Laporkan Masalah

Perlindungan indikasi geografis dengan adanya otonomi daerah

MANTRA, Ida Bagus Agung Sidi, M. Hawin, SH.,LL.M.,Ph.D

2006 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya produk asli Indonesia yang dimiliki dan dipatenkan oleh negara lain secara tanpa hak, seperti ubi cilembu dan kopi Toraja yang dimiliki oleh pengusaha Jepang, dan aset potensial daerah Bali seperti salak Bali, Vanili Bali dan jeruk Bali oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Indikasi-Geografis (IG) yang tercantum di dalam UURI Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu di dalam pasal 56-58, merupakan salah satu bidang HAKI yang melindungi aset kekayaan asli Indonesia dan aset daerah dari pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari reputasi suatu produk. Sayangnya, perlindungan IG di Indonesia saat ini belum berjalan dengan efektif, yang disebabkan oleh belum adanya kepastian tentang kriteria produk yang dapat dilindungi IG, terdapat beberapa kendala dan permasalahan dalam proses pendaftaran IG dan ruang lingkup perlindungan IG dengan adanya Otonomi Daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawabab dan solusi terhadap permasalahan peraturan IG tersebut. Adapun penelitian yang bersifat eksplanatoris ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, oleh karenanya titik tolak penelitian tertuju pada penelitian kepustakaan dengan menelaah dan mengkaji data sekunder yang diperoleh. Sebagai pelengkap data sekunder juga dilakukan penelitian lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara yang respondennya ditentukan secara non random yakni purposive sampling. Melalui penelitian ini diketahui bahwa kriteria produk IG didasarkan pada karakteristik alam dan karakteristik produknya, salak Bali dilihat dari kedua kriteria tersebut dapat dikategorikan sebagai produk IG, akan tetapi dilihat dari nama yang merupakan “tanda” dalam IG, belum memenuhi syarat dalam perlindungan IG. Terdapat alternatif “tanda” terhadap salak Bali, yaitu salak Sibetan Bali. Kendala dan permasalahan dalam proses pendaftaran Perlindungan IG terletak pada belum adanya kesadaran akan pentingnya perlindungan IG, kurangnya sosialisasi, tidak adaya pihak yang melakukan permohonan, dan permasalahan dalam pihak yang dapat melakukan permohonan IG. Terdapat solusi terhadap pemegang hak IG yaitu, hasil alam asli (salak Bali) dipegang oleh Pemerintah daerah dan hasil olahan (wine, kripik, sale salak Bali) dipegang oleh kelompok petani desa Sibetan. Ruang lingkup perlindungan IG dengan adanya otonomi daerah dilihat dari konsep perlindungannya, fungsi IG dan peraturan induk IG yaitu Merek adalah dalam perdagangan nasional dan Internasional.

The research adopts as background the widespread of indigenous products from Indonesia that are owned and patented by other countries without proper rights, for instance Cilembu yam and Toraja coffee by businessman from Japan, and potential assets from Bali such as salak (snake-fruit) Bali, vanili (vanilla) Bali, and jeruk (pomelo) Bali by some irresponsible parties in Indonesia. Geographical Indication (GI) as stipulated in Law of the Republic of Indonesia No. 15 Tahun 2001 on Mark, i.e., articles 56-58 is one of the sections of the Intellectual Property Rights that protects indigenous asset as well as local assets as Indonesia against any party who wants to derive profits from reputation of a certain product. Unfortunately, GI protection in Indonesia at present has not been running effectively due to lack of certainty in the criteria of the product liable to get GI protection, a number of problems and difficulties in GI registration, and reduced scope of GI protection after the Regional Autonomy implementation. This research aims to offer solutions and answers for the problems in the GI regulation. The research is explanatory and adopts a juridical normative research method. Consequently, it focuses on library research to study and review secondary data. It also conducts field research by means of interview, the respondents of which are determined in non-random, or purposive sampling. The research result reveals that the criteria of GI product are based on both natural characteristic and product characteristic. According to these criteria, for example, Salak Bali falls into the GI product category, but its name that is supposed to be a “sign” of GI has not fulfilled the requirement for GI protection. An alternative for “sign” for this fruit is Salak Sibetan Bali. The problems and difficulties in the GI protection registration result from lack of awareness on the importance of GI protection, lack of socialization, absence of proposing party, and problems related to who can apply for the protection. The solution for these problems is that indigenous product (Salak Bali) should be owned by the Regional Government, while the processed product (wine, chip, and dried fruit) should belong to Sibetan Farmers Group. The scope of GI protection after the Regional Autonomy Implementation viewed from the Concept of GI protection is that the function and primary regulatory of GI, i.e. Mark, is whitin the national and international trade.

Kata Kunci : HAKI,Perlindungan Indikasi,Geografis,Otonomi Daerah, Geographical Indication, Salak Bali, Regional Autonomy


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.