Laporkan Masalah

Bukan laki-laki biasa :: Makna tubuh, hubungan-hubungan romantis dan mitos kecantikan Calabai di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

ZAINAL, Dr. Anna Marie Wattie, MA

2008 | Tesis | S2 Antropologi

Fenomena calabai merupakan bagian keseharian dalam kehidupan orang Bugis di Soppeng, tapi dalam berbagai aspek hal itu menjadi sesuatu yang lazim, labil, ambigu dan ironis bagi masyarakat. Pada tingkat kehidupan praxis identitas calabai mewujud dalam berbagai bentuk yang khas dengan citarasa yang berbeda dengan kategori “gender lain” yang melampaui kategori gender konvensional (laki-laki dan perempuan) yang menunjukkan sikap, gestur, sensibilitas, dan kedirian yang merupakan deskripsi batiniah (inside) yang di kombinasikan dengan deskripsi lahiriah (outside) yang mengadopsi, mencuri dan memprivatisasi simbol-simbol feminin (perempuan) dengan cara membongkar, menertibkan, memodifikasi dan membentuk tubuh (tubuh plastis). Bersamaan itu pula telah ada dan hadirnya berbagai tulisan oleh para ahli tentang calabai, serta kehidupan bissu yang masih dianggap ada dalam kehidupan Bugis secara otomatis menciptakan imaji-imaji yang perlu di cermati, karena boleh jadi tidak relevan lagi dengan konteks kebudayaan Bugis masa kini. Sehingga apa yang menarik untuk di persoalkan dalam konteks masa kini yaitu lahirnya identitas calabai dengan berbagai pernak-perniknya, seluk beluknya, bentuknya dan detail-detail realitas konkretnya. Hal itu tentu disebabkan oleh bertemunya konteks global=modern (eksternal) dan konteks lokal=tradisional (internal) yang mengonstruksi subjek yang terpecah-pecah, sehingga apa yang dianggap perlu dengan menetapkan distingsi yang kurang ketat tapi penting secara konseptual untuk di jadikan alat analisis yakni “calabai tradisi” dan “calabai modern”. Kajian ini menerapkan cara penelitian kualitatif dalam proses pengumpulan data yang telah dilakukan selama kurang lebih delapan bulan dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan dan kehidupan sehari-hari calabai di kabupaten Soppeng. Fokus kajian berada pada tingkat praxis kehidupan orang Bugis guna menelusuri dan menemukan apa yang sebenarnya terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana gaya hidup modern menjadi elemen penting dalam pendefinisian identitas calabai di Soppeng. Menjadi indobotting (wedding mothers) sebagai pekerjaan utama sehingga mendapat kemantapan ekonomi (modal ekonomi), memiliki lembaga formal KWRSS (Kerukunan Waria Sulawesi Selatan), serta dukungan oleh pemerintah daerah kab. Soppeng menyebabkan mereka memiliki posisi sosial (modal sosial). Naik haji, penggunaan aksesoris tubuh, reproduksi ruang kultural, mitos kecantikan, serta proses menjadi cantik yang kesemuanya memperlihatkan bentuk nyata identitas calabai yang merupakan modal kultural untuk mendapatkan tiket serta pengakuan (modal simbolik) dalam jagat praxis kehidupan orang Bugis di Soppeng. Dengan pengakuan itu, serta apresiasi masyarakat terhadap identitas calabai, pada akhirnya bermuara pada pembentukan relasi terhadap keluarga, teman (sesama calabai) dan masyarakat, bentuk hubungan cinta calabai (konfluen, episodik, dan sesaat), posisi sosial serta reproduksi sosial kehidupan calabai yang kesemuanya menyalurkan hasrat terpendam yang tidak menemukan bentuk sosial dalam term-term kenormalan, kelaziman dan kepantasan yang secara normatif diusung wacana dominan.

Calabai are phenomenon for Bugism life in Soppeng, but calabai are common, unstable, ambiguity and paradox in various aspect to praxis level of calabai identity exist in a variety of special category that are different from another gender. Moreover they have exaggerale category of conventional gender which refer to behavior, gesture and sensibility. All of them are combining the internal and the external description which adopt the feminine symbols and modification of artificial body. According to intellectual, calabai still continue living in bugism life automatically. Nevertheless they are irrelevant with Bugism culture at this time, consequently existing of imaginations need to be understood. The interesting topic is that calabai identity come out the various type and concrete actuality. This is caused by global and local context that construct the scattered subject, so the tradition and modern calabai are important to be analyzed theoretically. This study uses the qualitative research, the data will be complete among eight (8) months that require the active participation their activities life in Soppeng. Focus of the study is to find what will be go on for Bugism life at praxis level. The study concludes that the style of modern life will be important factor of calabai identity in Soppeng. The wedding mothers are a major job to get the stable of economic. Even they have a formal institution (Kerukunan Waria Sulawesi Selatan or KWRSS). They also have social position like Hajji, using of body accessories, reproduction of cultural space, mythos of beauty and process to be beautiful because of support of government. It is seem that calabai identity are to get acknowledgment of symbolic model of Bugism life at praxis level in Soppeng. Consequently, the acknowledgment of symbolic model and appreciation to the calabai identity will be correlate with their family, friend and social. By the reason the position and reproduction of social life of calabai are hidden desire that is not be found in social term normally and normatively.

Kata Kunci : Budaya Masyarakat Bugis,Calabai,


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.