Laporkan Masalah

Konsepsi penataan ruang tradisional di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan oleh masyarakat adat Bali

SUWINDU, I Gede, Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D

2008 | Tesis | S2 MPKD

Desa Pecatu yang terletak di perbukitan ujung Selatan Pulau Bali merupakan desa kuno yang telah ada sekitar Abad 11, dekat dengan Pura Luhur Uluwatu. Desa Pecatu terdiri dari satu Desa Adat Pecatu serta merupakan satu pemujaan terhadap Pura Kahyangan Tiga Desa Desa Adat Pecatu terdiri dari tiga banjar adat yaitu: Banjar Adat Kangin, Tengah dan Kauh. Berdasarkan kenyataan di Desa Pecatu, dinamika penataan ruang sesuai dengan perkembangan yang berlangsung di wilayah tersebut yang dipengaruhi oleh: adanya ikatan kepada leluhur yang merupakan sistem kekerabatan, peningkatan jumlah penduduk khusunya di pusat desa serta faktor luar perkembangan pariwisata. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konsepsi penataan ruang tradisional di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan oleh masyarakat Adat Bali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian induktif kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Materi penelitian meliputi penataan Ruang Tradisional yang didasarkan pada filosofi Tri Hita Karana, konsep luan-teben dan Konsep Tri Mandala. Informan yang dipilih adalah beberapaa masyarakat Adat Desa Pecatu. Penelitian dan pembahasan dilakukan dengan mengumpulkan unit informasi, kemudian mengolah, dari unit informasi untuk mengahasilkan tema-tema kemudian mengkaji dan menganalisa tema yang akhirnya menghasilkan konsep. Konsep yang dihasilkan adalah: 1) Konsep tata ruang yang didasarkan keyakinan masyarakat dan awig-awig mengandung makna perkembangan, 2) Konsistensi penerapan konsep Tri Hita Karana dan Tri Mandala di Desa Pecatu. Konsep yang dihasilkan mengandung makna: 1) Desa Pecatu Sampai sekarang ini tata ruang desa dan penerapan konsepnya masih diterapkan dengan baik, kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam pengetahuan masyarakat Bali dikenal adanya suatu konsep mempunyai arti penting berkaitan dengan pandangan dan kepercayaan Agama Hindu, 2) Konsep Tri Hita Karana mengenai Parahyangan bahwa warga desa adat Desa adat Pecatu merupakan satu kesatuan pemujaan terhadap Pura Kahyanan Tiga. Bahwa hal tersebut mangandung makna pada tingkatan keluarga dan pada tingkatan warga desa bahwa pusat tetap merupakan orientasi utama makna ruang seluruh wilayah Desa Pecatu, 3) Parahyangan yaitu Pura keluarga, Pura Kahyangan Tiga dan Pura Kahyangan lain, untuk pawongan yaitu permukiman pada pusat desa Desa Pecatu merupakan tanah desa (PKD) yang tidak bisa dijual, sewa, kontrak hanya dapat diwariskan pada ahli waris yang sah, hal tersebut zone-zone konservasi tata ruang tradisional, 4) Pengembangan daerah di luar zone-zone konservasi tata ruang tradisional pada prinsipnya bertujuan untuk penghidupan masyarakat desa, sebagaimana termuat dalam awig-awig desa Adat Pecatu “Ngrajegang sukerta desa saha pawonganniya sekala kelawan niskala.

Government energy deregulation did not benefited energy alternative development. Still, geothermal energy alternative thus far has not been an energy policy mainstay. However, government responded by issuing Presidential Decree (Keppres) No. 45 year 1991 and Government Law (UU) No. 22 year 2003 regarding geothermal, with investors given freedom to enter into geothermal business. PT Pertamina Geothermal Energy (PT PGE) as a subsidiary of PT PERTAMINA (Persero) makes efforts to prepare strategy for such a competition. PT PGE is also impacted by the regulation and change. In order to exist in the business, PT PGE must pay attention to changes in both external and internal environment. The thesis is purposed to analysis external and internal environment. From external environmental and SWOT vector analyses, it can be concluded that PT Pertamina Geothermal Energy is within position of Concentrated Growth, Vertical Integration and Concentric Diversification. Five Forces Model theory recognizes the existence of PT PGE as Bargaining Power Suppliers, that is, one that provides electricity with the largest reserve capacity at what time electricity need suffers “shortage”. From Five Generic Competitive Strategy theory, it can be concluded that PT PGE is focused or market niche strategy based on lower cost. While, key success factors needed in this industry are an ability to perform production in low cost and differentiation. Resources that can be identified as the main strengths of PT PGE are, many others, it has 20 years of experience, it is the only one within geothermal industry that has the largest capacity and reserve in Indonesia, and it is a market leader as well. The analysis results conclude that an appropriate strategy for PT PGE in the face of competition nowadays is low cost leadership. PT PGE should implement this strategy in all of its operational activities and be more focused on technology capability as its largest component of cost. Besides, it is necessary for the company to undertake corrective actions to its weaknesses in order to support strategy effectiveness in the future, for example, by effective control system and organizational coordination improvement.

Kata Kunci : Tata ruang tradisional,Zone konservasi tata ruang tradisional,Sistem kekerabatan, Strategy Analysis, SWOT analysis, Five Forces Model, Five generic Competitive strategies


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.