Hikayat Negeri Butun :: Suntingan Teks dan tinjauan resepsi
UDAYA, Helius, Prof.Dr. Imran T. Abdullah
2006 | Tesis | S2 SastraPenelitian berjudul “Hikayat Negeri Butun : Suntingan Teks dan Tinjauan Resepsi†ini bertujuan menyajikan salah satu naskah HNB dalam bentuk suntingan teks yang telah disaring dari tiga buah naskah salinannya. Dari suntingan tersebut digunakan sebagai pijakan untuk menafsirkan dan menilai tanggapan pembaca, mereaksi karya itu sepanjang perjalanannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi asal-usul nenek moyang orang Buton berasal dari pasangan raja pertama yaitu Raja Putri Wa Kaaka dengan pasangannya Sibatara. Raja Putri Wa Kaaka adalah berasal dari kayangan diturunkan ke bumi untuk menjadi Raja di Kerajaan Buton. Ia dilahirkan melalui buluh bambu. Sementara itu, pasangannya bernama Sibatara adalah putra Raja Majapahit. Penyatuan kedua tokoh ini mencitrakan perpaduan unsur kosmik, dunia atas (Matahari) dan dunia bawah (Bumi). Hal ini menggambarkan sebuah proses legitimasi Kerajaan Buton. Tradisi asal-usul nenek moyang orang Buton disini selain ditumpukkan pada kedua tokoh sakti tersebut juga ditumpukkan pada tokoh Sipanjongan, Simalui, Sijawangkati dan Sitamanajo. Orang Buton menyebutnya “Mancuana Patamiana†berarti Orang Tua Berempat. Mereka adalah para imigran dari Melayu yang datang bersama rakyatnya sekaligus menurunkan penduduk tempatan masyarakat Buton. Para imigran ini diduga menarik garis keturunan dari Raja Iskandar Zulkarnain yakni nenek moyang Raja-Raja Melayu. Tradisi asal usul tersebut dalam lintasan sejarahnya, teksnya telah disimpangi sesuai irama abad kehidupan masyarakat Buton yang berada dalam peradaban Islam. Diungkapkan bahwa Putri Wa Kaaka disebut Musaraffatul Izzati Al Fakhri berarti “Perempuan yang dimuliakan atau diagungkanâ€. Ia menarik garis keturunan dari Nabi Muhammad. Penarikan garis keturunan ini sekaligus mewarnai dan menandai segenap tata pemerintahannya di Buton yang bernuansa Islami. Demikian halnya dengan nama negeri Buton. Dalam teks HNB disebut Butun. Penyebutan ini digunakan oleh para pelaut Nusantara, didasarkan banyaknya pohon butu (Barringtonia Asiatica) yang tumbuh di sepanjang pesisir pantai pulau Buton. Akan tetapi orang Buton menyebut negerinya Butuni. Penamaan ini diangkat dari bahasa Arab â€Butn†atau Bathin yang berarti perut atau kandungan. Sementara itu, nama Buton yang dipakai oleh masyarakatnya kini merupakan sebutan orang Belanda.
This research entitled “Hikayat Negeri Butonâ€: Text Editing and Receptive Analysis “intends to present one of Hikayat Negeri Buton in the form of an edited text, which has been selected from the three copies of such story or tale. The edited text is then used as a basis to interpret and evaluate reader’s reception ever since the work existed. The result of the research shows that the tradition of the Buton people,s descents came from the first king,s couple ; namely Raja Putri Wa Kaaka marriying Sibatara. Raja Putri Wa Kaaka allegedly ca me from the heaven, who was sent down to be a queen at Buton Kingdom. She was born Throught a bamboo tree. Meanwhile her couple, Sibatara, was a son of King Majapahit. The unification of both figures reflects an acculturation of cosmic elements, the upper world (sun) and the lower world (earth). This fact figures out a legitimate process of Buton Kingdom. Besides dealing with two sacred figures, the tradition of Buton people,s descents is also related to several figures, such as : Sipanjongan, Simalui, Sijawangkati, and Sitamanajo. Buton people call them as “Mancuana Patamiana†which means ‘ the Quartet of the Old Men’. They were Malayan Immigrants who came to Buton together with their common people that were later on acknowledged to be the ancestors of Buton people. These immigrants are assumed to take a descent line from King Iskandar Zulkarnain, an ancestor of Malayan Kings. Through historical view, the text dealing with Buton people’s descents has been mixed and associated with the rhythm of Buton people’s lives, where Buton was fully overshadowed by Islamic civilization. It is told that Putri Wa Kaaka known as Mussarafatul Izzati Al Fakhry becomes “a women who is respected or even glorifiedâ€. She was of Prophet Muhammad’s descent. Taking this descent line truly colors and signifies all of Islamic-based governmental systems in Buton. The same is true as the name of Buton, which is mentioned Butun in the Butun folktale text. Such naming was firstly used by some Indonesian sailors, greatly inspired by the numerous numbers of mangrove trees (Barringtonia Asiatica) found along the seashores of Buton island. Hence, Buton people call their homeland as Butuni. This naming is derived from Arabic language butun or bathin that means ‘stomach’ or ‘womb’. Finally, the naming so-called Buton as now used by the local communities is based on the naming of Dutch people.
Kata Kunci : Sastra Indonesia,Teks teks Buton,Hikayat Negeri Butun, editing, reception, birth, marriage.