Analisis biaya AIDS berdasarkan perspektif pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
SITUMORANG, Benri, Prof.dr. Ali Ghufron Mukti, MSc.,PhD
2007 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat (Kebij. Pembiayaan daLatar belakang: Rumah Sakit Dr. Sarjito Yogyakarta merupakan Rumah Sakit pemerintah dan ditetapkan sebagai salah satu pusat distribusi obat antiretroviral terapi (ART) bagi penderita AIDS. Rumah Sakit ini memiliki jumlah pasien AIDS paling banyak diantara Rumah Sakit lainnya di Yogyakarta. Penelitian ini adalah deskripsi tentang biaya dan karakteristik pasien AIDS selama melakukan pengobatan baik di Rumah Sakit Dr. Sardjito dan Rumah Sakit lain sebagai tempat perawatan pasien. Tujuan: Untuk mengetahui berapa biaya pengobatan pasien AIDS yang disebabkan oleh penyakit AIDS yang disebut sebagai infeksi oportunistik selama melakukan pengobatan serta mengetahui sumber pembiayaan pasien dan tingkat kesulitan pasien dalam menyediakan biaya untuk pengobatan. Desain: Merupakan penelitian potong lintang terhadap 43 pasien AIDS di Rumah Sakit Dr. Sardjito. Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur tentang berapa biaya yang telah dikeluarkan sejak pertama mereka mengetahui positif AIDS. Komponen biaya pengobatan pasien akibat AIDS terdiri atas biaya rawat inap Rumah Sakit, biaya laboratorium dan biaya obat-obatan karena infeksi oportunistik. Komponen biaya tersebut menjadi total biaya pengobatan pasien AIDS. Hasil: Pengeluaran terendah biaya kebutuhan hidup, biaya kesehatan dan obat-obatan pasien AIDS perbulan adalah Rp. 335.000, dan tertinggi Rp 6.450.000. Secara keseluruhan median pengeluaran kebutuhan hidup pasien, kesehatan dan obat-obatan adalah Rp 990.000 perbulan. Rata- rata biaya perawatan pasien AIDS di RS Dr. Sardjito perbulan Rp. 541.211,22. Lama pasien ART telah positif AIDS rata-rata 17,37 bulan dan pasien AIDS paling lama melakukan perawatan dan pengobatan AIDS adalah 86 bulan. Sumber pembiayaan pengobatan pasien AIDS selama melakukan pengobatan 79,1% berasal dari bantuan orang tua, saudara dan keluarga besar. Kesimpulan: Rata-rata pengeluaran pasien untuk pengobatan AIDS sangat tinggi karena sebagian besar pasien sudah lama menderita panyakit AIDS. Pasien AIDS pada umumnya tidak langsung melakukan pengobatan karena takut diketahui orang lain. Disamping itu pengetahuan pasien tentang tentang penyakit AIDS sangat rendah. Satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah resistensi obat dan karena beberapa pasien tidak teratur meminum obat antiretroviral.
Background: Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta is a public hospital which has been designated as one of antiretroviral therapy drug distribution centers for AIDS patients. The hospital has the biggest number of antiretroviral therapy patients in Yogyakarta. This study describes medication cost of AIDS patients at Dr. Sardjito Hospital and other hospitals as place of medication. Objectives: To find out medication cost of antiretroviral patients caused by AIDS disease known as opportunistic infection, funding resources of patients and the problem in providing fund for medication. Method: The study was a cross sectional design with as many as 43 antiretroviral therapy patients. It used structured questionnaire to find out the cost spent since the first time they were identified as having AIDS positively. Components of cost consisted of cost of hospitalization, laboratory and drugs for opportunities infection. These components become total medication cost of AIDS patients. Result: The result expenditure of antiretroviral therapy patients for living cost, health cost and drugs per month was Rp 335,000,- the highest was Rp 990,000,-. Average cost of antiretroviral therapy patient care at Dr. Sardjito Hospital per month was Rp 541.211,22. Average length of the patient having AIDS positively was 17.37 months and the longest time they had AIDS medication and care was 86 months. Financial resources of medication of antiretroviral patients as much as 79.1% came from parents, families and relatives. Conclusion: Average expenditure of antiretroviral patients for AIDS medication was relatively very high because most of the patients had been suffering from AIDS for long. In general AIDS patients did not directly seek for medication because they did not want other people to know about their illness. Besides they had very little knowledge about AIDS disease. As many patients did not take medicine regularly. This incompliance might cause drug resistance.
Kata Kunci : Pembiayaan Kesehatan,Pengobatan AIDS, medication cost, antiretroviral therapy, compliance, AIDS patients