Agama dan konstruksi seksualitas remaja :: Studi kebudayaan tentang mekanisme disiplin tubuh di sekolah
ZAKY, Maesur, Prof.Dr. Irwan Abdullah
2006 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan AgamaPenelitian ini berangkat dari pertanyaan: bagaimana diskursus dalaq di pesantren? Kemudian bagaimana dalaq dipraktikkan dan dirasionalisasikan dalam konteks keseharian santri? Asumsi dasar yang dijadikan pijakan di sini adalah penemuan Kinsey yang menyatakan bahwa dalam setiap seksualitas manusia itu terdapat dua kutub orientasi seksual, yakni heteroseksual dan homoseksual. Di antara dua kutub tersebut Kinsey memberikan skala-skala yang hal itu berubah bergantung pada kondisi sosial setiap manusia. Teori yang penulis gunakan di sini adalah discourse analysis. Diskursus dalaq merupakan satu diskursus yang bukanlah berasal dari ruang hampa, tetapi terdapat proses-proses dan relasi-relasi yang memproduksi serta mereproduksi diskursus dan praktik homoseksual ini. Relasi kuasa antara guru dan murid atau dengan sesama murid dalam praktik-praktik homoseksual serta melahirkan beberapa tipologi perilaku seksual di pesantren: Ngobu, Ngecer dan Nyolo. Di sini penulis juga menemukan beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan diskursus ini, seperti, lingkungan, pergaulan sesama jenis, kekangan, larangan-larangan dalam kitab klasik, statemen sehari-hari santri, model-model kamar, kamar mandi, serta kantor mahrom (panoptic). Analisis penulis terletak pada paradoks yang terjadi di pesantren, yang di satu sisi tidak memberikan ruang yang cukup atas interaksi heteroseksual (dengan lawan jenis), namun di sisi lain juga melarang homoseksualitas dengan argumen agama (larangan sodomi-liwath). Dari sini lahirlah logika irtikabu akhaffu dhararin (yakni melakukan perbuatan yang resikonya lebih ringan) yang dipraktekkan oleh santri. Penulis berkesimpulan bahwa ruang gerak santri yang terbatas, terfokus pada belajar dan menempa diri dengan nilai moral keagamaan, menempatkan santri pada sebuah discipline dan time table aktifitas serta lingkungan yang ketat. Homogenitas interaksi, masuknya santri baru ke pesantren pada masa-masa pertumbuhan (adolescence) serta larangan dan hukuman (punishment) bagi mereka yang melakukan interaksi antar jenis dengan argumen larangan agama, memberikan kontribusi dalam mengkonstruksi nalar seksualitas mereka pada diskursus dalaq. Di samping itu, penyebaran power di pesantren tersebar melalui relasi-relasi yang berhubungan satu sama lain, misalnya dalam bentuk regulasi-regulasi yang diterapkan (discipline), ajaran agama (knowledge), struktur bangunan yang terdapat di pesantren (architecture), serta kantor mahrom (panoptic) menempatkan santri berada dalam posisi yang cukup sulit. Lahirlah kemudian logika yang penulis sebutkan di atas.
Kata Kunci : Seksualitas Remaja,Agama,Pendidikan Modern, Pesantren, dalaq, homosexuality