Laporkan Masalah

Seni pertunjukan Tayub di Blora Jawa Tengah :: Kajian dari perspektif sosial, budaya, dan ekonomi

WIDYASTUTIENINGRUM, Sri Rochana, Promotor Prof.Dr. R.M. Soedarsono

2006 | Disertasi | S3 Ilmu Budaya (Pengkajian Seni Pertunjukan dan Se

Penelitian berjudul ”Seni Pertunjukan Tayub di Blora Jawa Tengah: Kajian dari perspektif Sosial, Budaya, dan Ekonomi” ini ditujukan agar dapat menjelaskan posisi tayub dalam kehidupan sosial budaya, dan ekonomi masyarakat di Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnokoreologi yang dalam pelaksanaannya diperlukan dukungan teori serta konsep disiplin-disiplin ilmu sejarah, sosiologi, dan antropologi. Penelitian ini tidak hanya mengamati bentuk tayub sebagai produk budaya (tekstual) tetapi juga mengamati tayub sebagai peristiwa budaya, terkait dengan kehidupan sosial masyarakat (kontekstual). Dengan demikian penelitian ini merupakan kombinasi antara penelitian tekstual dan kontekstual. Tayub tumbuh dan berkembang di Kabupaten Blora, karena memiliki berbagai fungsi, di antaranya sebagai sarana upacara ritual bersih désa, hiburan, tontonan, legitimasi status sosial, integrasi sosial, dan terapi sosial Faktor-faktor lain yang mendukung perkembangan tayub adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal menunjuk pada adanya seniman pelaku yang terdiri atas : jogèd, pengrawit, dan pengarih, kreativitas para seniman, dan regenerasi seniman. Sementara itu faktor eksternal yang terkait dengan kondisi sosial budaya dan pembinaan seni. Pembinaan seni yang dilakukan selama hampir tiga dasawarsa (1975-2004) secara berkesinambungan mempunyai kontribusi sangat penting terhadap perubahan dan perkembangan tayub. Perubahan di antaranya dengan meniadakan minuman keras (ciu) dan pemberian sawèran dengan cara suwelan. Perkembangan tayub tercermin pada bentuk tari, gaya, struktur pertunjukan, rias, busana, karawitan, tempat pertunjukan, dan durasi waktu pertunjukan. Dalam kehidupan sosial dan budaya jogèd memiliki dua peran yang sangat signifikan yaitu peran publik dan peran domestik. Peran publik pada dasarnya berkaitan dengan peran jogèd ketika berada di atas panggung. Peran publik itu mencakup sebagai penari, pesindhèn, bintang panggung, perantara Dewi Sri, dukun, dan pelestari tayub. Peran domestik seorang jogèd mencakup sebagai istri, ibu, dan penopang ekonomi keluarga. Profesi sebagai jogèd sering dinilai negatif, karena jogèd dianggap sebagai pelacur terselubung, sehingga profesi jogèd dianggap tidak bermoral, merendahkan harkat, dan martabat perempuan. Meskipun mendapatkan tanggapan yang negatif, pertunjukan tayub terus berkembang seiring dengan perkembangan zamannya. Bahkan muncul jogèd jogèd baru yang menjadikan pertunjukan tayub semakin menarik dan semarak. Perkembangan itu menjadikan tayub sebagai salah satu identitas budaya Kabupaten Blora.

This research entitled “Tayub Performing Art in the Blora Region of Central Java : Study of Social, Cultural and Economic Perspective” aims to position tayub performance in the social, cultural, and economic life of the Blora community. This research uses an ethnochoreological approach which in its implementation requires the support of theories and concepts from other disciplines, namely history, sociology, and anthropology. This research is not only an observation of the form of tayub as a cultural product (textual) but also observes tayub as a cultural event, in connection with the social life of the community (contextual). Hence, this research is a combination of a textual and contextual study. Tayub has evolved and developed in the Blora region, with a variety of functions, including its use in village purification rituals, as a show or entertainment, for legitimating social status, social integration, and social therapy. Other factors which support the development of tayub include both internal and external factors. Internal factors point towards the existence of its artists, including the jogèd, musicians, and pengarih (leader of the tayub performance), creativity of artists, the communicative nature of a tayub performance, and regeneration of artists, while external factors are related to the social and cultural conditions, and art cultivation. Art cultivation which is carried out during three decades (1975- 2004) on a continuous level makes an important contribution to changes and developments in tayub. These changes include discontinuing the use of alcoholic drinks (ciu), and sawèran (giving money) by means of suwelan (placing it between the breasts). The developments of tayub are reflected in the dance form, style, performance structure, make-up, costume, karawitan, performance venues, and duration of performances. In the social and cultural life of their community, jogèd have two highly significant roles, a public role and a domestic role. Their public role is essentially related to the role of the jogèd when performing on stage. This public role is as a dancer, a pesindhèn (singer), a star of the stage, an intermediary for the rice goddess, Dewi Sri, a dukun (shaman), and a perpetuator of tayub. The domestic role of a jogèd includes her role as a wife, mother, and economic provider for the family. There are often negative connotations related to the profession of a jogèd as a jogèd is regarded as a prostitute in disguise, and as such, the profession of a jogèd is considered amoral and degrading to women. Despite its negative connotations, tayub continues to develop, in line with the developments in the present day. New jogèd are appearing who are making tayub performance more attactive and lively. These developments have made tayub one of the cultural identities of the Blora region.

Kata Kunci : Seni Pertunjukan Tayub,Sosial Budaya dan Ekonomi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.