Intensifikasi sebagai upaya peningkatan produksi kakao di Kabupaten Kulon Progo :: Studi kasus di Kecamatan Kalibawang tahun 2005
HERNAWATI, Heni, Soetatwo Hadiwigeno, Ph.D
2006 | Tesis | Magister Ekonomika PembangunanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan produksi dan pendapatan petani kakao yang melaksanakan teknologi anjuran (intensifikasi) dan yang tidak melaksanakan teknologi anjuran (non intensifikasi), mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk melaksanakan teknologi anjuran dan mengetahui permasalahan yang dihadapi petani dalam usahatani kakao. Penelitian menggunakan data cross section dengan mewancarai 24 petani responden yang melaksanakan teknologi anjuran (intensifikasi) dan 54 petani responden yang tidak melaksanakan teknologi anjuran (non intensifikasi) di Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling acak secara proporsional menurut stratifikasi. Untuk mengetahui perbedaan produksi dan pendapatan digunakan analisis statistik uji beda dua rata-rata, untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk melaksanakan teknologi anjuran digunakan analisis regresi respon kualitatif model LPM dan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam usahatani kakao digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi dan pendapatan usahatani kakao dari petani yang melaksanakan teknologi anjuran (intensifikasi) lebih besar dibanding produksi dan pendapatan dari petani yang tidak melaksanakan teknologi anjuran (non intensifikasi). Produksi kakao dari petani yang melaksanakan intensifikasi mencapai 1.443,48 kg biji kering/hektar/tahun sedangkan produksi dari petani yang tidak melaksanakan intensifikasi adalah 665,73 kg biji kering/hektar/tahun. Pendapatan usahatani kakao untuk petani yang melaksanakan intensifikasi mencapai Rp.7.820.912,54,- / hektar/tahun sedangkan pendapatan dari petani yang tidak melaksanakan intensifikasi adalah Rp.2.793.976,24,-/hektar/tahun. Jumlah kepemilikan tanaman kakao, umur petani, diklat tentang kakao yang pernah diikuti, curahan tenaga kerja keluarga dan biaya transport ke sumber informasi berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan petani untuk melaksanakan teknologi anjuran baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Permasalahan yang dihadapi petani dalam usahatani kakao secara berurutan adalah adanya serangan hama penyakit (66,67%), teknik budidaya, panen dan pascapanen (52,56%), pengairan (48,72%), ketersediaan modal (43,59%), pemasaran/harga jual (19,23%) dan ketersediaan sarana produksi (8,97%).
This research is aimed to knowing production and income difference of cocoa farmer who applying suggested technology (intensification) and not applying suggested technology (non intensification), knowing some factors influencing farmer willingness to do suggested technology and knowing problems farmer face in cocoa farming. This research used primary cross sectional data by interviewing 24 respondents who apply suggested technology (intensification) and 54 respondents who don’t apply suggested technology (non intensification) in Kalibawang District of Kulon Progo Rgency. Sample was taken using proportionale stratified random sampling. To know production and income difference, two mean difference test of statistic analysis is used; to know some factors influencing farmer willingness to apply suggested technology, LPM model-qualitative response regression analysis is used; and to know problems faced in cocoa farming, descriptive analysis is used. Result of the research show that production and income of farmer who apply suggested technology (intensification) is higher than production and income of farmer who does not apply suggested technology (non intensification). Cocoa production of farmer who apply intensification is up to 1,443.48 kg dry grain/hectare/year whereas production of farmer who does not apply intensification is 665.73 kg dry grain/hectare/year. Income of farmer who apply intensification is up to Rp.7,820,912.54/hectare/year, whereas income of farmer who does not apply intensification is Rp.2,793,976.24/hectare/year. Amount of cocoa plant ownership, farmer age, training and education program about cocoa that had been followed, family labor and transportation cost to information source have significant influence on farmer willingness to do apply suggested technology, partially and entirely. Problems faced by farmer in cocoa farming are pest and disease attack (66.67%); cultivation, harvest and post harvest (52.56%); irrigation (48.72)%; capital availability (43.59%); marketing/selling price (19.23%) and product equipment availability (8.97%).
Kata Kunci : Kakao,Peningkatan Produksi,Intensifikasi, intensification, farming, cocoa