Laporkan Masalah

Kehidupan beragama waria muslim di Yogyakarta

KOESWINARNO, Promotor Prof.Dr. H. Sjafri Sairin, MA

2007 | Disertasi | S3 Ilmu Humaniora

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses terjadinya marjinalisasi kaum waria dalam masyarakat muslim; menjelaskan pembacaan baru tentang bagaimana waria dalam memperlakukan agama, serta pemaknaan agama sebagai bagian dari masyarakat muslim; dan sebagai bahan diskusi dalam menentukan penerimaan sosial terhadap keberadaan waria dan bagaimana Islam menjelaskan keadaan kewariaan. Observasi partisipasi merupakan metode pengumpulan data paling utama, yang didukung dengan wawancara mendalam, life history, dan focus group discussion. Keberadaan kaum waria, meskipun telah muncul sejak jaman Nabi Muhammad dan ada pada sebagian besar kebudayaan di Indonesia, kenyataannya masih terus mengalami marjinalisasi. Proses marjinalisasi wana ada pada level internalisasi, sosialisasi, hingga enkulturasi yang terjadi baik di dalam keluarga, masyarakat, kehidupan sosial waria, hingga kehidupan beragamanya Secara perlahan penerimaan sosial kaum waria mulai mengalami perubahan, dan agama menjadi salah satu gejala penting dalam penerimaan waria. Keberagamaan waria dilihat dalam 5 dimensi, yakni dimensi keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. Bagi waria keyakinan terhadap agama tidak selamanya menjadi basis dalam melakukan praktik keagamaan. Praktik keagamaan bukan merupakan hasil akumulasi keyakinan dan pengetahuan, tetapi merupakan perilaku yang diwariskan melalui keluarga dan proses belajar melalui pendidikan, baik formal ataupun non-formal. Konsekuensi keberagamaan merupakan standar nilai yang tidak hanya bergimtung pada ke em pat dimensi sebelumnya, tetapi juga berhimpitan dengan perilaku manusia juga dituntun oleh nilai-nilai etik yang universalJ kebudayaanJ dan aturan-aturan hukum.

The study was aimed at explaining the process of marginalization of waria (an Indonesian category of transsexual) in Moslem community; explaining the new reading of how waria treat religion, and how they interpret religion as members of Moslem community; and to identifying social acceptance to waria and how Islam explains the existence of waria. Participant observation was the primary data collection method supported by in-depth interview, life history, and focus group discussion. Transsexuals, who have existed since the era of Prophet Muhammad and are found in most Indonesian cultures, have been marginalized. The marginalizing' prot~ss ck:d1rs at the levels of internalization, socialization, and enculturation in the family, society, as well as social and religious life of waria. Gradually there has been a change in the acceptance of waria. Religion becomes a very important phenomenon in the acceptance of waria. The variety of waria can be perceived in five dimensions. They are faith, religious practice, experience, knowledge, and consequence. To the waria, religious faith does not necessarily become the basis on which they perform their religious practices. Religious practice is not the accumulation of faith and knowledge. Rather, it is a behaviour inherited by the family and the learning process through both formal and non-formal education. Religious consequence is a value standard that does not merely depend on the aforementioned dimensions, but also closely related to human behaviour guided by universal ethical values, culture, and legal rules.

Kata Kunci : Waria Muslim dan Konstruksi Sosial,Kehidupan Beragama


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.