Laporkan Masalah

Citra perempuan Papua dalam roman Namaku Teweraut karya Ani Sekarningsih :: Kajian kritik sastra feminis

MALAWAT, Insum, Prof.Dr. Imran T. Abdullah

2007 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian ini menggunakan metode kritik sastra feminis dan antropologi sastra sebagai pisau analisis. Roman NT adalah potret kecil masyarakat Papua yang masih konservatif di tengah arus globalisasi yang bergulir di tanah air. Siginifikansi analisis tidak terlepas dari latar budaya masyarakat Asmat yang mengitari karya sastra. Metode kritik sastra feminis dipakai untuk mengungkapkan citra perempuan, antropologi sastra digunakan untuk melihat latar belakang kebudayaan yang berimplikasi langsung pada munculnya stereotipe terhadap perempuan. Perspektif feminis yang dominan dalam teks Namaku Teweraut adalah aliran liberal dan sosial. Oleh karena itu, pendekatan kritik sastra feminis dalam penelitian ini, berorientasi pada feminis liberal dan feminis sosial. Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa pelestarian kebudayaan seperti budaya poligami, pembayaran mas kawin, penjodohan, pernikahan dini, pengujian kegadisan, dan pertukaran isteri antarsesama sahabat (papisy) dalam kelompok sosial tertentu, berimpliksai pada lahirnya berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga, misalnya pemerkosaan, pelecehan seksual, pelacuran, dan pengekangan ruang gerak perempuan. Budaya membelenggu perempuan dalam ketidakberdayaan, hak-hak perempuan sebagai makhluk otonom, dikekang, dan budaya juga mengubur masa depan dan cita-cita perempuan dalam lembaga perkawinan. Eksistensi adat istiadat melahirkan disparitas yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Supresi terhadap perempuan menjadi kental dengan interpretasi Bible yang parsial dan ahistoris. Disparitas juga melahirkan citra perempuan sebagai isteri, yang harus tunduk dan setia pada suami. Perempuan adalah pelayan suami, oleh karena itu, ia harus mengabdi pada suami dan keluarga. Jika Masyarakat Asmat terus berpegang teguh pada nilai- nilai ketradisionalan yang berbasis pada budaya patriarki, maka nasib kaum perempuan Asmat akan terancam, bahkan suatu saat akan punah seperti Anggrek Teweraut, tokoh utama sekaligus narator cerita ini. Disparitas sebagai hasil perilaku jender bisa dibendung melalui reinterpretasi pranata sosial, termasuk norma-norma sosial/adat istiadat, rumah tangga—keluarga, dan lembaga pendidikan. Dengan demikian, kesetaraan yang dimaksudkan dalam kajian ini meliputi kesetaraan dalam bidang pendidikan, kesetaraan mengembangkan potensi diri, dan kesetaraan mengemukakan pendapat.

This research uses feminist literary criticism and literary anthropology as a ‘knife’ of analysis. This novel is a small portrait of community of Papua, which is still conservative in the middle of flow of globalization that is still running in our land. A significance of analysis cannot be separated from cultural background of Asmat society, which surrounds this literary work. This method is used to express an image of women, literary anthropology is used to see the cultural background which directly imlpies on a woman stereotype. The dominant feminism in Namaku Tewerut is liberal and social feminism. This feminist literary criticism in this research is oriented to a liberal and social feminism. Based on the result of the analysis, it can be concluded that cultural preservation such as, polygamy, paying dowry, mating, early marriage, examining virginity, exchanging friends’ wives interrelationship (papisy) in a particular social group. It implies the born of violence in household, such as, rape, sexual abuse, prostitution, woman’s movement space restraint. Shackling women culture in impowerfulness, woman’s rights as an autonomous human being is restrained and the culture buries woman’s future and aspiration in marriage as well. An existence of customs bears a significant disparity between man and woman. Suppression towards woman become congeals to ahistorical and partial Bible interpretation. Disparity also bears woman image as a wife, which is bent down and loyal to her husband. Woman is a husband’s servant. She, therefore, has to serve to her husband and her family. If Asmat society keeps holding firmly in traditional values basing on patriarchal culture, Asmat woman fate will be threatened, even once it will be totally disappeared, similarity, Anggrek Teweraut – the main character and narrator in this novel at the same time. Disparity as a result of gender behavior can be dammed up through reinterpreting social institution, including social/custom norms, household – family, and academic institution. Equality, thereby, meant in this study covers the equality in academic field, equality in developing self-potency, and equality in expressing an argument.

Kata Kunci : Sastra Feminis,Roman Namaku Teweraut,Budaya Asmat, Feminist literary criticism, anthropology novel, and culture


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.