Laporkan Masalah

Pengenaan Pajak Berganda atas Objek Pajak Hiburan di Kota Denpasar

GANTORO, Prof.Dr. Siti Ismijati Jenie, SH.,CN

2008 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Bisnis)

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui objek pajak apa saja yang menjadi sumber terjadinya pengenaan pajak berganda menurut ketentuan mengenai objek pajak hiburan dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2002 dan objek PPN dalam UU PPN 1984, pelaksanaan dan dampak penerapan Peraturan Daerah tersebut bagi Wajib Pajak, dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehubungan dengan pengenaan pajak berganda tersebut. Penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yang mengutamakan penelitian kepustakaan dan didukung dengan penelitian lapangan. Cara memperoleh data sekunder melalui studi pustaka atau bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan, sedangkan data primer dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara terhadap responden dan narasumber yang berkaitan dengan permasalahan. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan dan menganalisis secara kualitatif permasalahan mengenai objek pajak yang menjadi sumber pengenaan pajak ganda antara Pajak Hiburan dan PPN. Hasil dari penelitian ini bahwa objek pajak yang menjadi sumber terjadinya pengenaan pajak berganda adalah jasa spa dan penggunaan fasilitas olah raga berupa pusat kebugaran (fitness center), gelanggang renang, padang golf, dan gelanggang bowling yang bersifat komersial diluar pelayanan hotel kepada tamu hotel. Dalam pelaksanaannya objek pajak tersebut masih dipungut Pajak Hiburan sebesar 10% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan oleh konsumen. Dampak yang timbul dari penerapan Perda adalah adanya ketidakpastian hukum mengenai objek pajak tersebut yang menjadi sumber pengenaan pajak ganda antara Pusat dan Daerah sehingga membebani Wajib Pajak khususnya segi keuangan dan daya saing. Pemungutan pajak berganda akan berdampak lebih luas yakni menghambat laju investasi yang berarti mengganggu perekonomian, dimana hal tersebut bertentangan dengan asas-asas perpajakan. Adapun DJP mengatasinya pengenaan pajak berganda secara kasuistis dimana menyerahkan sepenuhnya kepada setiap Wajib Pajak yang dikenai Pajak Hiburan dengan prosedur keberatan dan banding sesuai ketentuan yang ada. DJP telah mengusulkan agar Peraturan Daerah yang menjadi sumber pengenaan berganda tersebut dicabut. Adapun atas Wajib Pajak Daerah yang diminta untuk membayar Pajak Hiburan atas objek tersebut di atas, pihak DJP tidak mempunyai kewenangan apapun, kecuali menyerahkannya pada kebijakan Pemerintah Daerah setempat.

The objective of the study is to find out what tax object become the source of double taxation imposition according to regulations on entertainment tax object in Denpasar city bylaw no. 7 2002 and the subjects of VAT in VAT Law 1984, the implementation of the bylaw and impact of it on the tax payer, and the methods used by the Directorate General for Taxation to address the issue of the imposition of double taxation. The study is a normative legal study that puts emphasis on library research, and is reinforced by field research. The secondary data were collected by consulting literatures discussing the matter; the primary data from field research by way of interviewing respondents and authorities in the subject. They were then analyzed using descriptivequalitative method that sought to describe and qualitatively analyze the issues concerning tax object that becomes the source of double taxation, namely entertainment tax and VAT. Result shows that the tax object the becomes the source of double taxation are: spa service and use of sports facilities, i.e. fitness centers, swimming pools, golf courses, and bowling lanes, which are all commercial in nature and charging the general public who visit them. In practice the tax objects are still charged entertainment tax of 10% of total amount paid or subject to be paid by the consumers, i.e. individuals or a body, to see and or enjoy the entertainment. The impact of the implementation of bylaw is a legal uncertainty concerning tax object that is subjected to national and local tax. Imposition of double taxation will have other excesses such as deterring investment, which means a setback to economy—a violation of taxation principles—and the growing frequency of tax embezzlement despite the existing regulation on national and local tax. The Directorate General for Taxation address the issue of double taxation in casuistic manner—it gives full opportunity to taxpayers subjected to entertainment tax to appeal following existing procedures. The DGT proposed that the bylaw which induced double taxation be withdrawn. The DGT have no authority whatsoever toward the local taxpayers subjected to entertainment tax for the tax objects other than passing it to the local government.

Kata Kunci : Hukum Bisnis,Peraturan Daerah,Pajak Berganda, imposition of double taxation, entertainment tax object, VAT object


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.