Laporkan Masalah

Analisis Yuridis tentang Wali Adhal di Pengadilan Agama Makassar

ARSYAD, Nirwana, Prof.Dr. Abd. Ghofur Anshori, SH.,MH

2006 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan)

Wali adhal adalah wali yang enggan (menolak) untuk menjadi wali nikah atas perkawinan seorang wanita yang berada dibawah perwaliannya. Perkara wali adhal merupakan salah satu perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikannya berdasarkan hukum formil dan hukum materiil yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian perkara wali adhal di Pengadilan Agama Makassar diperiksa dan diputus secara volunter yanhg didasarkan pada pemahaman Pasal 2 ayat 3 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 bahwa “Pengadilan Agama memeriksa dan menetapkan adhalnya wali calon mempelai wanita”. Pemeriksaan perkara ini dilakukan dengan menghadirkan wali pemohon namun tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara ini. Wali pemohon diberi hak untuk mengajukan pembelaan hak perwaliannya sebagai wali nikah, apabila alasan-alasan pembelaannya dapat dibenarkan maka permohonan wali adhal dapat ditolak atau tidak dapat diterima. Dengan demikian penyelesaian perkara ini terjadi kejanggalan, karena wali yang dihadirkan tidak hanya dimintai keterangan sebagai pelengkap dalam proses pemeriksaan, akan tetapi juga dibenarkan mempertahankan haknya sebagai wali nikah. Oleh karena itu penyelesaian perkara ini semestinya diperiksa dan diputus secara kontradiktur sebagaimana layaknya perkara contentiosa yang mengandung sengketa di dalamnya, sebab selama proses dan diputus secara volunter maka keadilan yang dicapai dalam putusan perkara ini adalah keadilan sepihak, belum mencerminkan keadilan hukum yang sebenar-benarnya dalam masyarakat. Faktor faktor yang mempengaruhi penyelesaian perkara wali adhal di kota Makassar adalah faktor perubahan sosial, faktor kesadaran hukum masyarakat, faktor kultur atau budaya masyarakat dan faktor pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama. Namun dari keempat faktor tersebut yang paling dominan adalah pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama seseorang, karena sebagian besar dari responden mengatakan bahwa penyelesaian perkara wali adhal di Pengadialan Agama Makassar sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut, sebab penyelesaian perkara ini adalah dalam rangka penegakan syariat Islam dibidang perkawinan.

Wali adhal is a guardian who refuses to be a guardian in marriage of a woman under his guardianship. A case related to wali adhal is in the domain of the Court of Religious Affairs, which means that the Court has the authority to receive, examine, try, and settle the case according to the formal and material laws in effect at the Court of Religious Affairs. The research results show that the Court of Religious Affairs examines and decides a wali adhal case in a voluntary manner based on the interpretation of Article 2 item 3 of the Decree of Minister of Religious Affairs No. 2/ 1987 on Wali Hakim, which stipulates that “The Court of Religious Affairs examines and decides the adhal state of the bride’s guardian”. The court examination the case by presenting applicant’s guardian, but not involving him as a party in the case. The applicant’s guardian is given the rights to claim for his rights of guardianship in one’s marriage and when he presents sound arguments and reasons, then the court will decline, or will not accept the application of wali adhal. Thus, the settlement of such a case becomes uncommon due to the fact that the guardian is presented not only to give information/clarification as support in the examination process, but also to be given his rights to preserve his rights to be a guardian in one’s marriage. So, the settlement should go through a contradictory examination and decision as in a case of contentiosa which contains a dispute. If the court decides it in a voluntary manner, the justice is partial (one-sided), thus, it does not reflect a true justice in the society. The factors that affect the settlement of wali adhal case in Makassar city include social change, people’s legal awareness, culture, and understanding and practice of religious norms and values. The most dominant among these factors is understanding and practice of religious norms as most respondents perceive. They say that the settlement of wali adhal case at the Court of Religious Affairs in Makassar has been influenced very much by this factor as the settlement is intended to enforce Islamic Law in marriage.

Kata Kunci : Hukum Perkawinan,Wali Adhal,Pengadilan Agama, wali adhal – the Court of Religious Affairs


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.