Dampak pelatihan basic health workers (BHWs) terhadap praktek penyuntikan yang aman program imunisasi

HAKIMI, Prof. dr. Srisuparyati Soenarto, Ph.D, Sp.A(K)

2008 | Tesis | S2 PPDS I - Ilmu Kedokteran Klinik

Imunisasi yang menjadi program pemerintah selalu ditingkatkan mutu pelayannya dengan penerapan Safety Injection. Untuk itu dilakukan peningkatan mutu dengan memberikan training of trainers (TOT) kepada petugas di tingkat kabupaten/kota, vaksinator puskesmas yaitu pengelola cold chain dan bidan koordinator puskesmas. Petugas puskesmas yang mengikuti training of trainers (TOT) melakukan on the job traning (OJT) kepada semua vaksinator di Puskesmas yaitu Basic Health Workes (BHWs) terhadap praktek penyuntikan yang aman program imunisasi. Diketahui tenaga pelaksana pelayanan imunisasi (vaksinator) menurut profesi subjek adalah dokter (2,8%), bidan (55,6%), perawat (33,3%), dan tenaga pelaksana yang dilatih (8,3%).Dari 36 puskesmas yang telah dipilih diperoleh data bahwa yang mengikuti pelatihan terbanyak adalah bidan puskesmas (22,2%) sedangkan dari kelompok yang belum mengikuti pelatihan adalah pengelola program imunisasi Puskesmas (33,3%). Hubungan antara pemberian pelatihan dan tingkat pengetahuan secara statistik menunjukkan hubungan yang tidak bermakna p=0,551 (p<0.05). Petugas dengan OJT yang kategori cukup adalah 77,8%, kategori bagus 22,2 %, petugas yang telah mendapatkan TOT kategori cukup adalah sebesar 83,3% dan kategori bagus sebesar 16,7%. Pada pengetahuan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi(KIPI) secara statistik juga tidak ada perbedaan yang bermakna p= 0,138 (P<0,05) pada kelompok dengan OJT diperoleh kategori bagus 22,2%, kategori cukup 72,2% dan kategori kurang sebesar 5,6%) sedangkan kelompok yang telah mengikuti TOT kategori bagus sebesar 11,1%, dan cukup 88,9%. Pada hubungan antara pemberian pelatihan dengan tingkat ketrampilan petugas menunjukkan hubungan yang tidak bermakna p=0,301 (p<0,05) terhadap petugas dengan OJT diperoleh kategori bagus 11,1%, kategori cukup 88,3% dan kategori kurang 5,6%. sedangkan kelompok petugas yang telah diberi TOT yang kategori bagus sebesar 16,7%, cukup 83,3% dan kategori kurang sebesar 5,6%. Pada hubungan antara pelatihan imunisasi dengan praktek penyuntikan secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara petugas dengan TOT maupun OJT p= 0,683 (p<0,05). Pada kelompok petugas dengan OJT diperoleh kategori bagus sebesar 33,3%, cukup 55,6% dan kurang sebesar 11,1%, sedangkan kelompok petugas yang telah mengikuti TOT kategori bagus sebesar 33,3%, cukup sebesar 61,1% dan kategori kurang sebesar 5,6%. Dari observasi yang dilakukan terhadap praktek penyuntikan, menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan menggunakan 16 (mean) p=0,206 (P<0,05) diperoleh angka unsafety injection sebesar 22,2% dan safety injection sebesar 77,8% pada kelompok petugas dengan OJT, sedangkan pada kelompok petugas yang mengikuti TOT diperoleh angka unsafety injection sebesar 11,1% dan safety injection sebesar 88,9%. Secara umum hasil analisa statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara petugas yang telah mengikuti training of trainers (TOT) Immunization in Practice Basic Health Workers dalam melakukan praktek penyuntikan yang aman dibandingkan petugas imunisasi/vaksinator yang mendapat on the job traning. Dapat disimpulkan bahwa terjadi efisiensi dengan dilakukannya pelatihan BHWs karena petugas yang telah mengikuti TOT (koordinator kelompok) dalam bekerja dapat memberi hasil pelatihan dan keterampilan kepada petugas lain.

Immunization – which is government’s program – has been always improved in terms of service application of safety injection. For this purpose, the government provides the training of trainers (TOT) for the officers in district/township, level Puskesmas vaccinators – who maintains the cold chain, and nurse-midwifes who are Puskesmas coordinators. Puskesmas officer who had received the TOT- carry-out the On the Job Training (OJT), which specifically is the Basic Health Works (BHWs), aimed for a safe vaccination pratice, to all vaccinators in the Puskesmas. According to their professional backgrounds, 2.8% of the vaccinator are doctors, 55.6% are nurse-midwifes, 33.3% are nurses, and 8.3% are trained officers. From 36 choosen Puskesmas, results shows that they who received the training are mostly nurse-midwifes (22.2%), and most of immunization officers have not received the training yet. There are no significant corelation between providing trainning and knowledge level, p = 0.551 (significant if p<0.05). Officers who are categorized as fair in OJT are 77.8%, while officers who are categorized as good in OJT are 22.2%. Officers who are categorized as fair in TOT are 83.3%, while they who are categorized as good in TOT are 16.7%. There are no significant differences in terms of understanding of Immunization Adverse Effects (IAE), p = 0.138 (significant if p<0.05), where 22.2% are categorized as good in OJT, 72.2% as fair in OJT, and 5.6% are unsatisfactory, while in groups who received TOT with good category are 11.1%, and 88.9% are categorized as fair. There are no significant correlation between providing training and officer’s skill, p = 0.301 (significant if p<0.05). Officers who received OJT, 11.1% are categorized as good, 88.3 are categorized as fair, and categorized as unsatisfactory are 5.6%. Officers who received TOT and categorized as good are 16.7%, categorized as fair are 83.3%, and 5.6% are categorized as unsatisfactory. There are no significant differences between officers who received TOT and OJT in immunization practice p = 0.683 (significant if p<0.05). In the group of OJT-trained officer, 33.3% are categorized as good, 55.6% are fair, and 11.1% are unsatisfactory, while in the group of TOT-trained officer, 33.3% are categorized as good, 61.1% are categorized as fair, and 5.6% are unsatisfactory. By using mean =16, as a cut off points, there are no significant differences between officers who received TOT and OJT in immunization practice, p=0.206 (significant if p<0.05), resulting 22.2% unsafety injection and 77.8% safety injection for the officers who received OJT, while for officers who received TOT the percentage of unsafety injection is 11.1%, and 88.9% for safety injection. Overall, there are no significant differences between officers who received TOT and OJT in safety injection practice. Thus, it is concluded that efficiency is gained by applying Basic Health Works (BHWs) Immunization in Practice. This efficiency was made possible because TOT trained officers (who are the group coordinators) could share their knowledge and what they have learned to the other officers, hence they possess relatively similar abilities.

Kata Kunci : Safety injection, Training of trainer, Practice basic health workers, Imunisasi