Evaluasi pelaksanaan Program Gizi Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan
HARIANJA, Saritua, dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
2007 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat (Kebij. dan Manaj. PeLatar Belakang: Program kesehatan dari departemen kesehatan adalah umum sebagai suatu strategi sementara untuk menghambat permasalahan kesehatan di negara-negara berkembang. Berbeda dengan pelayanan kesehatan yang tersentralisasi, program pusat sulit dikontrol dan dikelola sesuai dengan situasi dan permasalahan lokal. Kami menggunakan desain organisasi Mintzberg untuk mempelajari kelebihan dan kelemahan praktek program tersentralisasi. Program pusat yang dari kantor menteri kesehatan sering dianggap layak untuk menyelesaikan permasalahan sederhana seperti pengiriman paket gizi ke masyarakat. Akan tetapi ketika permasalahan gizi benar-benar terjadi, seiring perlu tindak lanjut, petugas perawatan gizi dan aparat daerah tidak mempunyai kekuatan dan sumber daya untuk menghadapinya. Penelitian ini mencoba untuk memahami strategi pelaksanaan organisasi dari program gizi di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan. Metode. Studi kasus ini menggunakan data sekunder melalui laporan petugas dari puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten. Responden diwawancarai secara mendalam berkenaan dengan pelaksanaan program di tingkat puskesmas tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2006. Hasil. Seksi KIA-Gizi di dinas kesehatan kabupaten bertanggung jawab pada pelaksanaan program gizi. Meskipun puskesmas mempunyai sedikitnya satu petugas gizi, aktivitas utama mereka adalah melaksanakan program dinas yang berasal dari pusat. Aktivitas dilakukan menurut ketersediaan dana. Tidak ada penyelesaian masalah yang nyata dan konkrit ketika petugas kesehatan melakukan di wilayah berbeda dari program departemen kesehatan. Di samping itu, kontrol kabupaten yang lebih kuat melalui sumber daya program telah mengarahkan pada ketergantungan pekerjaan di antara petugas kesehatan di tingkat puskesmas. Petugas kesehatan yang mengidentifikasi permasalahan gizi yang perlu ditindak lanjut tidak mempunyai kapasitas untuk menghadapinya. Desain mesin adalah tidak dapat dihindarkan jika ketersediaan sumber daya manusia adalah betul-betul dipertimbangkan, tetapi petugas kesehatan dapat melakukan lebih banyak untuk menyelesaikan permasalahan lokal jika mereka mempunyai dukungan dan pengawasan yang lebih baik dari manajer puskesmas. Kesimpulan. Desain organisasi mesin yang sekarang berjalan dalam program gizi puskesmas belum mampu memecahkan permasalahan masyarakat miskin. Puskesmas diminta untuk melakukan lebih banyak pengawasan melalui kegiatan dan bertindak sebagai fungsi pendukung dan pengawas yang mewakili dinas kesehatan kabupaten
Background. Vertical programs are common as an interim strategy to tackle health problems in developing countries. In contrast with centralized health system decentralized programs are easy controlled and are managed according to local situation and problem. We use Mintzberg organizational design to learn the strength and weakness of the practice of centralized program. Vertical programs from centralized health minister office have been traditionally considered reasonable for solving relatively simple problems such as delivering nutrition package to community. However when nutrition problems really exist and need follow-up actions, nutrition care workers have no power and resources to deal with. This study seeks to understand the organizational implementation strategies of nutrition program at the health center level. Method: This case study design use secondary data through official report from puskesmas and district health offices. Respondents from puskesmas dan district health office were depth interviewed regarding program implementation at the puskesmas level. The study took place in Agustus- October 2006. Result: Health centers have not been able to reach their national target in nutrition program. Mother and Child-Nutrition Section of district health office is responsible for nutrition program implementation. Although puskesmas has at least one nutrition health worker, their activities are mainly implementer of district health office program. Activities operate under the fund availability. There is no real and concrete problem solving is possible when health workers engage in different areas of vertical program. Besides, district stronger control over the program resources has led to work dependency among health workers at puskesmas level. Health workers who identify nutrition problems that need follow-up have no capacity to deal with them. The use of machine bureaucratic design is unavoidable if available human resources are considered. However, health workers could do more to solve the local problems if they have support and better supervision from puskesmas managers. Conclusion: The existing machine bureaucratic design of puskesmas nutrition program has not been able to address the problems of the poor. Puskesmas is asked to take more control over their field program and act as both the support and supervision function of district health office.
Kata Kunci : Kebijakan Kesehatan,Program Gizi,Puskesmas, vertical-horizontal approach, nutrition program, organizational design