Politisasi Etnis :: Strategi politik Etnis Lampung memanfaatkan liberalisasi politik dalam rekrutmen jabatan publik di Propinsi Lampung tahun 1999-2007
MARYANAH, Tabah, Dr. I Ketut Putra Erawan, MA
2007 | Tesis | S2 Ilmu PolitikPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi politik elit politik Lampung memanfaatkan isu etnis untuk rekrutmen jabatan-jabatan publik di era liberalisasi politik. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap para pejabat, para mantan pejabat, ketua-ketua paguyuban Jawa, pengamat politik, dan para wartawan. Selain itu peneliti juga memanfaatkan dokumen dari Badan Kepegawaian Daerah, Sekretariat Daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah, dan paguyubanpaguyuban Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi politisasi etnis dalam rekrutmen jabatan publik. Politisasi etnis dilakukan untuk mencari pejabat yang loyal. Loyalitas diukur dari kekerabatan, kesamaan etnis, kesediaan membayar jabatan, dan kesediaan mengutamakan kepentingan gubernur. Dari proses rekrutmen jabatan publik dan siapa yang direkrut terlihat bahwa gubernur menggunakan strategi survival langsung, partisan, dan yang membayar. Strategi tersebut memberi keuntungan kepada gubernur, yaitu mengamankan posisinya dan untuk investasi politik dalam Pemilihan Gubernur 2008. Politisasi etnis terjadi karena liberalisasi politik, otonomi daerah, dan desentralisasi kepegawaian. Ketiganya menyebabkan etnis Lampung mempertanyakan power sharing dalam politik dan birokrasi setelah sebelumnya politik, birokrasi, dan ekonomi dikuasai oleh etnis Jawa. Etnis Lampung juga melakukan pendefinisian kembali atas dirinya, dengan menggunakan isu putra daerah. Etnis Lampung mengklaim sebagai etnis lokal dan melakukan klaim atas teritori Lampung. Liberalisasi politik, otonomi daerah, dan desentralisasi kepegawaian juga memberikan kekuasaan yang sangat besar dalam rekrutmen jabatan publik kepada gubernur. Kekuasaan gubernur menjadi sangat besar juga karena tidak adanya kontrol dari DPRD, partai politik, maupun masyarakat dalam rekrutmen jabatan publik. DPRD, partai politik, dan masyarakat menganggap bahwa rekrutmen jabatan publik merupakan otoritas birokrasi, bukan domain mereka. Akibat dari semua itu adalah politisasi etnis dalam rekrutmen jabatan publik. Dan pada saat yang bersamaan etnis Lampung berhasil menguasai partai politik, DPRD, dan jabatan-jabatan politik. Maka terjadilah reclaiming position atas jabatan-jabatan politik dan jabatan-jabatan publik oleh etnis Lampung. Politisasi etnis dalam rekrutmen jabatan publik menyebabkan layunya birokrasi perwakilan. Ditambah dengan terjadinya reclaiming position atas jabatanjabatan politik dan jabatan-jabatan publik oleh etnis Lampung menimbulkan resistensi etnis Jawa.
This research aims to identify the political strategy conducted by Lampungnese elites in liberalization era in making use of ethnicity in public officer recruitment. The methods employed in the research were in-depth interview and documentary. I interviewed some respondents i.e. officers, ex-officers, Javanese organization leaders, political analysts as well as journalists. I also used documents from Lampung Civil Service Agency, Province Secretary Agency, Local Electoral Council, Javanese organizations. My research ends up with conclusion that ethnic politicization is employed in public officer recruitment aimed to ensure officers’ loyalty to governor. The loyalty can be constructed through clan and ethnic affiliation, willingness to serve governor’s interest, and willingness to pay. From public officer recruitment processes as well as the persons recruited, it is clear that the governor uses directed survival and partisanship strategy. The choice to employ such strategies has strong link with his political investment to ensure his position in 2008 direct election of executive head of local government. Ethnic politicization is made possible by political liberalization and decentralization carried out since the end of 1990s. Such process has opened up spaces for indigenous citizens to gain power and economic resources which had been dominated by Javanese for a long time. Arguing that the Lampungnese has bigger rights over their territory, they demand more power over political and economic resources. Moreover, the decentralization and political liberalization has given more power to governor to manage public officer recruitment. On the one hand, the governor gains strong power as he has control over political parties, local parliament and public opinion. On the other hand, there is a shared belief among people that public officer recruitment is not their domain; it is bureaucracy’s business. As the result, supported by the domination of the Lampungnese in political parties and local parliament, ethnic politicization can take place easier especially in reclaiming political and public officers. This reclaiming process has sparked controversy and even resistance among Javanese. This ethnic politicization has weakened the idea of representative bureaucracy.
Kata Kunci : Politik Etnisitas,Rekrutmen Jabatan Politik,Strategi Politik, ethnic politics, ethnic politicization, public officer recruitment, strategy of political actors.