Laporkan Masalah

Perbandingan tingkat keparahan maloklusi antara suku Makassar pedalaman dan migran dengan occlusion feature index

ARIF, Fauziah Djafar, drg. Hj. Kuswahyuningsih S., Sp.Ort(K)

2008 | Tesis | S2 PPDGS I - Ilmu Ortodonsia

Maloklusi adalah salah satu masalah penting dalam kedokteran gigi. Meningkatnya taraf hidup dan sosial ekonomi seseorang akan merubah pola makan dan jenis makanan ke arah pola makan dan jenis makanan yang kurang memerlukan aktivitas pengunyahan yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat keparahan maloklusi dan keperluan perawatan ortodontik suku Makassar Pedalaman tanpa pengaruh konsistensi dan jenis makanan moderen dengan suku Makassar keturunan Migran yang sudah mendapat pengaruh konsistensi dan jenis makanan moderen dengan menggunakan occlusion feature index (OFI). Penelitian dilakukan secara observasional terhadap 160 subyek penelitian yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu suku Makassar Pedalaman dan suku Makassar keturunan Migran dengan kriteria inklusi kelompok populasi suku Makassar di Sulawesi Selatan dua generasi, umur antara l6-18 tahun, periode gigi tetap (sampai erupsi gigi molar ke-2) dan belum pernah mendapat perawatan ortodontik. Pembuatan model gigi dengan pencetakan rahang atas dan bawah, kemudian dilakukan pengukuran indeks maloklusi dengan OFI. Untuk mengetahui perbedaan keparahan maloklusi dilakukan analisis uji t dan untuk mengetahui perbedaan keperluan perawatan ortodontik dilakukan uji statistik Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata dan simpang baku tingkat keparahan maloklusi pada suku Makassar keturunan Migran adalah tingkat ringan sekali 0,87 ± 0,75, ringan 2,67 ± 0,50, sedang 4,51 ± 0,51, dan parah/berat 6,33 ± 0,49 sedangkan pada suku Makassar Pedalaman diperoleh tingkat keparahan ringan sekali 0,80 ± 0,42, ringan 2,32 ± 0,47, sedang 4,22 ± 0,42 dan parah/berat 6,50 ± 0,71. Berdasarkan keperluan perawatan ortodontik maka pada kelompok Migran 37 (23,1%) memerlukan perawatan, 15(9,4%) sangat memerlukan, sedangkan pada kelompok Pedalaman 27(16,9%) memerlukan dan 2(1,3%) sangat memerlukan perawatan ortodontik. Analisis statistik menunjukkan perbedaan secara bermakna tingkat keparahan maloklusi dan keperluan perawatan ortodontik diantara kedua kelompok populasi (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa tingkat keparahan dan keperluan perawatan ortodontik Suku Makassar keturunan Migran lebih tinggi dibandingkan dengan Suku Makassar Pedalaman

Malocclusion is one of the important problem in dentistry. The increasing of social economic status will affect the habit and dietary consistency leading to reduction of chewing resistancy and related to development of malocclusion. The aim of this study was to know the comparison of malocclusion severity and demand to orthodontic treatment between Makassar ethnic who lives in rural without the influence of certain kind and consistency of modern dietary and Makassar ethnic in urban under modern lifestyle influence. Malocclusion severity was measured using occlusion feature index (OFI). Observational research was performed on 160 subjects. The subjects were divided into two groups with inclusion criteria were Makassar ethnic at least 2 generations, age between 16 – 18 years, permanent dentition and without the history of orthodontic treatment in rural and urban. Model preparation was done by standard method and measuring degree of malocclusion using OFI. Statistical analysis used to know the comparison of malocclusion severity and demand to orthodontic treatment were t-test and chi-square, respectively. The mean and standard deviation results of this research showed malocclusion severity on Makassar migrant (urban) was very mild 0.87 ± 0.75, mild 2.67 ± 0.50, moderate 4,51 ± 0.51 and severe 6.33 ± 0.49, while on Makassar ethnic in rural very mild 0.80 ± 0.42, mild 2.32 ± 0.47, moderate 4.22 ± 0.42, and severe 6.50 ± 0.71. Based on demand to orthodontic treatment in urban 37(23.1%) was demand to treatment and 15(9.4%) highly demand to treatment, while in rural demand to treatment and highly demand to treatment were 27(16.9%) and 2(1.3%), respectively. On t-test and chi-square statistical analysis showed the degree of malocclusion severity and demand to orthodontic treatment between these two groups were significantly different (P<0.05). In conclusion, the severity of malocclusion and demand to orthodontic treatment on migrant Makassar ethnic were higher compare to the same ethnic who live in rural area

Kata Kunci : Malokusi, Occlusion feature index, Studi populasi, population study.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.