Kajian komparasi perwilayahan normatif-empiris di Kabupaten Pasuruan
KRISNAMURTI, Hari, Ir. Gunung Radjiman, MSc
2005 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan DaerahSalah satu strategi penataan ruang menurut Poldas Kabupaten Pasuruan 2000-2005 adalah membagi wilayah Kabupaten Pasuruan ke dalam 6 Subsatuan Wilayah Pembangunan (SSWP). Dalam perwilayahan tersebut batas antar SSWP tidak jelas karena adanya tumpang tindih dan tidak ada satu kesatuan yang utuh dalam setiap SSWP karena wilayahnya terpencar-pencar. Sementara itu kenyataan di lapangan, secara fisik terlihat adanya kesenjangan wilayah khususnya antara wilayah Barat dan Timur Kabupaten Pasuruan. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa rencana perwilayahan pembangunan dalam Poldas (SSWP) belum mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu keseimbangan pertumbuhan wilayah. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang perwilayahan kegiatan masyarakat di wilayah Kabupaten Pasuruan secara empiris berdasarkan teori/konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan SSWP Poldas dengan perwilayahan empiris dan menduga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan deduktif dengan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis dilakukan terhadap empat variabel, yaitu: sosial, ekonomi, politik-pemerintahan dan aksesibilitas. Hasilnya berupa delineasi wilayah yang merupakan perwilayahan empiris. Perwilayahan empiris membagi Kabupaten Pasuruan menjadi lima satuan wilayah fungsional (SWF). SWF I berpusat di Grati, meliputi kecamatan Rejoso, Lekok, Nguling, Lumbang, Winongan dan Grati. SWF II berpusat di Gondangwetan, meliputi kecamatan Pasrepan, Puspo, Tosari dan Gondangwetan. SWF III berpusat di Kejayan, meliputi Kraton, Wonorejo, Pohjentrek, dan Kejayan. SWF IV berpusat di Purwosari, meliputi kecamatan Tutur, Purwodadi, Sukorejo Selatan, Prigen Selatan, dan Purwosari. SWF V berpusat di Pandaan, meliputi Gempol, Beji, Prigen Utara, Sukorejo Utara, Rembang, Bangil, dan Pandaan. Perbedaan antara SWF dan SSWP Poldas diduga kuat karena perbedaan pendekatan pewilayahan yang digunakan. Pendekatan sektoral sangat kuat diduga sebagai acuan pewilayahan dalam penentuan SSWP Poldas. Pendekatan sektoral ini juga yang menyebabkan SSWP Poldas terdapat tumpang tindih dan batas SSWP menjadi tidak jelas. Sedangkan SWF menggunakan pendekatan orientasi geografis penduduk. Penelitian ini merekomendasikan: (1) untuk penelitian selanjutnya obyek pengamatan dapat diperbanyak lagi sehingga dapat mewakili segala aspek kegiatan masyarakat; (2) dilakukan kajian ulang terhadap SSWP Poldas agar diperoleh perwilayahan yang dapat menyeimbangkan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Pasuruan; dan (3) menjadikan perwilayahan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses perencanaan pembangunan, khususnya di Kabupaten Pasuruan.
One of the spatial arrangement strategies according to the Basic Pattern of Regional Development of Pasuruan for the period of 2000-2005 (Poldas Kabupaten Pasuruan 2000-2005) is to divide the region of the regency into six subunits of development regions (SSWP = Subsatuan Wilayah Pembangunan). In such a regional grouping (regionalization) the boundaries between SSWPs are uncertain due to overlapping of border lines and no unity of those SSWPs which having dispersed locations. In the same time, it is seen that there is, physically, a gap between the western and eastern regions of Pasuruan Regency. It indicates that the plan for regional grouping (regionalization) in the Poldas (SSWP) has not met the stated objectives, namely the balanced regiona l growth. Hence, a theoretical/conceptual review that should be empirically conducted on regionalizing of society activities in Pasuruan Regency is needed. This research was aimed at examining the difference between pattern of SSWP of Poldas and pattern of empirical regionalization (the factual regional grouping), and predicting the factors affecting such differences. It employed a deductive approach with qualitative and quantitative analysis method. Analyses on four variables were accomplished. They were social, economic, politicalgovernmental, and accessibility variables. The results were regional delineations in a form of empirical regionalization (the factual regional grouping). The empirical regionalization (the factual regional grouping) divided Pasuruan area into five units functional regions (SWF = Satuan Wilayah Fungsional). Having a center in Grati, SWF I includes Rejoso, Lekok, Nguling, Lumbang, Winongan, and Grati. SWF II, having a center in Gedongwetan, includes Pasrepan, Puspo, Tosari, and Gedongwetan districts. SWF III, having a center in Kejayan, includes Kraton, Wonorejo, Pohjentrek, and Kejayan. SWF IV, having a center in Purwosari, includes Tutur, Purwodadi, South of Sukorejo, South of Prigen, and Purwosari districts. SWF V, having a center in Pandaan, includes Gempol, Beji, North of Prigen, North of Sukorejo, Rembang, Bangil, and Pandaan districts. It is assumed that SWF is different from SSWP because of different regionalization (regional grouping) approach. The sectoral approach is assumed as regionalization reference in determining SSWP Poldas. Besides, it makes SSWP Poldas overlapping and the SSWP boundaries unclear. On the other side, SWF uses population geographical-oriented approach. This research recommends that: (1) the subsequent research should use larger observation objects in order to represent all aspects of people activities; (2) a study on SSWP Poldas should be conducted in order to obtain regionalization that may maintain the growth equilibrium of Pasuruan regio n; and (3) regionalization should be integrated in order for the development planning to proceed, particularly in Pasuruan Regency.
Kata Kunci : Pertumbuhan Wilayah,Penataan Ruang,SSWP,Analisis Arus, flow analysis, regionalization, comparison