Analisis komparasi regulasi registrasi wajib pajak orang pribadi antara Indonesia dengan Australia
SISWAHYUDI, Dr. Agus Pramusinto, MDA
2008 | Tesis | Magister Administrasi PublikPada saat ini komposisi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas pada APBN Indonesia masih didominasi penerimaan PPh dari Wajib Pajak Badan. Kontribusi PPh dari Wajib Pajak Orang Pribadi masih sedikit (16,95%), bila dibandingkan dengan penerimaan PPh Orang Pribadi di negara maju yang mencapai empat kali lipat dibandingkan dengan penerimaan dari PPh Badan. Rendahnya penerimaan PPh dari Wajib Pajak Orang Pribadi ternyata berkorelasi positip dengan rendahnya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar yang sudah ber-NPWP. Survey OECD pada tahun 2006 dengan menggunakan tenaga kerja sebagai benchmark, menunjukkan bahwa rasio antara jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar dengan jumlah angkatan kerja pada negara-negara maju mencapai lebih dari 40%, bahkan banyak yang mencapai rasio lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi di negara-negara tersebut, disamping terdiri dari kelompok pekerja juga terdiri dari kelompok non pekerja. Apabila Indonesia menggunakan pendekatan OECD ini, maka tingkat rasionya hanya mencapai 2,24%, (sangat jauh tertinggal). Oleh karena itu studi komparatif guna mempelajari prestasi negara maju sebagaimana tersebut diatas adalah suatu keniscayaan. Negara Australia dipilih dengan alasan: (i) rasio jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja mencapai 167,1%; (ii) sumber data untuk kajian perbandingan tersedia di internet (www.ato.gov.au) dalam bahasa Inggris. Penulisan thesis ini menggunakan kerangka teori â€Kebijakan Publik Komparatif†dengan â€Pendekatan Institusi†yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu: “institusionalisme politik, institusionalisme sosiologi, dan institusionalisme ekonomiâ€. Sedangkan untuk menganalisis data digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretasi dokumen terhadap regulasi registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berlaku di Indonesia dan di Australia. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa banyaknya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar di Australia disebabkan antara lain oleh faktorfaktor: unit pemajakan yang berbasis individu, kedudukan ATO sebagai badan otonom mampu membuat agenda kebijakan yang kuat, tarif PPh tertinggi dikenakan bagi penerima penghasilan yang tidak mau memberitahukan TFN-nya, serta fungsi TFN disamping untuk administrasi pajak juga sebagai sarana untuk memperoleh santunan atau tunjangan sosial dari pemerintah.
Today, the revenue from income tax (exclude income tax on oil and gas from petroleum company) in Indonesian State Budget still be dominated from corporate income tax. The contribution from individual income tax is still very low (about 16,95%), if it compared with developed-countries’ revenue from individual income tax that raise about four times as much than from corporate income tax. The low level of individual income tax revenue apparently has positive correlation with the low level of registered individual taxpayer that has “Tax Identification Number†card. The OECD’s survey in 2006 that using labor force as benchmark, show that the proportion between the number of registered individual taxpayer and the number of labor force in developed country reached more than 40%, even many of those countries have ratio more than 100%. It means that registered individual taxpayer in developed countries comprise not only from labor force but also from non labor force. If Indonesia uses OECD’s formulation, then its ratio just reached about 2,24% (it’s too left behind). Therefore, the comparative study to learn the success story of developed countries like above has to be done. Australia has been choosen to be studied for the following reason: (i) the ratio between the number of registered individual taxpayer and the number of labor force reaches 167,1%; (ii) the data resources to comparative analysis is available in internet (www.ato.gov.au) in English. This thesis uses theory framework “Comparative Public Policy†with “institutional approach†that divided in three categories: “political institutionalism, sosiological institutionalism, and economical institutionalismâ€. Qualitative research method with document interpretation is used to analyses the regulation of the registered individual taxpayer registration that prevail in Indonesia and Australia. It can be concluded from this study that a large number of registered individual taxpayer in Australia is mainly because of the following factor: individual-based taxation principle; ATO’s independence position; the highest income tax rate is imposed to payee that do not quote his TFN; besides administering taxation, the function of TFN is also to facilitate income support or allowances from government.
Kata Kunci : Kebijakan Publik,Perpajakan,Kewajiban Wajib Pajak,Indonesia dan Australia,NPWP, TFN, registered individual taxpayer, Indonesia, Australia