Rursal diversification in Yogyakarta Special Province :: A Study on spatial patterns, determinants and the consequences of rural diversification on the livelihood of rural households
RIJANTA, Promotor Prof.Dr. A.J. Suhardjo, MA
2006 | Disertasi | S3 MIPA (Geografi)Diversifikasi perdesaan berangsur menjadi perhatian peneliti dan praktisi pembangunan perdesaan di negara sedang berkembang. Sektor non-pertanian sebagai inti diversifikasi perdesaan memiliki tingkat keragaman yang tinggi dalam sifat maupun urgensinya dalam pembangunan perdesaan. Pengetahuan mengenai diversifikasi perdesaan cenderung menceng pada kegiatan-kegiatan non-pertanian berbentuk perusahaan yang mapan, sedangkan kegiatan non-pertanian oleh rumahtangga kebanyakan cenderung terabaikan. Kelemahan studi-studi yang ada ialah tidak adanya keterkaitan antara pengetahuan pada tingkat observasi makro dan mikro yang sering mengakibatkan pemahaman yang kontradiktif dan menyesatkan mengenai peranan dan kontribusi diversifikasi perdesaan dalam pembangunan. Studi ini dilaksanakan bersamaan dengan krisis di Indonesia, sehingga dalam penelitian terbuka kesempatan melakukan penilaian terhadap dampak krisis dalam penghidupan masyarakat dan diversifikasi perdesaan. Studi bertujuan menjelaskan pola keruangan diversifikasi perdesaan dan determinannya pada tingkat propinsi serta faktor yang mengkondisikannya pada tingkat mikro dan rumahtangga serta menilai konsekuensinya pada taraf penghidupan rumahtangga. Studi juga menilai konsekuensi krisis terhadap penghidupan dan diversifikasi perdesaan di desa-desa dengan beragam kondisi agro-ekologi dan tipe rumahtangga perdesaan. Penelitian dilaksanakan menggunakan seperangkat metode penelitian yang berkisar dari analis data sekunder lingkup propinsi sampai dengan survey rumahtangga terstruktur ditambah wawancara mendalam. Penerapan analisis data sekunder diarahkan untuk menjelaskan pola keruangan dan determinanya pada tingkat propinsi, sedangkan dari survey rumahtangga diperoleh pengetahuan tentang latar belakang, struktur dan ciri, serta faktor determinan dan konsekuensi diversifikasi perdesaan terhadap kesejahteraan dan penghidupan rumahtangga. Penilaian terhadap dampak krisis dan bentukbentk respons rumahtangga terhadap krisis dilakukan dengan kombinasi data survey rumahtangga ditambah wawancara mendalam. Teknis analisis data yang digunakan meliputi statistik deskriptif, tabulasi silang, analisis faktor, korelasi dan regresi linear berganda. Diversifikasi pedesaan di DIY cenderung memusat di bagian tengah yang memanjang dari wilayah Kabupaten Sleman di sebelah utara ke arah wilayah Kabupaten Bantul di sebelah selatan, menempatkan Kota Yogyakarta sebagai inti dari proses diversifikasi perdesaan. Secara sektoral diversifikasi perdesaan di DIY mengarah ke sektor jasa dan industri pengolahan skala kecil. Meskipun terdapat perbedaan antarwilayah kabupaten, namun keberadaan prasarana wilayah dan faktor sejarah muncul sebagai faktor penentu pola keruangan diversifikasi perdesaan dan tingkat kesejahteraan yang dapat dicapai rumahtangga. Terdapat kontinuitas yang jelas antara kondisi pada tingkat makro dan mikro. Diversifikasi perdesaan pada wilayah agro-ekologi yang kondusif untuk kegiatan pertanian cenderung menghasilkan diversifikasi perdesaan perdesaan yang berhasil. Diversifikasi perdesaan mendorong perkembangan perdesaan secara positif. Pada tingkat rumahtangga, tingkat pendidikan dan akses pekerjaan di kota merupakan dua faktor terpenting yang mendorong partisipasi dalam kegiatan non-pertanian baik yang dilakukan di desa maupun di kota terdekat. Selama periode 1998-2003 diversifikasi perdesaan telah mengalami perlambatan sebagai konsekuensi terjadinya krisis yang mengakibatkan perkembangan negatif bagi penghidupan rumahtangga perdesaan. Rumahtangga dengan ciri akumulasi cenderung lebih rileks dalam menghadapi krisis, sedangkan rumahtangga berciri konsolidasi dan bertahan hidup cenderung lebih kuat dalam merespon krisis dalam rangka menyelamatkan tujuan-tujuan jangka panjang maupun jangka pendek dalam penghidupan mereka.
Rural diversification has increasingly become a new field of interest among scholars and practitioners in rural development of developing countries. Rural non-farm sectors as the core of rural diversification are highly diverse in their nature and importance over time and space of rural area. The existing body of knowledge in the field strongly distorts toward well-established non-farm economic enterprises, and neglecting the non-farm pursuits of the common. Among the most notable shortfall of the existing studies is the absence of attention on the macro-micro continuum that leads to contradictory of comprehension concerning the role of and contribution of rural diversification in rural development under varying agro-ecological setting. The study coincides with the occurrence of a crisis in Indonesia that offers an opportunity to study the effects of the crisis on rural livelihood diversification. The study aims at explaining the patterns of rural diversification at provincial level of DIY and to assess their consequences of rural household welfare and livelihood situation under various agro-ecological circumstances. The research continues with an assessment on the effects of the crisis on livelihood, livelihood changes, productive responses and consumptive responses by types of agro-ecological position and type of households. The study employs a set of research method ranging from secondary data analysis to understand the patterns of rural diversification at provincial level to household survey on selected villages to assess the dynamics of rural diversification at micro and household levels. Additionally, an in-depth interview to selected households was made to assess the effects of crisis on livelihood changes under various agro-ecological situation and household types. Data manipulation is executed by simple tabulation and cross-tabulation, equipped with some central tendency measures. Among other statistical tools used in the analysis are correlation, linear regression, and factor analysis. The study reveals that the most diversified parts of DIY is the middle part of lowlands, stretching from Sleman Regency in the north to Bantul Regency in the south, putting Yogyakarta municipality as the core of this economic hub. Rural diversification in the province goes in two directions, i.e. rural diversification oriented toward service sectors (RDS) and rural diversification toward small-scale industries (RDI). Although interregional variations exits among the rural regencies, historical path and availability of infrastructure supports are the most decisive factors underlying the existing patterns of rural diversification as well as rural household welfare. There is a strong continuity in macro-micro level of circumstances. Non-farm economy in the more favourable agro-ecological conditions tends to flourish in a positive direction, thus signalling a promotion of rural development. Three is a common trend that educational attainment and access to urban areas are the ultimate factors shaping household welfare via participation in the non-farm economy. Nevertheless, during the transition period of 1998-2003 one can observe that rural diversification has declined in responses to the crisis. This brings livelihood changes toward an unfavourable direction. Non-farm households with accumulative strategies have become very relax in pursuing their livelihood objectives, in contrast to their counterparts of households with survival and accumulative strategies that response aggressively to the crisis in order to secure their respective livelihood objectives.
Kata Kunci : Diversifikasi Perdesaan,Pola Keruangan,Ekonomi Non Pertanian, Rural diversification, spatial patterns, non-farm economy, rural Java, responses to crisis