Laporkan Masalah

Evaluation on implementation of National Curriculum Reform at Primary School in Cambodia

SAMLAUT, Sar, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si

2007 | Tesis | S2 Administrasi Negara

Menurut survai oleh Asian Development Bank (2003) baru-baru ini, Kamboja menduduki peringkat bawah pada tingkatan indicator pendidikan untuk ukuran standar regional. Akses masuk ke kelompok bermain dan sekolah menengah masing-masing di bawah 10 dan 20% dari jumlah populasi. Angka tinggal kelas untuk murid laki-laki maupun perempuan sangat tingggi, terutama di tingkatan pendidikan rendah. Secara umum kualitas pendidikan dalam banyak anak dan menjaga mereka untuk ditangani. Tujuan utama menyekolahkan lebih banyak anak dan menjaga mereka untuk tetap bersekolah sanat tepat untuk diterapkan di Kamboja. Namun apa yang dikerjakan anak-anak di sekolah dan apa yang mereka pelajar juga penting. Salah satu tanggapan yang muncul baru-baru ini atas kebijakan inisistif untuk meningkatkan kualitas tersebut di atas adalah Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan (EQIP), yang ditetapkan pada 10 cluster di propinsi Takeo pada tahun 1999 dan diperluas untuk menjangkau 170 cluster pada tahun 2004 setelah lima tahun penerapannya di tiga propinsi yaitu Takeo, Kandal, dan Kampot. Di sini “kualitas” diartikan sebagai karakteristik sekolah yang efektif yang telah dinyatakan pada dokumen proyek awal. Fokus konseptual penelitian ini adadalah gagasan reformasi pendidikan, yang diartikan sebagai pengalaman dan pelajaran yang didapat dari penerapan EQIP untuk meneruskan perbaikan dan menjawab pertanyaan kunci dalam penelitian ini. Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk meneliti dan menganalisa wilayah dan faktor kunci yang mempengaruhi proses penerapan reformasi pendidikan, yang akan dianggap sebagai satu studi kasus yang mewakili mayoritas reformasi pendidikan. Melalui analisa terhadap 5 variable yang digunakan dalam studi penelitian ini, ditemukan banyak bukti dalam proyek tersebut yang secara umum menunjukkan pembangunan sarana dan prasarana dan dukungana teknik juga menjadi factor sukses. Seperti yang dibuktikan dari penelitian ini, salah satu kunci keberhasilan desentralisasi dalam pendidikan Kamboja aalah jumlah gaji bagi para administrator dan pegawai yang akan memotivasi mereka untuk bekerja dengan baik dan bisa menenerima perubahan. Terlebih lagi, masyarakat adalah mitra utama dalam membantu perkembangan dan kemajuan bidang pendidikan untuk mempromosikan pembangunan sekolah di Kamboja. Kujunagn para pengawas ke semua mainstream merupakan aktivitas pengawasn yang penting karena langsung menghubungkan praktek di tingkat daerah dengan kebijakan nasional. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada banyak perbaikan, sifat berkelanjutan dari reformasi tersebut masih menjadi sebuah masalah dalam sektor pendidikan di Kamboja. Kapasitas juga masih menjadi satu masalah. Kepala Cluster, Sekolah dan staf tidak berpengalaman tentang system desentralisasi. Jadi, meskipun EQIP bekerja sekeras mungkin, masalah-masalah masih ada. Dalam hubungannya dengan masalah-masalah di atas, penelitian menyarankan: (a). Staf di tingkat kementrian, propinsi dan distrik harus benar-benar mengerti konsep desentralisasi. Pelatihan dan dukungan pada area ini dibutuhkan pada tingkat kementrian dan propinsi sebelum mencob konsep baru desentralisasi dan juga pendekatan partisipasi pada tingkat distrik dan lokal. (b). Kepemilikan dan tanggung jawab harus didukung pada tingkat lokal. Kantor-kantor mainstream harus terbuka pada mereka, memperkenalkan mereka pada ide-ide baru dan memungkinkan mereka untuk membuat keputusan.(c). Transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen juga harus didukung. (d).Komitmen adalah hal yang esensial pada semua level. (e). Gaji guru harus ditingkatkan hingga pada level yang layak, sesuai dengan semakin naiknya biaya hidup di Kamboja

According to the recent survey of the Asian Development Bank (2003), Cambodia ranks low on a range of educational indicators by regional standard. Access to pre-school and secondary schooling has been limited to less than 10 percent to 20 percent of population, respectively. Repetition rates for both boys and girls are extremely high, especially in the lower grades of schooling. The quality of education is very low in general and became a matter of concern. The term “quality” does appear in the documents but is not directly addressed in any depth. The leading objectives of getting more children into schools and keeping them there are certainly appropriate for Cambodia. However what they actually do there and what they learn are also important. One of the recent initiative policy responses for improving quality as above-mentioned had been the Education Quality Improvement Project (EQIP), which piloted in ten clusters in Takeo province in 1999 and expanded to cover all 170 clusters in 2004 over five years of its implementation in the three provinces of Takeo, Kandal and Kampot. The quality, here, was defined in terms of the characteristics of effective schools set out in the initial project documents. The conceptual focus of this research study is the notion of education reforms, defined as the uses experience and lesson learned from the implementation of EQIP in order to further improvements and to answer to the key question in this research study. The study also uses a qualitative descriptive method to examine and analyze the key areas and factors influencing the process of the implementation of the reforms, which will be taken as a case study representing the majority of education reforms. Through out the analysis of the five variables used in this research study, there were many evidences within the project to show that, in general, the capacity building and technical support had been successful factors. It is also evidenced that, one of the key to making decentralization work in Cambodia education would be the provision of remuneration to administrators and officials, which gives them motivation to perform well and to be open to change. Moreover, community is the major partner factor in assisting educational field for development and progress. Supervision visits of all levels of the mainstream were important monitoring activities because it directly linked local practice and national policy. The study also provides us that despite of many improvements, sustainability of the reforms is still a problem in education sector in Cambodia. Capacity is also still a problem. Cluster and school directors and staff at all mainstream offices are not experienced in decentralization system. Therefore, even EQIP had worked so hard, the important problems still remain. In relation to the issues mentioned above, the researcher suggests that: (a). The ministry, provincial and district staff understand clearly the concept of decentralization. Training and support in this area is needed at the ministry and provincial levels before trying the new concept of decentralization as well as participatory approach at district and local levels. (b). Ownership and responsibility should be promoted at local level. (c). Transparency and accountability in management should also be promoted. (d). Commitment is essential at all levels. (c). Efforts should be made to increase teachers’ salaries up to an acceptable level, making it really adequate to meet today’s increasing cost of living.

Kata Kunci : Reformasi Pendidikan, Kurikulum Pendidikan, Peningkatan Kualitas Pendidikan, Education curriculum, Education Reform, Education Quality Improvement


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.