Laporkan Masalah

Analisis industri perumahan RSH Indonesia pasca diberlakukannya Secondary Mortgage Facility (SMF)

WIDYATMO, Hantyo, Dr. Bambang Riyanto LS., MBA

2006 | Tesis | Magister Manajemen

Kepemilikan rumah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang harus terpenuhi untuk melangsungkan kehidupannya. Pada kondisi riil, tidak setiap keluarga mampu membali rumah secara tunai. Penyedia fasilitas perumahan (industri perumahan) dan lembaga pembiayaan perumahan (perbankan) tidak mampu malakukan fungsi sampai kepada lapisan yang tidak mampu melakukan pembayaran tunai. Prakteknya, dana perbankan untuk penyediaan rumah secara kredit melalui penerbitan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berasal dari sumber dana jangka pendek, sedangkan KPR merupakan dana jangka panjang. Bila pebankan menerbitkan KPR terus menerus dengan sumber dana jangka pendek, maka bank akan mengalami kesenjangan antara dsumber dana dengan pengeluaran (mismatch funding). Usaha untuk mengatasi permasalahan itu diperlukan sumber dana jangka panjang untuk pendanaan KPR. Sistem ini disebut sebagai Secondary Mortgage Facility yang berlaku setelah disahkannya Perpres No.19 th 2005 bulan Februari 2005. Diberlakukannya SMF ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan KPR oleh perbankan baik dalam besarnya uang muka, besarnya cicilan perbulan, jangka waktu kredit dan besarnya suku bunga KPR. Semua faktor diatas akan mengecil nilainya sehingga memudahkan keterjangkauan masyarakat terhadap produk khususnya Perumahan RSH yang mempunyai konsumen berkemampuan beli yang rendah. Meningkatnya daya beli masyarakat ini akan berakibat pada permintaan akan Perumahan RSH. Lonjakan permintaan ini akan mempengaruhi beberapa perubahan yang menarik untuk dianalisa dalam industri Perumahan RSH ini, seperti persaingan antar perusahaan dalam industri dan bargaining power dari pembeli yang akan meningkat. Peran pemerintah dari pemberlakuan SMF ini sangat tepat. Pemerintah tidak terlibat secara langsung tetapi dapat membuat sebuah stimulan pada industri ini untuk berkembang keluar dari kondisi stagan.

Dwelling ownership is a basic need of peoples in order to sustain their life. In fact, thus household cannot always purchase the house in cash. Housing facility provider (housing industry) and housing finance institution (banks) unable to function toward these stratums that cannot purchase in cash. Practically, banking fund for housing credit through establishment of Kredit Pemilikan Rumah (KPR) obtained from short-term fund, whilst KPR itself is long-term fund. When this sustained, then it will resulted in mismatch funding. Therefore, it anticipated by a system called “Secondary Mortgage Facility” which prevailed after Perpres No.19 on February 2005. The SMF will influence on KPR availability of banks in terms of advance payment, installment per month, credit period, and amount of interest. These factors will decrease and thus further facilitate peoples’ accessibility toward the products, especially RSH Housing which hold the low-affordance consumers. When this affordance can be raised, it will resulted in increasing demand of RSH, which further will give raise interesting dynamics within RSH industry, such as competition among industry and bargaining power. While it seems indirectly, the government’s role upon SMF can stimulate industries to make an outward expansion beyond stagnation condition.

Kata Kunci : Manajemen Strategi,Industri Perumahan,SMF


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.