Laporkan Masalah

Demokrasi dalam Islam :: Studi perbandingan pemikiran Muhammad Abid Al-Jabiri Abdolkarim Soroush

SUSANTO, Happy, Prof.Dr. Machasin

2006 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan Agama

Demokrasi merupakan sebuah konsep politik yang berasal dari tradisi pemikiran Barat. Sejarah pertemuan umat Islam dengan peradaban Barat, salah satunya memunculkan perdebatan seputar menerima atau menolak demokrasi. Respon intelektual Muslim terhadap demokrasi dipetakan ke dalam tiga kelompok, yaitu fundamentalis, sekular, dan moderat. Kelompok pertama cenderung menolak demokrasi, meski ada yang menerima namun bersikap apologis. Kelompok kedua menerima demokrasi, tanpa perlu merujuk pada tradisi agama. kelompok ketiga mensintesiskan hubungan Islam dan demokrasi sebagai dua hal yang kompatibel. Muhammad Abid al-Jabiri dan Abdolkarim Soroush merupakan intelektual Muslim yang memandang bahwa Islam kompatibel dengan demokrasi, dan keduanya termasuk dalam kelompok moderat. Dengan pendekatan analitis-interpretatif, thesis ini bermaksud memahami perbandingan pemikiran keduanya tentang demokrasi dalam Islam. Kedua intelektual itu memiliki pandangan filosofis yang sejalan tentang ide demokrasi dalam Islam. Misalnya, konsep otoritas dalam Islam tidak saja dipahami sebagai bentuk kedaulatan Tuhan, namun yang lebih penting bahwa konsep ini juga memerhatikan aspek hak dan kedaulatan manusia. Syariah perlu direinterpretasi agar sesuai dengan konteks perubahan zaman dan dapat mengarah pada pencapaian tujuannya (maqashid asy-syariah), yaitu aspek kemaslahatan manusia. Untuk mendukung kehidupan politik yang demokratis, kebebasan perlu ditegakkan, termasuk kebebasan beragama. Kebebasan, persamaan, dan toleransi merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi. Perbedaan keduanya terletak pada relasi agama-negara. Dalam hal ini, al- Jabiri memiliki pandangan yang “liberal” bahwa konsep sebuah negara tidak perlu berdasarkan identitas agama. Umat Islam diberikan kebebasan penuh untuk menjalankan kehidupan politiknya, tanpa terbebani oleh rujukan teks-teks Islam yang masih debatable. Dengan demikian, ia memandang bahwa penerapan syariah dalam sebuah negara tidak perlu karena sesungguhnya syariah belum penah diterapkan secara sempurna. Sedangkan Soroush berpandangan sebaliknya bahwa identitas agama perlu ditambatkan ke dalam ide sebuah negara (demokrasi), dengan mengusung gagasan “pemerintahan demokrasi agama”. Ia pun setuju bahkan mendukung penerapan syariah dalam negara karena hal itu dianggap akan sangat mendukung proses politik pemerintahan. Berdasarkan perbedaan itu, dapat disimpulkan bahwa al-Jabiri adalah seorang intelektual Muslim “moderat-liberal”, sedangkan Soroush adalah seorang intelektual Muslim “moderat-konservatif”. Mereka adalah figur moderat yang berkecenderungan secara berbeda.

Democracy is a political concept which comes from the Western tradition. Muslim encounter with Western civilizations has opened up debates on whether or not Islam is compatible with the idea of democracy. The responses of Muslim intellectuals to democracy can be mapped into three groups, ie. fundamentalist, secular, and moderate responses. Al-Jabiri dan Soroush are categorized as moderate intellectuals because they think that Islam is compatible with democracy. Using the analytic and interpretative approachs, this research compares al- Jabiri and Soroush’s thoughts about democracy in Islam. To assess Islam’s compatibility with democracy, this thesis will analyze the issues of authority, syariah, and freedom according to the two scholars. Al-Jabiri and Soroush agree that the concept of authority in Islam cannot be interpreted simply as God’s sovereignty, but it also concerns human rights and sovereignty. A leader put justice as his/her central concern in practicing policies for citizens. To pursue this hope, they also propose that syariah should be reinterpreted in order to be harmonize in accordance changing circumstances and time. In that way, syariah can attain its purposes (maqashid asy-syariah), integrated as the aspect of human goodness. A democratic life also needs freedom as a fundamental value. Al-Jabiri has different understanding with Soroush about the relationship between religion and state. Al-Jabiri sees that Muslims are free to choose democracy as their political life. He doesn’t agree the integration of religion and state. In this case, he doesn’t agree the implementation of syariah in the state. Meanwhile Soroush sees that religion has an important role in the state, so that he agrees the implementation of syariah because according to him it supports the political process of the state. He proposes the idea of ”religious democratic governance”.

Kata Kunci : Islam,Demokrasi,Abdolkarim Soroush dan Muhammad Abid Al Jabiri,Islam, democracy, al-Jabiri, Soroush, authority, syariah, freedom


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.