Strategi survival gelandangan dan pengemis perempuan di Kota Banjarmasin
AKBAR, Sidderatul, Prof.Dr. H. Muhadjir Darwin, MPA
2007 | Tesis | S2 Administrasi NegaraDi kota Banjarmasin sampai sekarang masih terdapat cukup banyak gelandangan dan pengemis (gepeng). Data tahun 2005 menunjukan jumlah gepeng yang beroperasi di Banjarmasin sebanyak 432 orang. Kemungkinan dari jumlah tersebut ada yang kembali berprofesi di tahun 2006, terutama perempuan. Hal ini sudah menjadi pemandangan ruang-ruang kota yang tidak menyenangkan. Masalah ini menjadi semakin kompleks dan rentan terhadap gejolak sosial, sebagai akibat meningkatnya perempuan yang dikondisikan oleh pekerjaan menggelandang dan mengemis tersebut. Dengan pendekatan metode kualitatif, penulis bermaksud mendeskripsikan strategi-strategi yang dilakukan oleh gepeng perempuan di Kota Banjarmasin. Melalui 62 (enam puluh dua) subyek penelitian yang terdiri dari 25 orang gelandangan dan 37 orang pengemis, yang penulis wawancarai dan observasi dan berdasarkan dukungan informasi-informasi masyarakat sekitar atau dengan triangulasi sumber data, maka dihasilkan analisis strategi survival gepeng perempuan di Kota Banjarmasin. Strategi mengatasi kekurangan ekonomi rumah tangga, mereka melakukan diversifikasi pekerjaan, mengurangi kuantitas dan kualitas makan. Strategi di jalanan dengan berpura-pura cacat, menghindari razia (garukan) dan pemerasan (premanisme) dilakukan dengan cara memilih tempat tinggal dan tempat mangkal yang aman serta mengatur waktu beroperasi. Ada juga yang mencari barang (sampah) atau memintaminta di kampung-kampung atau rumah ke rumah (mamarit). Strategi menghadapi tekanan internal (kelompok gepeng), dilakukan oleh kelompok dengan memilih otoritas kelompok (pemimpin). Strategi bermasyarakat pada dasarnya beradaftasi dengan mengikuti acara-acara kerukunan masyarakat seperti Yasinan dan Arisan, juga berhadir dalam acara gotong royong dan walimah perkawinan warga sekitar. Strategi menghadapi masa depan, ada yang menabung untuk persiapan keperluan anak dan sakit, ada ingin punya usaha (berdagang) dan mengawinkan anak agar beban hidup bisa berkurang. Strategi memanfaatkan program pemerintah adalah dengan bersikap terbuka akan eksistensi mereka, dan bersedia mengikuti kegiatan diklat apabila ada. Tidak menolak pemberian bantuan langsung untuk orang miskin seperti mereka. Untuk itu, pemerintah daerah harus melakukan pemetaan wilayah operasi dan tempat tinggal gepeng, melakukan razia sepanjang jalan Ahmad Yani sekitar 09.00 dan jam 15.00 sekitar jalan S. Parman. Kemudian peminjaman modal kerja dan penyediaan tempat berjualan di pasar tradisional akan efektif merubah profesi gepeng, membangun panti untuk gepeng dan membuat kebijakan pro gender.
There are quite a lot of loiterer and beggar in Banjarmasin city today. The data of 2005 indicated the amount of these loiterer and beggar around Banjarmasin were about 432 people. Furthermore, some of them are possible to get to be back the same profession in 2006. These matters are inconvenience in the public space. These problems become progressively complex and almost deal with social problems caused of increasing woman conditioned in work of loitering around and beggaring. With qualitative method approach, writer wants to describe the strategies made by loiterer and beggar women in Banjarmasin. Through 62 (sixty two) research subjects which consist of 25 loiterers and 37 beggars that writer hold an interview with and observed, also the support of information around and triangulation of the source of data, hence the writer can collect some survival strategies of loiterer and beggar women in Banjarmasin. Strategy to overcome the lack of household incomes, in ordinary condition, they will have diversified their works and take the less quantity and quality of food. A Strategy on the street to pretence physical defect, to avoid sweeping from district government and pressure from the gang was resolved by choosing the safe place and residence. Set the time for operation also the one of many choices the safety of their work. Strategy to confront with internal pressure from other groups of loiterer and beggar women conducted by applying authority to listed in one group. Strategy of social life, basically conducted through adaptation by following social events like Yasinan and Arisan, also attending the solidarity-work event and wedding ceremony held by the neighbours around. Strategy to face the future like saving for the preparation of children need and healing disease, wishing to have a better work merchant, and getting their sons/daughters married so that the burden can decrease also one of the choices. Strategy to exploit the governmental programmes is behaved openly to the government. Of course to not reject the direct help given by government towards them is an honourable way. Therefore, the district government have to mapping loiterer and beggar operation and her house area, to sweep Ahmad Yani Street at about 09.00 am and 03.00 pm around S.Parman Street. Then, gives them personal property loan and provides booth at traditional market more be effective to change them, building panti and make the policy of pros gender.
Kata Kunci : Kebijakan Pemerintah daerah,Gelandangan dan Pengemis,Survival Strategy