Peran Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRDA) dalam proses Disarmament, Demobilitation, dan Reintegration (DDR) di Aceh pasca perjanjian Helsinki 2005
FAKHRURRAZI, Dr. Nanang Pamuji Mugasejati
2008 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional (Magister Perdamaian dan ResPendirian Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRDA) didasarkan atas MoU Helsinki yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005, terutama butir 3.2 tentang reintegrasi eks kombatan GAM kedalam masyarakat. Mandat MoU tersebut kemudian direspon oleh Pemerintah dengan menerbitkan Inpres No 15 Tahun 2005 yang berisi mandat bagi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam agar dapat mengelola reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kedalam masyarakat mulai dari: penerimaan, pembekalan, pemulangan ke kampung halaman, dan penyiapan pekerjaan. Berbagai upaya reintegrasi dilakukan oleh pemerintah dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan. Tesis ini berupaya untuk mengetahui bagaimana proses reintegrasi eks kombatan GAM kedalam masyarakat yang dilakukan BRDA pasca penandatanganan MoU Helsinki 2005 dan hambatan apa saja yang dihadapi BRDA selama proses reintegrasi berlangsung. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kajian pustaka baik dari buku, jurnal, maupun artikel yang bersumber dari internet. Bedasarkan pada penelitian yang kami lakukan, kami menemukan beberapa keberhasilan BRDA, terutama dalam menyalurkan dana reintegrasi kepada eks kombatan GAM, terutama dalam melakukan pembangunan perdamaian di Aceh seperti program kerja di bidang ekonomi, politik, hukum, keamanan , HAM, sosial dan budaya serta beberapa kegiatan yang berhubungan dengan reintegrasi. Namun, BRDA mengalami beberapa hambatan pada pelaksanaan program-programnya. Seperti : tidak tersedianya lapangan kerja bagi eks kombatan GAM, kurangnya ketrampilan dan pengalaman. Perencanaan, rancangan dan penyampaian bantuan reintegrasi, yang merespon kondisi mantan gerilyawan dan permintaan pasar kerja telah terbukti rumit. Lingkungan yang tidak stabil, kurangnya informasi pasar kerja yang sistematis dan dapat diandalkan, serta jumlah dan kapasitas penyedia pelatihan dan lembaga-lembaga pasar kerja yang lain merupakan sebagian dari tantangan-tantangan utama yang ada bagi program (re)integrasi sosial-ekonomi.
Aceh Peace Reintegration Institution based on Helsinki Memorandum of Understanding signed on August 15, 2005, especially article 3.2 about reintegration of GAM (Freedom Aceh Movement) ex-combatant. That MoU is responded by government with decision number 15 year 2005 that contain Nanggroe Aceh Darussalam Governor can manage reintegration and empowerment GAM members to adapt in society start from reception, management, and job. Reintegration effort variety has done by government through economic, social, cultural, and political, and security approaches. But barrier variety rises by Aceh Peace Reintegration Institution when application these programme. This thesis effort to know how reintegration process of GAM ex-combatant to adapt in society done by Aceh Peace Reintegration Institution post signing of Helsinki MoU 2005 and barrier variety faced by this institution during integration process. In this research, I use library method books, journal or article. The results of my research are Aceh Peace Reintegration Institution successes such as in funding distribution to GAM ex-combatant, especially economic, political, law, security, social, and cultural cooperations. But this institution gains many problems such as nothing job for GAM ex-combatant, unskilled and inexperience, funding distribution that bad, less planning. Besides that less training institutions in empowering GAM ex-combatant and social and economic problems.
Kata Kunci : Konflik Aceh,Reintegrasi,Perjanjian Helsinki 2005,BRDA, APRI, Disarmament, Demobilization, Reintegration, Helsinki Treaty