakul&juragan) whom dominated the tobacco market through nggaoki (cheating) the farmers (labor, farmer, and tobacco producer). Cheating traders were using market principal without moral. They were looking for the benefit without risk to reach their obsession. They did kudung lulang macan (using charisma of kiai and religious practice for their business interest). They produced and reproduced their economic powerfull by dominating mosque building, having relationship with many kiai, and doing pilgrimage to saints thombs. Religious field was controlled by kiai (pesantren, mosque, and village). They do weweh luweh (sikap pasrah, terserah) to respond the domination of cheating traders by (1) giving supoto (sumpah serapah), (2) looking for the legitimation of cheating trader by develop tobacco’s myth and theological foundation, (3) protecting&keeping the cheating traders, and (4) occupying religious field in village area. The defeating of the farmers from the cheating traders enforced them to looking for scapegoat (another concern) by against state through Perum Perhutani (Forestry company of Indonesian state). Unfortunately, they failed, and finally they were trying to build luxurious mosque by unaccounted budget and unpredicted time. This research enrich Huub de Jonge’s theory in, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam (1989) who stated that working together between kiai and traders in Madura have succeed to develop Islam there (Jonge, 1989:284). Meanwhile, in Kemloko, I found that cheating traders whom ploughing the kiai by kudung lulang macan caused the community resistance. Then, the community tried to maintain and keep their religiosity.
Kata Kunci : pedagang, petani, nggaoki, weweh luweh, kudung lulang macan, trader, farmer, kiai