Pilihan rasionalitas kawin-cerai: antara pertimbangan adat dan agama :: Study kasus tentang kawin-cerai di Desa Tanah Merah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang-NTT
OILADANG, Chrisistomus S, Prof. Dr. Susetiawan
2008 | Tesis | S2 SosiologiDi masyarakat Adat Tanah Merah, kawin-cerai adalah sesuatu yang lazim, meskipun agama Kristen yang dianut tidak memperkenankannya. Pada umumnya masyarakat Tanah Merah beragama Kristen, akan tetapi praktik kawin-cerai adalah bahagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Fakta ini menjadi sangat menarik untuk diteliti, dan penelitian ini didasarkan pada pertanyaan pokok, yaitu : Atas dasar pertimbangan nilai macam apa praktik kawin-cerai dilakukan, dan adakah pilihan rasionalitas nilai dalam kehidupan mereka berhubungan dengan perkawinan? Mengacu kepada pertanyaan pokok tersebut, maka ada tiga pertanyaan operasional yang berkenan dengan: Nilai-nilai adat Tanah Merah tentang Perkawinan; Hubungan antara nilai agama dan nilai adat tertang perkawinan; Makna kawin-cerai menurut adat setempat. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, di mana peneliti berusaha memahami pengalaman keseharian dari masyarakat berdasarkan pemahaman subyektifnya. Apa yang difahami mereka tentang praktik kawincerai menurut nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, penulis berusaha merangsang pikiran mereka untuk mengungkapkan hal-hal dasar yang ada di balik praktik kawin-cerai tersebut. Untuk membuktikan keakuratan data dan informasi, maka peneliti menggunakan metode trianggulasi menyangkut sumber data, metode, kemudian dianalisa oleh peneliti sebagai alat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Keputusan untuk melakukan praktik kawin-cerai didasarkan pada nilai adat, dan bukan pada nilai agama. Pada tataran ini, pertimbangan mereka didasarkan pada rasionalitas nilai. Walaupun dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan, tetapi bagi mereka justru kawin-cerai adalah pilihan yang rasional menurut adat mereka. Pertimbangan nilai dalam agama kristen diabaikan, karena pengertian dan prinsip harmonisasi dalam agama kristen sangat bertentangan dengan prinsip tentang keharmonisan yang dipahami oleh masyarakat Adat Tanah Merah. Pada tataran ini, menurut adat setempat, agama kristen justru memberi legitimasi tentang disharmonisasi. Disinilah adanya pertimbangan rasionalitas nilai, di mana acuan mereka justru kepada nilai adat yang mendukung perceraian. Adat Rote Thi (Tanah Merah) mendukung praktik kawin-cerai. Mereka sangat menghargai keharmonisan dalam hubungan suami-istri, sehingga ketidakharmonisan yang terjadi dalam keluarga diakui sebagai alasan perceraian. Artinya Adat Tanah Merah mendukung perceraian bagi keluarga yang tidak harmoni, dengan harapan dalam perkawinan yang baru mereka akan mendapatkan keharmonisan. Dalam perkembangan kehidupan sehari-hari dari masyarakat setempat, ternyata prinsip adat tentang disharmonisasi dalam keluarga yang diakui sebagai alasan perceraian, justru dijadikan alat legitimasi dalam mencari kenikmatan seksual melalui praktik kawin-cerai.
Among Tanah Merah customary community, married-divorced practice has been a common phenomena, although Christian teaching they follow does not allow such a practice. Generally, Tanah Merah people are Christians; however, married-divorced practice has been one that is inseparable from their life. This fact is interested to be studied, and this research is based on the main research questions, namely: Which are underlying values considered to perform married-divorced practice, and are there rationality value taken for their life in terms of marriage? Referring to the main questions, there are three operational questions concerning: Tanah Merah customary values on Marriage; the Relationship between religion values and customary values on marriage; the meaning of married-divorced practice according to local tradition. This research in exploits phenomenological method where the researcher attempts to understand daily experiences of the community based on subjective experiences; what they understand the married-divorced practice according to the values they hold. In this case, the writer attempts to stimulate their thinking in order to express underlying points behind the married-divorced practice. To prove data and information accuracy, the writer use triangulation method on data sources, method, and then, they are analyzed by the writer as research instruments. Results indicate that the decision to perform married-divorced practice is more based on the customary values rather than religion values. At this level, their considerations based on value rationality . Although various alternatives are available, for them married-divorced practice is considered as the rationality option according to their custom. The Christian value considerations are disregarded since Christian understanding and principles of harmonization are highly contradictory with the principle of harmonization that the Adat Tanah Merah people understand. At this level, according to local custom, Christian teaching even provides legitimacy on disharmony. This is the value rationality consideration is present when they even use customary values supporting divorce as the reference. Rote Thi (Tanah Merah) custom support married-divorced practice. They highly respect the harmonization in husband-wife relationship; hence, disharmony present in the family is identified as the reason of divorce. It means that Tanah Merah Custom support divorce practice for disharmonized family with hope that the new marriage will produce harmony. In daily life practice among local people, the customary principles on family disharmony acknowledged as the reason of divorce, are even exploited as legitimacy instrument for searching for sexual enjoyment through married-divorced practice.
Kata Kunci : Perkawinan,Perceraian,Pilihan rasionalitas, Marriage, divorce, rationality option