Laporkan Masalah

Dunia orang Parangkusumo :: Studi kasus Wong Wedok Nakal

EFENDI, Yusuf, Prof.Dr. Sjafri Sairin, MA

2006 | Tesis | S2 Antropologi

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keanehan yang saya lihat di Parangkusumo, khususnya di Cepuri yang diyakini sebagai area yang suci (sakral), yang ternyata juga terdapat wong wedok nakal yang dianggap tidak suci (profan). Melihat ini keanehan pertama saya adalah kenapa mereka beraktifitas seks ditempat sakral?. Dari data yang ada, konon fenomena ini sudah berlangsung lama, melihat ini keanehan saya lagi, jika demikian bagaimana orang Parangkusumo mensikapi fenomena ini? Dalam proses pencarian data lagi, saya menemukan tiga domain berupa situs, mitos dan ritual dan anggapan orang Parangkusumo terhadap ketiganya. Ketiga domain itu adalah petilasan Syeh Maulana Maghribi, Cepuri Ratu Kidul, dan Makam Syeh Bela Belu. Asumsi saya ada relasi makna simbolik ketiganya dimana itu menyimpan nalar awam (common sense) orang Parangkusumo. Jika demikian permasalahan besar yang saya ajukan adalah bagaimana orang Parangkusumo membangun kosmologinya untuk mensikapi realitas sosial budaya keseharian mereka, salah satunya terhadap wong wedok nakal ? Jika kosmologi itu ditemukan maka akan menjawab dua keanehan sebelumnya. Dikarenakan ingin mencari nalar awam (common sense) untuk mengetahui konstruksi kosmologi orang Parangkusumo, maka penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis namun tidak secara ketat. Berdasar observasi, wawancara, studi literatur dan dokumen lain, penelitian ini dilaksanakan di Parangkusumo selama kurang lebih 4 bulan (1 bulan tinggal di sana, dan 3 bulan kunjungan setiap malam Selasa dan Jumat Kliwon, karena dua malam tersebut banyak wong wedok nakal dan peziarah di ketiga situs tersebut). Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa konstruksi kosmologi orang Parangkusumo dibangun dari relasi makna simbolik tiga domain di atas. Magrhibi adalah simbol ”Islam Putih”, kebaikan, moral dan perkawinan. Cepuri adalah simbol ”Islam Hitam”, keburukan, amoral dan penyelewengan seksual. Sementara Bela Belu adalah simbol realitas kehidupan sebenarnya, akumulasi dari simbol Magrhibi dan Cepuri yang lekat dengan manusia. Jika demikian maka semua permasalahan di atas terjawab, dan wong wedok nakal menjadi tidak terhukumi negatif. Namun dibalik itu semua, ketiga domain itu saya lihat justru menyimbolkan variasi kekuasaan, yaitu kekuasaan patriarki (lelaki), moral Islam, dan kekuasaan Mataram. Akan tetapi terlepas dari semua simbol kekuasaan yang diperebutkan, sebenarnya justru yang melahirkan kekuasaan itu adalah perempuan, artinya perempuan adalah ibu kekuasaan.

This study deals with power relation and the cosmology shared among the Parangkusumo people due to the sexual practices and rituals in Parangkusumo, Bantul, Jogjakarta. There are three important sites where people do rituals, i.e. Petilasan Syeh Maulana Maghribi, Cepuri Ratu Kidul, and the grave of Syech Bela Belu. All of those areas, especially in the Cepuri area, have been believed as a holy or sacred area. People are not allowed to say, to behave, or even to have merciless purposes when they visit the Cepuri. Despite the fact, there are many the unholy- wong wedok nakal in the area. The study aims at studying how and why the wong wedok nakal practice sexual activities in this sacred area, and how the inhabitants of Parangkusumo perceive this phenomenon since it has been practiced for years. In order to answer the main question, this study use phenomenological approach in its flexible term. As implied by the research questions, this study will entail an analysis that pays attention to power relation, sexuality, woman, cosmology and rituals. The fieldwork in Parangkusumo has been conducted during 4 months, in which observation, in-depth interviewing on perception and responses to the wong wedok nakal intensively practiced as methods in collecting materials. From the research materials, so far, can be concluded that the cosmology of Parangkusumo people mainly centered the three domains. The petilasan Syeh Maulana Maghribi is perceived as a symbol of ‘Islam putih’ (the white Islam)--- goodness, moral, and (sexual) procreation, whether the Cepuri is alleged as a symbol of ‘Islam hitam’ (the black Islam)--- badness, immoral, and (sexual) recreation. The graves of Syech Bela Belu is a symbol of ‘real life’--- it positioned ‘in-between’ two other symbols. The existence of wong wedok nakal is not recognized as a negative phenomenon, since their cosmology gave room to the sexual activities, both pro- and re-creation, occurred. In addition to that fact, the existence of three domains is also reflected variation of power, namely power of patriarchy (lelaki); power of Islamic moral; power of Mataram Kingdom. But, all that contested power is borne by women; women are mother of power.

Kata Kunci : Perempuan Nakal,Situs, Mitos dan Ritual,Parangkusumo, Relation of meaning by three domain, variation of power, woman are mother of power


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.