Strategi ditjen migas dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional
SEKARYAWAN, Fahmi Radhi, Dr., MBA
2008 | Tesis | S2 Magister ManajemenTujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi advantage dan disadvantage adanya perubahan kewajiban penyediaan BBM nasional dari Pertamina kepada Pemerintah/Ditjen Migas dan merumuskan strategi alternatif bagi Ditjen Migas dalam menentukan kebijakan penyediaan BBM nasional. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan mengevaluasi advantage dan disadvantage pengalihan pengaturan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dalam Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, mengidentifikasi Critical Success Factor Ditjen Migas dalam hal penyediaan BBM nasional, dan merumuskan strategi alternatif Ditjen Migas dalam memenuhi security of supply BBM dalam negeri. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), dan Pertamina serta data sekunder yakni teori-teori dalam textbook, majalah, website, dan sumber lainnya. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, berarti tugas penyediaan BBM yang selama ini dibebankan kepada Pertamina telah berakhir, sehingga diperlukan adanya penyesuaian dalam sistem penyediaan BBM nasional yang baru. Untuk memenuhi penyediaan BBM di dalam negeri, saat ini bersumber dari 8 (delapan) kilang minyak existing yang mampu mengolah minyak bumi dengan total kapasitas sebesar 1.055 Ribu Barrel per Stream Day (MBSD) dengan menghasilkan BBM sekitar 729 MBSD ekuivalen dengan 42,31 juta kilo liter/tahun. Dengan pemakaian BBM nasional pada tahun 2004 sebesar 62,21 juta kilo liter/tahun, berarti terdapat impor BBM sebesar 19,9 juta kilo liter/tahun (32%). Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah Ditjen Migas memiliki advantage dan disadvantage yakni: tugas dan fungsi Pemerintah sebagai pengatur, pembina dan pengawas dapat berjalan lebih baik; adanya perlakuan yang sama bagi suatu Badan Usaha yang bergerak pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi dalam penyediaan BBM; dan penerimaan negara/fiskal dapat lebih ditingkatkan dengan diberlakukannya segala bentuk pajak-pajak bagi suatu Badan Usaha yang bergerak dalam penyediaan BBM. Terdapat 5 (lima) faktor kritis keberhasilan Ditjen Migas pada kegiatan penyediaan BBM di Indonesia, yakni: merupakan organisasi Pemerintah; sebagai regulator tunggal; memiliki kewenangan yang kuat; merupakan organisasi yang melakukan pembinaan; merupakan organisasi yang melakukan pengawasan. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan BBM di masa mendatang yang semakin tinggi yang diperkirakan pada tahun 2025 mencapai sekitar 84,2 juta kilo liter dan dalam rangka mengurangi ketergantungan akan impor BBM, diperlukan penambahan Kilang Minyak baru di Pulau Jawa sebanyak 2 buah kilang yakni: Kilang Tuban (250 MBCD) pada tahun 2011 dan Kilang Situbondo (250 MBCD) pada tahun 2012; di pulau Sumatera 1 buah kilang yakni Kilang Jambi (200 MBCD) pada tahun 2020.
The general purposes of research are advantage and disadvantage evaluation for changing mandatory of domestic fuel supply from Pertamina to Directorate General of Oil and Gas, and propose alternative strategy for define policy supply of domestic fuel. Method of data analysis are advantage and disadvantage evaluating policy changing of oil and gas business activity in Law 44/1960 regarding of Oil and Gas Mining and Law 8/1971 regarding of Oil and Gas State Company (“Pertaminaâ€) compare with Law 22/2001 regarding of Oil and Gas, to identify the Critical Success Factor of Directorate General of Oil and Gas regarding domestic fuel supply, and propose alternative strategy for Directorate General of Oil and Gas to fulfill the domestic security of supply. Using data for this research are primary data from the Department Energy and Mineral Resources, Directorate General of Oil and Gas, Pertamina, and secondary data i.e. theory from textbook, magazine, website, and others. With Law 22/2001 regarding of Oil and Gas means Pertamina fuel supply task is over, relation with that matter, be needed the new fuel supply for domestic. To fulfill domestic fuel supply, now fuel resources are from 8 (eight) existing Oil Refinery with total capacity is 1,055 thousand barrel per stream day (MBSD) wherein fuel resulted about 729 MBSD equivalent to 42.31 million kilo liter per annum. With using domestic fuel in year 2004 is 62.21 million kilo liter per annum, it means fuel import is 19.9 million kilo liter per annum (32%). The conclusion of this research are Directorat General of Oil and Gas has advantage and disadvantage that is function and task of Government as regulator is going to be very good; there is any equal treatment for company in oil and gas sector in fuel supply; fiscal is going to be up with all tax type for the company in fuel supply activity. There are 5 critical succes factors of Directorate General of Oil and Gas in fuel supply acticity in Indonesia, i.e. government organization; just one regulator; full power organization; organization to do contructing; and organization to do monitoring. According to anticipate fuel demand in the future is too high wherein in year 2025 approximately achieve 84.2 million kilo liter and to minimize fuel import suspend, need added the new oil refinery at Java are 2 i.e. Tuban Refinery (250 MBCD) in year 2011 dan Situbondo Refinery (250 MBCD) in year 2012; at Sumatera is 1 i.e. Jambi Refinery (200 MBCD) in year 2020.
Kata Kunci : Organisasi pemerintah,Pengaturan penyediaan,Kilang minyak baru,Supply direction, Government organization, New oil refinery