Pengaruh komposisi pelarut pada pembuatan ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera L.) dengan parameter kadar antrakinon total dihitung sebagai Aloin
MUTIARA, Erlita Verdia, Prof.Dr. Suwidjiyo Pramono, DEA.,Apt
2007 | Tesis | S2 Ilmu FarmasiSalah satu jenis tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan tradisional adalah tanaman lidah buaya atau aloe. Tanaman ini telah lama dijuluki sebagai medical plant (tanaman obat) atau master healing plant (tanaman penyembuh utama), juga merupakan tanaman fungsional karena seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat. Optimasi pelarut perlu dilakukan agar diperoleh ekatrak dengan kadar antrakinon yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan komposisi pelarut yang paling optimum pada pembuatan ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera L.) dengan parameter antrakinon total yang dihitung sebagai aloin, secara spektrofotometri ultra violet sehingga dapat diterapkan oleh banyak pihak. Daun lidah buaya yang diperoleh dari tiga daerah yang berbeda, sehingga diharapkan dapat menambah informasi kepustakaan untuk kelanjutan proses standardisasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil daun lidah buaya dari Tawangmangu, Kulonprogo, dan Semarang. Selanjutnya, dilakukan uji kualitatif kandungan antrakinon dengan reaksi warna dan kromatografi lapis tipis. Optimasi metoda analisis diawali dengan penetapan panjang gelombang maksimum, pembuatan kurva baku, penetapan akurasi dan presisi serta penetapan kadar terendah yang masih tertetapkan, dilanjutkan dengan optimasi komposisi cairan penyari. Dilakukan pengukuran parameter non spesifik meliputi susut pengeringan dan kadar abu, sedangkan parameter spesifik meliputi kadar senyawa yang larut dalam air, kadar senyawa yang larut dalam etanol, dan uji kandungan kimia ekstrak. Hasil analisis menunjukkan bahwa etanol dengan kadar 96 % merupakan pelarut optimum yang menghasilkan ekstrak dengan kandungan antrakinon total dihitung sebagai aloin kadar tertinggi. Kadar antrakinon total yang dihitung sebagai aloin dalam ekstrak untuk tanaman yang berasal dari Tawangmangu adalah 4,48 ± 0,37, Kulonprogo adalah 1,79 ± 0,71, dan Semarang adalah 1,46 ± 0,05 %. Hasil uji statistik Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi normal dan terdapat perbedaan signifikan zat aktif antara ekstrak daun yang berasal dari Tawangmangu, Kulonprogo, dan Semarang.
Aloe vera L. is one of the most frequently used plant in Indonesian traditional medicine. In order to increase the quality of Aloe products an optimation of extract production was done using simplex lattice design and followed by its application on Aloe leaves obtained from three different regions, Tawangmangu, Kulonprogo and Semarang in central of Java. Firstly the Aloe leaves from the three regions were harvested and were tested qualitatively their anthraquinone contents by color reaction and thin layer chromathography. The simplex lattice design was done by extracting Aloe leaves with the mixture of water and ethanol using three different composition, 1:0, 1:1 and 0:1. The anthraquinone assay was done by ultra violet spectrophotometry calculated as aloin. The result showed that alcohol 96 % was the optimum solvent for extraction and Tawangmangu had highest concentration of anthraquinone total calculated as aloin. The total anthraquinone calculated as aloin in the Aloe leaves extract from Tawangmangu was 4,48 ± 0,37%, Kulonprogo was 1,79 ± 0,71 and Semarang was 1,46 ± 0,05 and statistically was different.
Kata Kunci : Obat Tradisional,Ekstrak Daun Lidah Buaya,Antrakinon Total, Solvent optimation, the Aloe leaves extract, anthraquinone total, aloin