Peranan vektor dan sumber inokulum dalam perkembangan tungro

SUSWANTO, Iman, Promotor Prof.Dr.Ir. YB. Sumardiyono

2005 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian (Fitopatologi)

Tungro merupakan penyakit virus penting pada padi yang ditularkan oleh wereng hijau dan wereng sigsag. Virus tungro maupun vektornya mempunyai beberapa jenis inang, termasuk gulma Poaceae. Penularan virus dari gulma Poaceae ke padi memerlukan kecocokan vektor. Sampai saat ini belum banyak dilaporkan tentang peranan gulma Poaceae sebagai sumber inokulum dalam perkembangan penyakit tungro. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Poaceae sebagai sumber inokulum; kemampuan wereng hijau sebagai vektor tungro; efek virus pada wereng hijau; dan peranan vektor dan sumber inokulum dalam perkembangan penyakit tungro. Penelitian rumah kaca dilakukan di Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP-4) UGM mulai September 2000 sampai Agustus 2002; sedangkan penelitian lapangan dilakukan di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada musim kemarau dan hujan mulai Juni 2002 sampai Maret 2003. Penelitian rumah kaca meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi Poaceae sebagai inang wereng hijau dan sumber inokulum tungro; faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan wereng hijau sebagai vektor tungro; efek virus pada vektornya; dan preferensi wereng hijau pada padi. Penelitian lapangan meliputi intensitas penyakit, laju infeksi, jumlah sumber inokulum dan kepadatan populasi wereng hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus tungro dapat ditularkan dari Echinocloa colonum dan E. crusgalli ke padi. Kemampuan penularan virus tungro oleh Nephotettix nigropictus dari gulma ke padi sebesar 15-25 %, lebih rendah daripada penularan dari padi ke padi yang sebesar 75 %. N. nigropictus menularkan virus tungro dari E. colonum setelah akuisisi selama 24 jam, sedangkan dari padi hanya 1 jam. Padi merupakan sumber inokulum terpenting dalam epidemi tungro. Di antara varietas padi terdapat perbedaan potensi sebagai sumber inokulum tungro. Padi TN 1, IR 64, Mamberamo, Sintanur, dan Cisadane mampu menjadi sumber inokulum yang baik. Kapasitas sumber inokulum dari varietas padi sesuai dengan ketahanannya terhadap virus tungro. Di lapangan, penularan virus tungro oleh N. virescens terjadi sejak di pesemaian dengan sumber inokulum primer berupa sisa padi sakit. Hubungan sumber inokulum dengan intensitas penyakit tungro di pesemaian mengikuti persamaan y= 0,03x - 0,02 untuk musim kemarau dan y= 0,05x – 0,04 untuk musim hujan. Penularan tungro di pertanaman padi tergantung pada sumber inokulum sekunder berupa bibit sakit hasil infeksi di pesemaian. Hubungan sumber inokulum dengan intensitas penyakit di pertanaman adalah y= 0,20x - 0,09 untuk musim kemarau dan y= 0,34x + 0,09 untuk musim hujan. N. virescens merupakan vektor tungro terpenting karena efisiensi penularan dan populasinya yang tinggi. Rata-rata penularan virus tungro dari padi ke padi pada beberapa kepadatan populasi N. virescens mencapai 81,67%, sedangkan N. nigropictus sebesar 51,67%. Peningkatan kepadatan populasi vektor akan meningkatkan penularan virus tungro. Intensitas penyakit tungro di lapangan ditentukan oleh kepadatan populasi N. virescens. Di pesemaian, hubungan kepadatan populasi vektor dengan intensitas penyakit tungro mengikuti persamaan y= 0,17x – 0,31 untuk musim kemarau dan y= 0,15x – 0,29 untuk musim hujan. Di pertanaman padi, hubungan kepadatan populasi vektor dengan intensitas penyakit secara nyata terjadi hanya pada musim hujan, dengan persamaan y= 0,72x – 0,93. Kepadatan populasi vektor juga akan meningkatkan laju infeksi di pertanaman. Pada musim hujan, kepadatan populasi N. virescens lebih tinggi daripada musim kemarau. Laju infeksi pada musim hujan sebesar 0,07 unit/minggu, sedangkan pada musim kemarau 0,03 unit/minggu. Laju infeksi pada musim hujan yang lebih tinggi menyebabkan intensitas penyakit musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Padi sakit kurang disukai wereng hijau, ditandai dengan berpindahnya wereng hijau dari tanaman sakit ke tanaman sehat pada 24 jam setelah infestasi. Virus tungro menyebabkan peningkatan mortalitas pada serangga pembawa virus. Penyakit tungro ditularkan dari gulma ke padi oleh N. nigropictus. Selanjutnya terjadi penularan di dalam pertanaman padi oleh N. virescens. Daur penyakit tungro tersebut dapat dicegah dengan sanitasi sumber inokulum baik padi maupun gulma, serta pengendalian kepadatan populasi untuk mengurangi penularan virus dan pemencaran penyakit.

Rice tungro disease is one of an important viral rice diseases. This disease is transmitted by green leafhopper and zig-zag leafhopper. The virus and its vector have a several host including weeds of Poaceae. The virus transmission on various host plant needs suitable vector. So far, there is not enough information about the role of weeds as inoculum source in tungro development. The objectives of this research were to study factors affecting the ability of Poaceae as an inoculum source, the ability of Nephotettix spp. as virus vector, effect of the virus on Nephotettix spp., and the role of the vector and inoculum source in tungro development. Glasshouse research was done at Agriculture Training, Research and Development Station, Gadjah Mada University in Kalitirto, from September 2000 to August 2002. The field research was carried out during the dry and the wet seasons from June 2002 to March 2003 in Prambanan, Sleman. The glasshouse experiment consisted of various factors that affect the ability of Nephotettix spp. and Poaceae weeds as a vector and source of virus; the effect of tungro virus on its vector; and the preferences of Nephotettix spp. on rice plant. Whereas the field experiment consisted of disease intensity, disease infection rates, number of inoculums sources and population density of green leafhopper. The results showed that the virus from diseased rice plant can be transmitted to Echinocloa colonum (L) Link, and E. crusgalli (L.) by N. nigropictus. The efficiency of virus transmission from weeds was 15-25%, this figure is lower than the virus transmission from rice to rice that could reach up to 75%. The aquisition period from E. colonum by N. nigropictus occur after 24 hours, while that of from rice occur at 1-hour period. Rice is the most important source of inoculum in tungro epidemic. There was difference in inoculum potential among rice varieties. The varieties of TN 1, Mamberamo, IR 64, Sintanur, and Cisadane are good inoculum source. The inoculum potential of the varieties was in accordance to its resistance to tungro virus. Virus transmission by N. virescens in the field had occurred since the rice was in the seedbed, with infected rice stubble as the primary inoculum source. In the dry season, the relationship between the number of inoculum and the disease intensity can be expressed by the following equation: y= 0.03x - 0.02, whereas that in wet season by y= 0.05x – 0.04. The transmission of tungro virus in the rice field depended on the secondary inoculums source in the form of infected rice seedling in the seedbed. In the dry season, the relationship between the number of inoculum and the disease intensity can be expressed by the following equation: y= 0.20x - 0.09, whereas that in wet season by y= 0.34x + 0.09. N. virescens is the most important tungro vector because of its high transmission efficiency and high population density in rice field. The average transmission of tungro virus at several population densities of N. virescens among rice plant could reach up to 81.67%, whereas that of N. nigropictus was 51.67%. The increasing density of the vector leads to the increasing disease intensity The disease intensity in the field was determined by N. virescens density. In the seedbed, the relationship between vector density and the disease intensity can be expressed by the following equation: y= 0.17x – 0.31 for dry season, whereas that in wet season by y= 0.15x – 0.29. In the rice field, influence of insect vector density to disease intensity significantly occur in the wet season only. Its relationship was y= 0.72x – 0.93. The infection rate in the rice field was also determined by vector density. The vector density of 3.30 trapped insects/10 sweeps caused an infection rate of 0.07 unit/week during the wet season and that of 1.51 trapped insects/10 sweeps caused an infection rate of 0.03 unit/week during the dry season. The higher the infection rate of wet season is higher, cause the disease intensity of that season higher than the disease intensity of dry season. Green leafhopper preferred healthy rice plant than that of infected one. The insects moved from the infected plant to the healthy plant after 24 hours of the infestation. Tungro virus increased vector mortality on viruliferous green leafhopper. Tungro disease was disseminated from weed to rice crop by N. nigropictus, and followed by transmission and dissemination within rice crop by both N. virescens and N. nigropictus. The cycle of tungro disease could be prevented by 1) inoculum source sanitation those infected rice and weed; 2) controlling insect vector for decreasing virus transmission and disease dissemination.

Kata Kunci : Penyakit Tanaman Padi, Virus Tungro, Gulma Poaceae