Laporkan Masalah

Pengaruh temperatur pemadatan terhadap kelelahan campuran beton aspal (AC-BC spesifikasi Bina Marga 2006) yang menggunakan aspal Pertamina dan Shell

ANTARIKSA, Gunadi, Ir. Djoko Murwono, M.Sc

2008 | Tesis | S2 Magister Sistem dan Teknik Transportasi

Secara umum untuk memperoleh suatu perkerasan yang dapat melayani lalulintas yang banyak dan berat perlu dilakukan suatu modifikasi perkerasan yakni menggunakan perkerasan semi flexible. Pada perkerasan semi flexible kekuatannya dipengaruhi oleh banyaknya grouted mortar yang masuk ke dalam campuran. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari prosentase grouted mortar didalam campuran semi flexible pavement dengan menggunakan bahan tambah (additive) Sikament LN untuk mortar semen dan additive BuRetak akibat kelelahan merupakan salah satu jenis kerusakan perkerasan jalan beraspal yang terjadi karena lendutan berulang akibat dari beban lalu lintas yang masih dibawah kekuatan material. Faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah kepadatan campuran dan jenis aspal. Kepadatan sangat tergantung pada temperatur pemadatan. Disamping itu umur pelayanan jalan bergantung pula umur kelelahan campuran, untuk itu perlu diadakan penelitian laboratorium mengenai pengaruh temperatur pemadatan terhadap kelelahan campuran beton aspal dengan menggunakan berbagai jenis bahan aspal. Penelitian dilakukan pada campuran beton aspal (AC-BC spesifikasi Bina Marga, 2006) dengan menggunakan bahan ikat AC 60/70 dari Pertamina dan Shell. Pengujian diawali dengan pemeriksaan sifat fisik bahan yang memenuhi spesifikasi, mencari kadar aspal optimumnya masing-masing, kemudian dengan kadar aspal optimum dibuat benda uji untuk pengujian kelelahan menggunakan alat uji Dartec dengan temperatur pemadatan 0,4 Pa-s dan 3,75 Pa-s. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan jenis dan gradasi agregat yang sama, kadar aspal optimumnya masing-masing, AC 60/70 yang hanya berbeda merk yaitu Pertamina dan Shell, ketahanan terhadap kelelahannya berbeda baik pada temperatur pemadatan dengan viskositas 0,4 Pa-s maupun 3,75 Pa-s. Temperatur pemadatan sangat berpengaruh terhadap ketahanan kelelahan. Campuran AC-BC yang menggunakan bahan ikat aspal Shell lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan dengan yang menggunakan aspal Pertamina. Umur kelelahan campuran yang menggunakan aspal Shell dengan pemadatan 0,4 Pa-s pada tegangan 0,3 MPa adalah 9.983 siklus, 0,45 MPa 4.387 siklus, 0,59 MPa adalah 2.531 siklus. Dengan aspal pertamina pada tegangan 0,29 MPa adalah 8.737 siklus, 0,43 MPa adalah 2.782 siklus, dan 0,58 MPa adalah 1.581 siklus. Untuk pemadatan dengan viskositas 3,75 Pa.s, pada aspal Shell dan tegangan 0,27 MPa adalah 8.043 siklus, 0,42 MPa adalah 2.213 siklus, 0,55 MPa adalah 821 siklus, sedangkan dengan aspal Pertamina pada tegangan 0,28 MPa adalah 8.006 siklus, 0,43 MPa adalah 1.871 siklus, dan 0,57 MPa adalah 292 siklus. Nilai modulus kekakuan awal untuk aspal Shell lebih besar dari campuran AC-BC dengan aspal Pertamina pada pemadatan dengan viskositas 0,4 Pa-s dan 3,75 Pa-s. Untuk nilai retak awal dan tingkat penjalaran retak juga memberikan nilai yang lebih besar pada campuran AC-BC dengan aspal Shell. Mekanisme retak campuran AC-BC secara umum tidak berbeda, retak terbesar terjadi pada momen lentur maksimum.ton Granular Asphalt (BGA) untuk aspal dengan pengujian Marshall dan Indirect Tensile Strength test (ITS). Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental murni dengan skala laboratorium campuran semi flexible pavement. Benda uji dibuat di dalam mold berukuran tinggi 7,5 cm dan diameter 10 cm, dengan 4 variasi benda uji yaitu benda uji dengan prosentase grouting 20%; 40%; 60% dan 80%. Setiap variasi prosentase grouting untuk masing-masing kadar aspal 2,5%; 3% dan 3,5% adalah sebanyak 3 buah untuk uji Marshall dan 3 buah untuk uji ITS. Untuk benda uji dengan kadar aspal 3,5% ada tambahan variasi prosentase grouting 90% dengan jumlah yang sama untuk uji Marshall dan ITS yakni 3 buah. Benda uji dirancang menggunakan Open Graded Asphalt menurut spesifikasi dari Densiphalt namun saringan # 200 ditiadakan, kemudian diinjeksi dengan campuran mortar semen dengan komposisi bahan berdasarkan penelitian Setyawan. Pengujian Marshall dan ITS dilakukan setelah benda uji berumur 14 hari. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa hasil uji Marshall benda uji semi flexible untuk masing-masing variasi pada kadar aspal 2,5%; 3% dan 3,5% menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi dari perkerasan flexible murni. Dari masing- masing variasi tersebut, yang memberikan nilai stabilitas paling signifikan adalah pada variasi 4 ( 80% ) yaitu 2282 kg, 2132 kg, 2247 kg. Hasil uji ITS untuk masing-masing variasi pada kadar aspal 2,5%; 3% dan 3,5% menghasilkan kekuatan yang cukup tinggi. Dari masing- masing variasi tersebut, yang memberikan nilai ITS paling stabil adalah pada variasi 3 yaitu 810 kPa; 834 kPa; 799 kPa. Sehingga untuk rekomendasi dipilih nilai stabilitas dan ITS optimal yakni variasi prosentase grouting 4 (80%) dengan kadar aspal 2,5% dan Sikament LN 1,4%. Kata kunci : semi flexible, grouting, stabilitas, Indirect Tensile Strength (ITS) viii ABSTRACT Generally, get pavement that can serve heavy traffic, it needs pavement modification using semi flexible pavement. The strength of the semi flexible pavement influenced by the amount of mortar grouted into the mixture. Therefore the purpose of this research is to study the influence of mortar grouted percentage in semi flexible pavement mixture using additive material sikament LN for cement mortar and additive Buton Granular Asphalt for bitumen with Marshall and Indirect Tensile Strength tests. The method of this research is using laboratory experimental semi flexible pavement mixture. The test specimens were made in mold with height of 7.5 cm and diameter of 10 cm, with 4 specimen variation such as test- specimen with 20%, 40%, 60%, and 80% grouted percentage. Bitumen percentage variation in each grouting percentage are 2.5%, 3%, and 3.5%. For each variation, 3 samples for Marshall Test and 3 samples for ITS Tests were manufactured. Moreover, for 3.5% bitumen level, there are 90% grouted mortar variation adds with same samples for Marshal Test and ITS Tests (3 samples). The specimens were design based on the densiphalt specification utilizing Open Graded Asphalt Mixture (without #200 sieve) subsequently injected with cement mortar mixture (composition base on Setyawan research). Marshal and ITS Tests have performed after the test-samples age is 14 days. This research results indicated that base on Marshall Test results of Semi flexible mixture for each variation in 2.5%, 3%, and 3.5% bitumen contents, produce higher stability values from conventional flexible pavement. The variation which give the most significant stability is the variation of 80% grouted mortar as the stability result are 2282 kg, 2132 kg, and 2247kg. The result of ITS tests for each variation (2.5%, 3%, and 3.5% bitumen percentage) produce high strength. However, the variation of 60% grouted mortar produces the most stable ITS value as the following : 810 kPa, 834 kPa, 799 kPa. As the recommendation is ITS and optimal Stability by grouting variation (80%) with 2.5% asphalt content and 1.4% Sikament LN.

Cracking, as the result of fatigue, is one of asphalt pavement damage because multiple flexure. It happens as the consequence of traffic load under the material strength. The influencing factors such as mixture compaction and asphalt types. The compactness depends on temperature compaction. On the other side, because road life time depends on mixture fatigue lifetime, it needs laboratory research about the compaction temperature influence of asphalt concrete mixture fatigue (AC-BC, BINA MARGA 2006 specification) using all asphalt types. This research is done to asphalt concrete mixture (AC-BC, BINA MARGA 2006 Specification) using AC 60/70 from Pertamina and Shell as the bond material. This research started by checking material physics characteristic which is meet the requirement, searching each optimum asphalt contents, then base on it can be made the specimen to check the fatigue using Dartec equipment with 0.4 Pa-s and 3.75 Pa-s compaction temperatures. The result of this research shows that using same aggregate types and gradation by each optimum asphalt contents, AC 60/70 (Pertamina and Shell) has different fatigue resistance that is influenced the compaction temperature. However, AC – BC mixture using Shell as the bond material has more fatigue resistance than using Pertamina. The mixture fatigue lifetime using Shell asphalt with 0.4 Pa-s compaction on 0.3 MPa stress is 9,983 cycles; with 0.45 MPa stress is 4,387 cycles; with 0.59 MPa stress is 2,531 cycles. On the other side, using Pertamina asphalt with 0.29 MPa stress is 8.737 cycles; with 0.43 MPa stress is 2,782 cycles; and with 0.58 MPa stress is 1,581 cycles. The mixture fatigue lifetime using Shell asphalt with 3.75 Pa-s on 0.27 MPa stress is 8,043 cycles; with 0.42 MPa stress is 2,213 cycles; with 0,55 MPa stress is 821 cycles. On the other side, using Pertamina asphalt with 0.28 MPa stress is 8,006 cycles; with 0.43 MPa stress is 1,871 cycles; and with 0.57 MPa stress is 292 cycles. The first stiff modulus value of Shell Asphalt is bigger than AC-BC mixture of Pertamina asphalt with viscosity compaction is 0.4 Pa.s and 3.75 Pa.s. Moreover, the first cracking value and the cracking creep value of AC-BC mixture with Shell Asphalt also have bigger value than other does. Commonly, AC-BC mixture cracking mechanism has not different value, and the biggest cracking happen on maximum flexure moment.

Kata Kunci : Umur kelelahan,Temperatur pemadatan,Viskositas,Aspal Shell,Aspal Pertamina


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.