Laporkan Masalah

ontestasi politik dalam birokrasi :: STudi tentang arena, kepentingan dan mekanisme kontestasi dalam birokrasi pemerintah Propinsi Sumatera Barat

SYAIFUL, Dr. Pratikno, M.Soc.Sc

2007 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Tesis ini menunjukkan bahwa birokrasi bukanlah sebuah entitas yang homogen, netral dan terisolasi dari dinamika politik. Birokrasi justru menjadi arena yang paling rill untuk melakukan bargaining politik diantara para aktor yang terlibat dalam relasi kekuasaan. Ada dua arena yang paling signifikan di mana bargaining politik berlangsung dalam birokrasi pemerintahan daerah Propinsi Sumatera Barat pasca Pilkada bulan Juni 2005. Arena tersebut adalah penataan kelembagaan (organizational arrangements) dan penempatan (posting) pejabat. Tiga aktor utama yang paling legitimate terlibat dalam bargaining politik di dua arena ini adalah Gubernur (kepala daerah), politisi partai di lembaga perwakilan dan para birokrat tinggi di daerah. Mereka telah menemukan caranya sendiri-sendiri dalam memperjuangkan kepentingannya. Kepentingan Gubernur terhadap dua arena ini selain mewujudkan pemerintahan yang efektif (effective government) dan menciptakan mesin birokrasi yang loyal (creation of loyal political machine), ia juga berkepentingan untuk melanggengkan kekuasaannya (current survival). Bagi politisi partai di DPRD (baik dari partai pendukung maupun partai pesaingnya), kepentingan mereka adalah memberikan keuntungan bagi konstituennya (contituency service). Sementara pada saat yang sama para birokrat berkepentingan untuk mempertahankan eksistensi lembaganya dan mencari peluang jabatan yang lebih tinggi. Ada dillema bagi Gubernur dalam kontestasi ini. Reputasinya sebagai pemimpin reformis dan mempunyai komitmen untuk menegakkan prinsipprinsip good governance harus dihadapkan pada realitas politik yang bersebrangan dengan obsesi-obsesinya itu. Ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja kepentingan partai yang mengusungnya atau kepentingan partai pesaingnya dalam Pilkada jika tidak ingin menemui banyak rivalitas di lembaga perwakilan. Begitu pula terhadap kepentingan para birokrat, jika ingin membangun mesin birokrasi yang loyal dan terkendali, maka Gubernur harus mengakomodasi kepentingan mereka. Menghadapi dilema ini, pilihan tindakan gubernur adalah mengakomodasi kepentingan mereka, namun dengan garansi bahwa prinsip-pinsip good governance tetap menjadi alat kontrolnya. Status quo struktur kelembagaan pun tetap dipertahankan, kepentingan para politisi partai dan birokrat pun tersalurkan. Meski kontestasi politik yang ganas sebagaimana disinyalir dalam studi bureaucratic politics tidak terjadi, namun dalam arena birokrasi pemerintahan daerah yang secara normatif hampir steril dari penetrasi politik ternyata bargaining politik tetap saja tidak bisa dihindari.

The study wants to show that a bureaucracy is actually not an entity that is homogenous, neutral, and isolated from political dynamics. It is even a most real arena in which many political bargaining occurred between many actors involved in any power relations. There are most significant arenas where the political bargaining occurred in the state bureaucracy of West Sumatera Province at postelection of June 2005. The arenas are organizational arrangements and official posting. Three categories of actors mostly legitimate to involve in the political bargaining in the arenas are governor, party politicians in legislature, and top bureaucrats in local government. The Governor’s interests in the arenas are not only to maintain an effective government and to create loyal political machine, but also to keep its commitment to good governance. The party politicians’ interest (of the governor’s supporting parties and its rival ones) is to provide their constituents or supporters with profit or benefit. And the top bureaucrats’ interest is to find out opportunities in order to the institution they stand on remains to survive and gets better position and higher echelon. However, there are double standards applied in the mechanism of interest contestation. On one side, Governor wants to experiment with its commitment to good governance, but on the other side, it must be willing to accommodate many interests of other actors though they against with its personal obsession. It may disregard the interests of supporting party politicians and those of bureaucrats that ever provided it with dedication before as well as those of the majority of party politicians in the Representative Assembly at provincial, local, or municipal level. As a result, the status quo of the institution can be maintained and the interests of the supporting party politicians and top bureaucrats can be distributed fairly with assurance that the good governance remains to be its controlling instruments.

Kata Kunci : Birokrasi Pemerintah Daerah,Kontestasi Politik, bureaucratic politics, political contestation, interest


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.