Laporkan Masalah

Perilaku Anomali anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hasil Pemilu 1999 :: STudi kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta

TENDEAN, Noudy Reinold Pierre, Promotor Prof.Dr. Miftah Thoha, MPA

2005 | Disertasi | S3 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Institusi legislatif hasil pemilu 1999 yang lahir dari era reformasi dan demokratisasi diharapkan membawa banyak perbaikan dan perubahan dalam proses politik pemerintahan, sehingga menjadi lebih responsif dan akuntabel. Namun dalam kenyataan, institusi legislatif (DPR/DPRD) justru menjadi ‘lebih’ tidak responsif dan tidak akuntabel. Kondisi yang ‘marak’ terjadi adalah munculnya anomali, yaitu bentuk perilaku menyimpang institusi legislatif dalam menjalankan peran dan fungsinya. Studi ini khususnya hendak mengetahui bagaimana bentuk dan pola anomali anggota legislatif (DPRD) tersebut serta faktor apa yang menyebabkannya. Anomali ini diteliti melalui paduan pendekatan institusional dan perilaku dengan metode deskriptif kualitatif berdasarkan pendekatan interpretatif dan logika rasionalitik. Studi ini menunjukkan bahwa bentuk dari perilaku anomali anggota DPRD muncul dalam kasus-kasus koruptif, kolutif dan penyelewengan anggaran. Dari tiga fungsi DPRD, semuanya mengalami anomali, yaitu implementasinya menyimpang. Anomali dari fungsi anggaran nampak dari kasus-kasus penyelewengan anggaran. Anomali dari fungsi rekrutmen nampak dalam kasus suap. Anomali dari fungsi kontrol nampak dalam kasus korupsi dan kolutif. Pola anomali berlangsung dalam kerangka interaksi kekuasaan, kepentingan dan kesempatan. Motivasi yang kuat pada kepentingan pribadi menjadi penyebab terjadinya anomali. Hal ini sebagai akibat dari adanya tekanan ekonomi partai politik maupun klien politik, akibatnya anggota dewan dalam menjalankan peran dan fungsinya terjebak dalam ‘motivational syndrom’. Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya kesadaran politik dan integritas pribadi yang membuat anggota dewan mudah tergoda bertindak anomali. Kondisi individu yang demikian mendapat peluang struktural oleh sistem pemilu proporsional daftar tertutup dan rekrutmen politik tertutup, serta struktur kelembagaan DPRD yang monopolis dengan diskresi yang besar, tanpa diimbangi dengan akuntabilitas publik dan kontrol yang kuat dan efektif. Interaksi antara karakteristik individu anggota dewan di atas dengan karakteristik organisasi DPRD ini kemudian melahirkan perilaku anomali DPRD secara kelembagaan. Munculnya anomali DPRD merupakan cerminan kegagalan triumvirate institusi, yaitu partai politik, DPRD dan birokrasi dalam mengendalikan dan membentuk politisi maupun birokrat yang profesional dan akuntabel. Studi ini memberikan implikasi pada beberapa hal antara lain: Pertama, penting dan releva nnya mengkaji anomali institusi dari paduan perspektif institusional dan perilaku. Kedua, terhambatnya demokrasi perwakilan akibat ‘representatives bias’ sebagai cerminan gagalnya institusi perwakilan merepresentasikan kepentingan rakyat. Ketiga, gagalnya mekanisme demokrasi dalam membangun pemerintahan yang demokratis, sebagai akibat dari terbelenggunya demokrasi dalam membiayai dirinya sendiri (financing democracy). Keempat, terjadi pembusukan proses politik pemerintahan sehari-hari. Untuk itu perlu penanganan komprehensif dari aspek organisasi (struktur) maupun individu (pelaku). Pada tataran pencegahan perlu pembenahan mekanisme politik yang membuat anomali tidak ‘feasible’, dan mekanisme kontrol institusi pengawas dan dari kekuatan civil society bagi berlangsungnya akuntabilitas publik. Selain pembenahan struktur, perlu pengembangan kultur etika dan budaya politik pemerintahan yang akuntabel dan demokratis. Dalam kaitan itu pula studi-studi lanjutan masih sangat diperlukan.

Legislative institution produced by 1999 election in reform and democratization era is expected to bring many improvement and changes in the process of administration politic, so that, it becomes more responsive and accountable. However, in reality, legislative institutions (DPR/DPRD), on contrary, become ‘more’ unresponsive and unaccountable. The condition happened most is the appearance of anomaly, namely, a deviating behavior of members of legislative in exercising their roles and function. This study, specially, is aimed at finding how the form and model of anomaly of members of legislative (DPRD) and the factor caused this occurs. This anomaly is studied through institutional and behavioral approach with descriptivequalitative method based on interpretative approach and rationalistic logic. This study shows that the form of anomaly behavior of members of DPRD comes up in corruptive, collusive cases, and budget deviation of the four of DPRD’s functions, all of them have anomaly, namely, the deviating implementation of the function. Anomaly from the budget function is seen in fund deviation cases. Anomaly from the recruitment function is shown in bribery case. Anomaly from the control function appears in corruptive and collusive cases. Anomaly models happen in the frame of power interaction, interest and chances. Strong motivation to personal interest became the factor caused this occurs. Because of the economic pressure from political parties and the client make the role and function of legislative members was trapped on motivational syndrom. This condition became worse because of low political awareness and personal integrity from the legislative members so they easy to be tempted on anomalous behavior. Those personal condition got structural chance from closed list proportional general election system and closed political recruitment, also legislative institution structure which is monopolistic with big discretion, and is not balanced with public accountability and strong of control. The interaction between personal characteristic with legislative institution characteristic after made anomaly legislatif as an institution manner. The appearance of DPRD anomaly is the reflection of the failure of institution triumvirate, namely political party, DPRD and bureaucracy in managing and forming profesional and accountable politician and bureaucrats. This study gives implication on some things, among others: First, the importance and the relevance of analyzing institution anomaly from institutional perspective. Second, the obstruction of representation democracy because of ‘representative bias’ as the reflection of the failure of representative institution in representing people interest. Third, the failure of democracy mechanism in establishing democratic government, as the result of the shackling of democracy in financing itself (financing democracy). Four, anomaly cause the decaying of daily administration political process. For that reason, there is a need to have political mechanism improvement which makes anomaly ‘unfeasible,’ and also administrative and control mechanism from all civil society power due to the existence of public accountability. Beside the structural improvement, there is a need for the development of administration political ethic. In this case, further studies on this issue will still be needed.

Kata Kunci : Perilaku Anomali,Institusi Legislatif,Praktek Politik


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.