Laporkan Masalah

Implementasi rencana induk pengembangan pariwisata daerah (RIPPDA) Provinsi Papua (Irian Jaya)

RETTOB, Igmano Fidella, Prof. Dr. Nasikun

2008 | Tesis | S2 Magister Administrasi Publik

Pariwisata merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang ruang lingkup kajiannya sangat kompleks sebab tergantung dan terkait erat dengan sektor atau bagian yang lain, bahkan salah satu dari sektor atau aspek lain tidak berfungsi dengan baik dapat berpengaruh terhadap kesinambungan pembangunan pariwisata itu sendiri. Selain peran antar sektor maupun bagian, hal lain yang tidak kalah penting pula adalah rambu-rambu atau pedoman kebijakan pembangunan pariwisata. Setiap kebijakan lebih mengutamakan pada pencapaian tujuan yang diharapkan mendapat dukungan dan partisipasi aktif publik. Padahal publik belum paham bahkan melihat kebijakan seperti apa dibuat dan diberlakukan untuk kepentingannya dan bagaimana cara mengimplementasikannya. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Papua sebagai bagian dari suatu kebijakan ketika diimplementasikan banyak kelompok masyarakat yang belum paham. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman yang berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat, koordinasi dan kerjasama belum dibangun dengan baik antar stakeholder maupun antar pelaku pariwisata, serta dukungan sumber biaya untuk pelaksanaan implementasi kebijakan yang ada sangat terbatas. Pada dasarnya, implementasi kebijakan yang dilakukan selama ini belum optimal karena masalah letak geografis, tingkat partisipasi masyarakat, sumber daya manusia, serta koordinasi dan kerjasama antar stakeholder atau pelaku pariwisata. Begitu pula telah terjadi pemekaran provinsi, kabupaten/kota, menjadi pengaruh terhadap implementasi kebijakan itu sendiri. Dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut kurang mendapat perhatian publik terutama terhadap pertumbuhan sarana dan prasarana, jumlah kunjungan wisatawan serta pengembangan potensi objek dan daya tarik wisata. Terbatasnya dukungan publik terhadap program pembangunan pariwisata adalah akibat dari lembatnya pelayan publik atau aparat pemerintah menyelenggarakan kebijakan serta pelayanan publik. Dengan demikian, maka potensi objek dan daya tarik wisata yang terdiri dari keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya yang dikembangkan dan dikelola belum bisa optimal serta dampaknya terhadap publik tidak signifikan. Hal yang juga menjadi kendala dalam implementasi kebijakan adalah karena belum ada Keputusan Gubernur untuk pelaksanaannya. Dengan demikian implementasi kebijakan seharusnya mendapat dukungan para birokrat yang memiliki kapasitas menentukan implementasi kebijakan yang telah ada dengan dukungan biaya. Tetapi dalam kondisi objektif sekarang, ternyata kebijakan pemerintah daerah seperti RIPPDA belum merupakan salah satu syarat strategis untuk menjadi pedoman pembangunan pariwisata di Papua. Dengan demikian, maka pola pengembangan pariwisata Papua bukanlah sematamata berpedoman pada kebijakan yang telah ada, melainkan dilakukan berdasarkan kebutuhan Dinas Pariwisata Provinsi Papua. Bahkan kebijakan tersebut tidak relevan lagi dengan kondisi objektif Papua saat ini.

Tourism poses one of the potential parts of study that is very complex because its relationship among other sectors, even one of them does not work well may directly influence the sustainability of tourism development itself. Apart from the role among the sectors, there is an important regulation or guidance of tourism development policy. Each puts a premium on the reaching goals with the hope it can get full support and participation from public whereas they do not understand yet or even see what a policy like was made and implemented by government in order to their need and the way to implement it. During the implementation of The Master Plan of Tourism Development of Papua Province, almost most of the public still did not understand because the poor comprehensive of them that effected to the lower participation, coordination, cooperation those did not well built among stakeholder and so did the implementation while the allocation of supporting fund’s source to do the policy implementation was to small. In fact, the implementation done did not reach the goal yet because of several problems, like geographical condition, the level of public participation, human resources, the coordination and the cooperation between stakeholder and the implementation itself. The implementation got less interest by the public basically on infrastructure and suprastructure, the amount of tourist flow, and the development of tourism attraction. The weaknesses of public services by the government’s apparatus caused the limitation of participation in tourism developing progress. Thus, the potencies of tourism attraction, such as the variety of lives and cultures developed and managed could not reach the climax yet so that the public did not get a significant result. The unpublishment of the Governor of Papua Province’s decision became an obstacle of the implementation. So to implement a policy should be supported by bureaucrats who are capable to decide the policy implementation available including the supporting funds. As a matter of fact, the provincial government’s policy like Tourism Development Master Plan of Papua Province would not become one of the strategic requirements yet to be a guidance of Papua Tourism Development. On the contrary, the policy is actually irrelevant to the real condition nowadays. That was why the patron of tourism development in Papua Province did not point to the availed policy, but was implemented base on the needs of Papua Province Tourism Service

Kata Kunci : Rencana induk pengembangan pariwisata daerah,Propinsi Papua


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.