Tari Remo Tembel gaya Sri Utami dalam seni pertunjukan Tayub Malang
PALUPI, Warananingtyas, Prof. Dr. R.M.Soedarsono
2008 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaSeperti halnya seni pertunjukan tayub di daerah lain di pulau Jawa, seni pertunjukan tayub Malang juga mengalami perkembangan, baik dari segi fungsi, bentuk penyajian, maupun maknanya bagi masyarakat pendukungnya. Pertunjukan tayub Malang yang pada awalnya merupakan rangkaian dari upacara ritual kesuburan, saat ini berubah menjadi pertunjukan hiburan, untuk kesenangan pribadi (klangenan) semata. Tari beskalan putri yang pada awalnya menjadi tarian pembuka dalam setiap pagelaran tayub Malang kemudian digantikan oleh tari rèmo yang sedang digandrungi oleh masyarakat Jawa Timur. Semua itu tidak lepas dari upaya kreatif seorang seniman tayub bernama Sri Utami yang memasukkan unsur gerak pencakan (bela diri), tari Banyuwangenan, gaya tari putra gagah Jawa Tengahan, dan jaipongan, serta senam poco-poco ke dalam koreografi Rèmo Surabayan. Unsur-unsur kekinian secara spontan masuk dalam koreogarafi tari rémo yang kemudian dikenal dengan sebutan rèmo tèmbèl. Pada batas-batas tertentu rèmo tèmbèl masih berpijak pada gaya tari Rèmo Surabayan, namun pada bagian lain tari ini berkembang mengikuti kreatifitas senimannya. Rèmo tèmbèl gaya Sri Utami sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan yang berkembang pada tayub Malangan saat ini menjadi salah satu elemen pembaharu tayub Malangan. Keunikan tari rakyat ini dapat dilihat dari koreografinya yang tidak mandheg, tapi senantiasa berkembang mengikuti budaya populer yang berkembang di masyarakat. Beberapa tahun terakhir pendekatan etnokoreologi mulai diperkenalkan dan diterapkan dalam berbagai penelitian atau penulisan di bidang pengkajian seni pertunjukan khususnya seni tari. Sebagai sebuah disiplin baru, pendekatan etnokoreologi sangat memerlukan bantuan dari bidang-bidang lain yang lebih mapan. Oleh karena itu, akan dipergunakan pendekatan multidisiplin, seperti: pendekatan sejarah seni, estetika, dan sosiologi seni.
A performance of Malang-style tayub is similar to tayub in other regions except that it is also experiencing innovations in function, presentation style, costume and in its meaning to the people of Malang. Tayub has moved away from its function as a fertility rite for ritual purification ceremonies into the realm of secular entertainment (klangenan). The beskalan putri that used to be performed before the tayub performance was replaced by rémo which is taking a fancy by east Java Society. Sri Utami and her peers have stylized and reinvented the East Javanese rèmo dance (Surabaya style) by adding elements of martial arts, jaipongan, Banyuwangen, dangdut and so on to create a new style of performance art known as rémo tèmbèl . The rèmo tèmbèl dance is both traditional and innovative and always changing with current popular trends. Therefore, rèmo tèmbèl , both traditional and ‘alive,’ is an element of renewal in the Malang-style tayub scene. The last several years ethnochoreographic methods have become recognized and utilized in various research and writings in the field of performance arts studies, especially the dance. As a new discipline, approach of ethnochoreography must draw from the methods of other more established disciplines. With this in mind we will incorporate the approachment methods of art history, esthetics, and sociology of art.
Kata Kunci : tayub Malang, rémo tèmbèl, kreativitas, Sri Utami, elemen pembaharu, Malang-style tayub, rémo tèmbèl Sri Utami style, elements of renewal