Laporkan Masalah

Pemerintahan desa; antara kewenangan dan urusan :: Studi tentang penyerahan Urusan Pemerintahan dan Kemandirian pada Desa di Kabupaten Gunungkidul

SUPRIYADI, Wahid, Dr. Agus Pramusinto, MDA

2007 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Sebagai pilar otonomi daerah, desa membutuhkan peran dan kewenangan yang lebih luas dan konkrit pada pembangunan daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian desa. Otonomi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya dan kepentingan masyarakat setempat. Otonomi desa diletakkan dalam 3 hal: sharing of power, distribution of income, dan empowerment. Posisi desa dalam konteks sebagai daerah otonom dibedakan dalam 3 bentuk yakni: self governing community, local self government, dan local state government. Berbeda dengan konsep otonomi daerah yang menganut asas "money follows function" dalam implementasi otonomi desa yang berlaku adalah sebaliknya, yaitu : transfer keuangan dilaksanakan lebih dulu sebelum kewenangan selesai dirumuskan. Rumusan kewenangan yang jelas dan adil serta transparan sesuai kondisi obyektif pemerintahan desa akan menghindarkan pada konflik kepentingan diantara relasi pemerintah kabupaten dan desa. Kewenangan yang diberikan kepada desa sebagai daerah otonom meliputi 2 hal yakni kewenangan untuk mengatur (policy making) dan kewenangan untuk mengurus (policy implementing). Seberapa besar kewenangan yang akan diserahkan, bagaimana cara dan proses pemberian kewenangan sangat tergantung oleh pemilik asal kewenangan tersebut atau pemerintah di atasnya. Semakin banyak kewenangan diserahkan maka semakin tinggi derajat otonomi daerah tersebut. Mekanisme penyerahan kewenangan didahului dengan kajian oleh pemerintah kabupaten untuk menentukan kewenangan yang mungkin diserahkan pada desa. Selanjutnya setelah kajian selesai dilakukan maka Pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Perda tentang jenis dan rincian urusan yang akan diserahkan. Dari sini kemudian pemerintah desa beserta BPD melakukan evaluasi tentang urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan di desa yang bersangkutan. Jadi pada prinsipnya desa diberikan keleluasaan untuk melakukan self assesment untuk menetapkan urusan pemerintahan yang akan menjadi kewenangannya, Adapun pedoman yang dipakai dalam penyerahan kewenangan tersebut mendasarkan pada aspek letak geografis, kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi, dan efektifitas.

As pillar of regional autonomy, village need for wider and concrete role and authority of regional development to bring village independency into reality. Village autonomy as unity of legal society authorized to manage and to take care of its own affairs and its society's interest. Village autonomy is placed on three concerns: sharing of power, distribution of income, and empowerment. Village position in context of autonomy region was classified in 3 forms, that is: self governing community, local self government, and local state government. It different from regional autonomy which holds the principle of "money follows function", implementation of village autonomy is in contrary, that is: financial transfer was employed before authority formulated completely. Formulation of clear, fair, and transparent authority apt with objective condition of village government will avoid conflict of interest in relation between regency and village government. Authority given to village as autonomy region consisted of 2 concerns, that is authority to arrange (policy making) and authority to manage (policy implementing). How much authority given, how the method and process of giving authority will depend on source owner of that authority or upper government level. More authority given to village administration means higher degree of autonomy. Authority transfer mechanism was preceded by regency government to determine feasible authority given to village. Then, after study was completely done, regional government arranged and established Regional Regulation about kind and detailed affair will be transferred. From here then village administration along with BPD evaluate the affairs which can be realized by village. So, principally village is authorized to perform self assessment to determine affairs it will be authorized. Whereas guidelines used in this authority transfer based on geographical position, personnel capability, financial capability, efficiency, and efficacy.

Kata Kunci : Pemerintahan Desa,Kewenangan,Desentralisasi Desa, Village Autonomy, Sharing of Power, Authority


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.