Laporkan Masalah

Strategi Gerakan Politik Hizbut Tahrir Indonesia Pasca Orde Baru

HAKIM, Irfan Ali, Prof. Dr. Sunyoto Usman

2007 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Kondisi politik orde baru ditandai dengan terjadinya political distrust (ketidakpercayaan politik) dan social distrust (ketidakpercayaan social). Salah satu bentuk dari ketidakpercayaan tersebut adalah munculnya kelompok islam militant seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menginginkan diterapkannya syari’at islam dalam system pemerintahan Indonesia. Dalam pendekatan ilmu politik, formalisasi syariat islam dalam system pemerintahan dinamakan dengan ideology fundamentalisme yang mengatakan bahwa ‘agama adalah politik’. Salah satu pendekatan untuk memahami penomena gerakan islam fundamentalis semacam HTI adalah pendekatan gerakan social. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai gerakan jika dilakukan secara kolektif, berlangsung dalam waktu yang lama, terorganisir dan memiliki orientasi perubahan social. Secara ideologis, HTI merupakan organisasi Partai Politik Islam yang berdiri pada tahun 1953 di Timur Tengah, tepatnya di Negara Yordania. Saat ini HTI sudah memiliki cabang di hamper 30 negara termasuk Indonesia. Namun di Indonesia HTI mewujud sebagai organisasi masa (ormas) yang berjuang diluar system politik Negara untuk menegakkan syari’at islam dibawah naungan daulah khilafah, suatu system pemerintahan yang dipimpin seorang khalifah. Salah satu alasan mendirikan Negara khilafah menurut mereka saat ini, system politik demiokrasi merupakan representasi dari ideology sekulerisme dan kapitalisme. Mereka juga memandang demokrasi bukan hanya sebagai ideology tetapi sebagai alat penjajahan Negara-negara barat terutama Amerika untuk menjajah Negara-negara yang berpenduduk Muslim. Dengan demikian, demokrasi harus ditolak dan diganti dengan ideology islam. Untuk mewujudkan ideology islam, HTI menempuh dua strategi perlawanan terhadap dunia barat. (1) perlawanan pemikiran, (2) perlawanan politik. Meskipun mereka menolak demokrasi, namun diakui oleh HTI pasca reformasi 1998 terbukanya ruang demokrasitasi telah memberikan berkah terselubung (blessing indisguise). Situasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh HTI untuk mengembangkan gerakannya. Pada saat yang sama, banyak organisasi islam militant lainnya yang mengusung issu syari’at islam seperti FPI, MMI dan lainnya, dengan demikian diperlukan cara atau strategi bagi HTI untuk mewujudkan misi gerakannya. Focus penulisan ini akan menjelaskan bagaimana strategi gerakan HTI sebagai subjek penelitian, dengan bersandarkan pada teori hegemoni Gramsci, teori mobilisasi sumber daya dan teori strategi gerakan dari Sidney Tarrow. Menurut Tarrow, strategi gerakan dapat disistematisasikan pada empat cara; (1) menciptakan peluang, (2) bertindak atas nama kolektif, (3) merancang tindakan kolektif, (4) mobilisasi struktur.

Political condition of post New Order regime is marked with political and social distrust in society. One kind of the distrust is the emergence of groups of militant Islam. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) is one of such groups demanding for the application of Islamic sharia in the governmental system. In political science, formalization of Islamic sharia in State political system is an expression of the fundamentalism ideological doctrine declaring that "politics is religion". HTI is an Islamic political organization established in 1953 in Middle East Jordan. Now, its branches has existed in almost 30 countries including Indonesia. Yet, in Indonesia HTI still exists as an Islamic societal organization (ormas) striving for Islamic sharia outside of state political system. The goal of HTI movements is to establish a government not only Islamic in its values but also in its system under daulah khilafah Islamiyah, an Islamic international governmental system leaded by a khalifah. The reason why they insist to establish a khalifah state is because they thought that today existed political system represents the ideology of secularism and capitalism. They perceive democracy as not only an expression of those ideologies but also instrument utilized by western countries, mainly the United States of America, to colonize Muslim populated countries. For all that reasons, democracy must be rejected and fighted against by the ways of changing and orientating the perception of Islamic people toward Islamic ideology. In fighting against western world, HTI utilizes two strategies: (1) rivalry in thought, (2) rivalry in politics. This writing focuses on explaining the movement strategies of HTI as the research subject through the analystical frame of Antonio Gramsci’s concept of hegemony, resources mobilization and Sydney Tarrow's concept of movement strategies. According to Tarrow, strategies utilized by a movement can be systematized as follows: (1) creating opportunity, (2) taking actions on behalf of colectivity, (3) designing or managing collective actions, (4) structural mobilization.

Kata Kunci : Hizbul Tahrir Indonesia (HTI),Studi Gerakan Politik,Pasca Orde Baru, strategy, movement of HTI, hegemony, secularism, khilafah Islamiyah


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.