Laporkan Masalah

Konflik batas daerah :: Studi kasus Konflik batas daerah antara Provinsi Sulawesi Tengah dengan Provinsi Sulawesi Barat pada lokasi Desa Ngovi dan Dusun Mbulawa Desa Bonemarawa

ARIF, Mohamad, AAGN Ari Dwipayana, M.Si

2006 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Batas Daerah merupakan pemisah antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dan dalam ruang lingkup batas daerah itulah dilaksanakan penyelenggaraan kewenangan masing-masing daerah yang berarti kewenangan suatu daerah pada dasarnya tidak boleh diselenggarakan melampaui batas daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Di Propinsi Sulawesi Tengah terdapat statu kasus yakni wilayah Desa Ngovi dan Dusun Mbulawa Desa Bonemarawa yang selama ini dibina oleh Pemerintah Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah, akan tetapi secara yuridis formil berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 1991 tentang Penegasan Garis Batas Wilayah antara Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah, kedua Desa dan Dusun tersebut masuk kedalam wilayah Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Selatan yang saat ini wilayah tersebut telah menjadi bagian dari Kabupaten Mamuju Utara Propinsi Sulawesi Barat berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2004 tentang Pemekaran Propinsi Sulawesi Barat. Hal inilah selanjutnya menimbulkan konflik batas antar kedua Daerah yang berbatasan. Dalam penelitian digunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil temuan dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Konflik batas daerah ini muncul sebagai akibat dari adanya kebijakan penataan batas daerah berdasarkan Kepmendagri No. 52 Tahun 1991 terutama setelah pemasangan Tugu / Patok Batas pada kawasan perbatasan antara Kabupaten Donggala dengan Kabupaten Mamuju yang kurang melibatkan masyarakat setempat; 2) Pola-pola intervensi terhadap kasus wilayah Desa Ngovi dan Dusun Mbulawa Desa Bonemarawa telah diupayahkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah bersama Pemerintah Kabupaten Donggala melalui rapat / pertemuan dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten Mamuju yang melibatkan Pemerintah (Departemen Dalam Negeri) dalam rangka menfasilitasi dan memediasi penyelesaian konflik batas daerah ini, namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang dapat diterima oleh kedua Pemerintah Daerah yang berbatasan; 3) sosialisasi Batas daerah kepada masyarakat Ngovi dan Mbulawa sesuai Kepmendagri No. 52 Tahun 1991 tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat dan mereka bertahan kalau wilayah Desa dan Dusun tersebut adalah wilayah Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah; 4) Dengan terbentuknya Propinsi Sulawesi Barat, upaya Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka penyelesaian konflik batas yang selama ini telah terbangun dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, harus dibangun kembali dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Barat. Untuk membangun kesepakatan dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Barat dalam rangka penyelesaian konflik batas daerah ini, dapat disarankan kepada Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah untuk mempersiapkan kompensasi atau areal pengganti bagi kedua lokasi Desa Ngovi dan Dusun Mbulawa Desa Bonemarawa Kecamatan Rio Pakawa tersebut, sehingga diperoleh penyelesaian yang bersifat Win-Win Solution. Namun demikian apabila penyelesaian konflik ini mengalami jalan buntu karena kedua Pemda yang berbatasan masih bersikeras dengan pendapat masing-masing, maka Departemen Dalam Negeri dapat menjadi Arbitrator sesuai kewenagan yang dimilikinya, sehingga apapun keputusan yang diambil oleh Pemerintah Pusat dapat diterima oleh kedua Pemerintah Daerah yang berbatasan. Sebagai antisipasi untuk mencegah munculnya konflik sosial, .Kedua daerah yang berbatasan perlu melakukan sosialisasi penataan batas yang lebih intensif kepada masyarakat, disamping itu dalam rangka penyelesasian kasus wilayah Desa Ngovi dan Dusun Mbulawa Desa Bonemarawa ini perlu dilakukan koordinasi yang lebih baik dan terarah antar Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten yang berbatasan.

Regional borders are separating lines between regions each other. It is in the scope of the regional border that the enforcement of authority by each region is done, meaning that a region's authority essentially may not be enforced by passing over other region's border determined in any regulations. In Central Sulawesi Province, there is a unique case. The territories of Ngovi Village and Mbulawa Subvillage of Bonemarawa Village, are previously developed by the Government of Donggala Regency, but based on Domestic Minister Decree No. 52/1991 on Confirmation of Territorial Borderlines between South Sulawesi Province and Central Sulawesi Province, they are included into the territory of Pasangkayu Subdistrict, Mamuju Regency, South Sulawesi Province whereas now the territory is a part of North Mamuju Regency, West Sulawesi Province based on Law No. 26/2004 on the Developing of West Sulawesi Province. It is the case that caused a border-related conflict between both the adjacent regions. The research uses a descriptive qualitative method and the results can be presented as follows. First, the conflict in these regions arises as a result of policy on the restructuring of regional borders based an Domestic Minister Decree No. 52/1991, especially after the installation of border stakes in the adjacent regions of Donggala Regency and Mamuju Regency that have not involved local societies. Second, the pattern of intervene in both Ngovi Village and Mbula.wa Subvillage, Bonerawa Village, has begun to be sought by the Government of Central Sulawsi Province with that of Mamuju Regency that involved also Central Government (Domestic Department). The intervene aims both to facilitate and to mediate the settlement of this border-related conflict. But actually the efforts do not yet give positive results that can really be accepted by both the adjacent local governments. Third, the socialization of regional border to the societies of Ngowi Village and Mbulawa Subvillage that agree with the Domestic Minister Decree No. 52/1991 can not be accepted by both societies and each still insisted that the territories of both the village and subvillage are included in the territory of Donggala Regency, Central Sulawesi Province. And fourth, by the establishment of West Sulawesi Province, the efforts of Central Sulawesi Province in the settlement of the border-related conflict previously done with South Sulawesi Province must also be done with the Government of West Sulawesi Province. In order to establish an agreement with the Government of West Sulawesi Province in term of settling the border-related conflict, it can be suggested that it should prepare any compensations or substitutive areas for the locations of Ngovi Village and Mbulawa Subvillage, Bonerawa Village, Rio Pakava Subdistrict, so that a kind of win-win solution can really be achieved_ But, if the settlement of the border-related conflict comes to get a deadlock due to the fact that the adjacent local governments still insist in their respective opinions, Domestic Department can present as an arbitrator that because of its great authority, any decisions taken by the Central Government can be accepted by the adjacent local governments. As anticipation in preventing the rise of social conflicts, the two adjacent regions are necessary to enforce socializations on more intensive border-structuring to both societies. Finally, in term of settling the border-related conflict, it is necessary to immediately enforce a better and more intended coordination between the Central Government and both the adjacent provinces and regencies.

Kata Kunci : Konflik Perbatasan,Kebijakan Batas Daerah, Conflict, Regional Border


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.