Laporkan Masalah

Yurisdiksi peradilan pidana Indonesia terhadap pelanggaran HAM berat dalam rangka penerapan statuta Roma di Indonesia

TUMPA, Harifin A, Promotor Prof.Dr. H. Bambang Poernomo, SH

2006 | Disertasi | S3 Ilmu Hukum

Kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya perlindungan hak asasi manusia (HAM) sangat meningkat dalam tempo lebih dari dua dekade terakhir ini. Hal ini mendorong dunia untuk mencari solusi, agar pelaku kejahatan lauar biasa (extra ordinary crime) bagi kemanusiaan tidak lolos dari jeratan hukum. Puncak dari usaha tersebut adalah dengan lahirnya Statuta Roma pada tahun 1998 yang mulai berlaku terhitung sejak 1 Juli 2002. Statuta ini telah diratifikasi oleh lebih dari 100 negara di dunia. Indonesia sendiri sampai saat ini belum meratifikasinya, padahal Indonesia dituntut mengadili pelaku-pelaku yang dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan yang telah terjadi di pelbagai tempat di Indonesia. Walaupun pada saat ini Indonesia belum menyetujui Statuta Roma, namun Statuta Roma tetap mengikat Indonesia. ICC adalah merupakan suatu organ internasional pertama yang secara khusus mempunyai kewenangan yang independen di bidang yudikatif. Ia dapat dikatakan merupakan ‘specialized agency United Nation’. Pasal 25 jo Pasal 2 (6) jo Pasal 49 Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa, menyatakan bahwa semua Negara di dunia terikat secara hukum internasional untuk mengikuti keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB. Jika tidak diikuti, Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sanksi kepada Negara tersebut dan menangguhkan hak-hak istimewa sebagai anggota, mengeluarkan dari keanggotaan, melakukan sanksi militer, bahkan dapat mengusulkan pembentukan Pengadilan Pidana Internasional. Atas desakan dunia internasional tersebut, maka pemerintah Indonesia telah membentuk pengadilan HAM yang bersifat ad hoc, untuk mengadili orang yang disangka atau didakwa telah melakukan pelanggaran HAM berat. Pengadilan HAM tersebut telah bekerja, namun hasilnya masih jauh dari harapan dunia internasional, karena dianggap tidak melaksanakan prinsip-prinsip hukum internasional di bidang peradilan hak asasi yang diterima secara universal. Disertasi ini akan mengkaji, apakah pelaksanaan yurisdiksi pengadilan HAM berat sudah sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta Roma dan bagaimana seharusnya pengadilan HAM Indonesia di masa depan. Dalam kajian penulis, ditemukan adanya penyimpangan prinsip-prinsip yang bersifat universal terhadap pelaksanaan yurisdiksi pengadilan hak asasi. Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan yurisdiksi pengadilan HAM Indonesia tersebut terlihat pada hukum materiil, misalnya pertanggungan jawab komando, hukum acara misalnya, tidak dioptimalkannya pengusutan terhadap pelaku di lapangan. Kajian penulis terhadap masalah tersebut didasarkan pada teori universalisme, karena hak asasi manusia berlaku universal di seluruh dunia. Di samping grand theory tersebut, akan ditunjang pula oleh teori di bidang hukum internasional dan di bidang hukum pidana dan hukum acara pidana. Dari penelitian dan kajian penulis terhadap kasus-kasus yang diadili oleh Pengadilan HAM ad hoc, seperti kasus Timor Timur, Tanjung Priok, maka telah ditemukan fakta-fakta yang disimpulkan dalam beberapa kesimpulan, yang pada intinya bahwa pelaksanaan yurisdiksi Pengadilan HAM ad hoc belum terlaksana sebagaimana mustinya menurut ukuran standar internasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan, baik dari segi hukum materiilnya maupun hukum acaranya serta aparat penegak hukum. Penyempurnaan-penyempurnaan tersebut, di samping penyempurnaan di bidang perundang-undangannya, tetapi yang lebih penting bagaimana institusi pengadilan HAM itu berjalan dan dipercaya, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat internasional. Untuk itu sumber daya manusia yang akan menjalankan peradilan itu harus dilakukan oleh orang yang kompeten, berani dan mempunyai integritas yang terpuji.

International society’s awareness about the importance of Human rights protection increases in the more than last two recent decades. It supports the world to seek solution in order to the doer of humanity extra ordinary crime doesn’t escape from law trap. The peak of this effort is appearing Roma Statute in 1998 that have prevailed since July 1, 2002. The Statute has ratified by more than 100 countries in the world. Indonesia itself has not ratified until now, whereas in fact, Indonesia is prosecuted to bring to justice the doers who are accused to do humanity crimes that happen in several places in Indonesia. Although, Indonesia don’t agree Roma Statute yet but Roma Statute still ties Indonesia. ICC is the first international organization that specially has independent power in judicative. It is called specialized agency of United Nation article 25 connected with article 2 (6) connected with article 49 United Nation Charter stated that have been decided by Security Council of United Nation. If it not obeyed, Security Council of United Nation can give sanction to the country and cancel the special rights as member, expelled from membership, gives military sanction, even proposes to form international crime court. Because of pressure from international society, Indonesia government has formed ad hoc Human Rights court. It brings to justice suspected or accused people who have done serious Human Rights violation. Human Rights court has worked but the result still far from the hoping of international society because the court is regarded doesn’t follow the principles of International Law in the human rights judiciary that is accepted universally. The dissertation will investigate whether the implementation of jurisdiction serious Human Rights court has appropriated with the principles that is prevailed in Statute Roma and how should Indonesia Human Rights in future. In the researcher study, it finds there are deviations of principles toward the implementation of jursdiction of Human Rights court. The deviations in the implementation of Indonesian jurisdiction of Human Rights court seem in martial law like commando responsibility, law of procedure like don’t maximize yet the investigating the suspected people in field. The researcher’s research and study towards cases which is accused by ad hoc Human Rights Court such as Timor Timur, Tanjung Priok cases so it is found the facts that which can be concluded as data through analysis approach that appears conclusion that covers Extra Legal, Contra Legal, and miss operation. The researcher study towards the case is based on the universalism theory because human rights prevail universally around the world. Besides the grand theory, it will be support by theory in the field of International Law, criminal law, and criminal procedure law. The conclusion is the implementation of jurisdiction of ad hoc Human Rights Court doesn’t implemented yet as International standard, so It needs revisions In the martial law, procedure law, and institution of law up holder. The revisions not only revisions on formal rule but the more important is how the human rights court run and to be believed by Indonesian society and International society so human resources that will implement the judicator should competent, dare, and have good integrity.

Kata Kunci : Statuta Roma,Pelanggaran HAM Berat,Indonesia


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.