Laporkan Masalah

Kawasan perbatasan dalam perspektif masyarakat dan pemerintah lokal :: Studi kasus Desa Lubuk Sabuk Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat

ANWAR, Faizal, Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D

2005 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan Daerah

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan mendeskripsikan temuantemuan empiris tentang pembangunan kawasan perbatasan Kalimantan Barat- Sarawak serta karakteristik penduduknya. Desa Lubuk Sabuk merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan Sawarak, yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode induktif kualitatif dengan paradigma fenomenologi, sehingga pengumpulan data primer hasil temuan di lapangan menjadi bahan pokok analisis dalam penelitian ini, selain juga didukung oleh beberapa data sekunder Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan yang dilakukan di kawasan perbatasan sangat tergantung pada perhatian yang sungguhsungguh dari pemerintah pusat. Dalam pandangan masyarakat dan pemerintah lokal, kawasan perbatasan selama ini masih dijadikan “halaman belakang” dari NKRI. Kebijakan yang dilakukan pemerintah masih bersifat sentralistik dan lebih menekankan pada aspek keamanan dibandingkan pembangunan aspek sosek masyarakatnya. Hal ini tidak terlepas dari sejarah politik/keamanan di masa lalu yang terjadi di kawasan perbatasan tersebut. Adanya garis batas antara dua negara, tidak dapat menghapuskan kenyataan sosial yang sebelumnya ada. Masyarakat sekitar kawasan tersebut tetap merupakan komunitas sosial yang akan meneruskan kehidupan kesehariannya dengan tujuan ekonomi, sosial atau budaya, dan telah berlangsung lama (tradisional) jauh sebelum batas-batas negara disepakati. Bahkan karena sifatnya yang tradisional telah memunculkan perbedaan konsepsi “legal” dan “illegal” antara pemahaman masyarakat dengan pemerintah tentang beberapa aktivitas yang terjadi di garis batas. Hubungan kekerabatan yang kuat dan tingginya interaksi antar masyarakat ini, telah membuat kecenderungan masyarakat Desa Lubuk Sabuk berorientasi pada negara tetangga (Sarawak). Dalam komunitas masyarakat lokal, penghormatan dan ketaatan kepada tokoh adat masih sangat kuat. Oleh karena itu mereka mengharapkan adanya keterlibatan pemimpin atau tokoh informal desa dalam proses pembangunan yang akan dilakukan di kawasan perbatasan, yang dapat dijadikan sebagai penggerak masyarakat dalam proses pemberdayaan menuju pembangunan daerah yang lebih baik.

This research is aimed at explore and to describe empirical findings about the development of West Kalimantan-Sarawak border area and the characteristics of its inhabitants. Lubuk Sabuk village is one of the villages in Sekayam Sub- District, Sanggau Regency, which directly located on West Kalimantan-Sarawak borders, that become the research location. The method of the research is inductive qualitative with phenomenology paradigm. Primary data, as the result of field finding and supported with some secondary data, becomes the core of the analysis in this research. The result of research shows that the success of the development in the border area relatively depends on serious attention given by the Central Government. In the perspective of the community and the local government, the border area has been considered to be the “backyard” of the unity of the Indonesian Republic (NKRI). Government policy is still centralistic level and usually it emphasizes more on safety aspect than on the development of community, social, and economy aspect. This situation is not away from the past political/safety history that happened in the border area. The borderline area between the two countries cannot eliminate the social fact that had been existed before. The community located around the area is still a social community that will proceed their daily lives with economy, social, and cultural goals, and it had been running long (traditional) before the countries border was agreed. Furthermore, its traditional characteristic has created “legal” and “illegal” concept difference between community and government understanding about some activities that occur in the borderline. Strong consanguinity relation and high interaction among these communities tends the community of Lubuk Sabuk village to have more orientation to the neighbor country (Sarawak). In the local community, respectfulness and obedience to custom leaders is still so strong. For above reason, they expect the involvement of the village leaders or informal figures that can become community motivators in the empowerment process toward better local development that will be implemented in the border area.

Kata Kunci : Kawasan Perbatasan,Pembangunan, Border Area, Backyard of NKRI, Consanguinity Relations


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.