Laporkan Masalah

Efek dan dampak kebijakan Debt Switching terhadap keuangan negara

HARIYANTO, Eri, Prof.Dr. Mohtar Mas'oed

2005 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah menyebabkan kerusakan dunia perbankan nasional. Keadaan ini memaksa pemerintah untuk melakukan restrukturisasi perbankan dengan jalan menerbitkan Obligasi Negara. Permasalahan yang kemudian timbul adalah adanya penumpukan struktur jatuh tempo obligasi negara pada periode tahun 2004-2009. Pemerintah dipastikan sangat keberatan bila dalam periode tersebut harus membayar pelunasan obligasi sebesar Rp60 triliun rata-rata pertahun, belum termasuk bunga obligasi dalam jumlah yang hampir sama. Akhirnya pemerintah menempuh kebijakan Debt Switching untuk menunda pembayaran pelunasan obligasi negara. Sebenarnya ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh pemerintah selain melakukan kebijakan Debt Switching, mengapa pemerintah menempuh kebijakan tersebut dan apa fenomena ekonomi politiknya? Apakah implementasi kebijakan tersebut memberi efek dan dampak dalam mengurangi beban APBN terutama tahun 2004-2005? Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang menggunakan gabungan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan metode penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami secara mendalam fenomena ekonomi politik perumusan kebijakan Debt Switching. Sedangkan metodologi penelitian kuantitatif digunakan untuk mengungkap efek dan dampak kebijakan tersebut terhadap keuangan negara. Sesudah krisis berakhir pada tahun 2000, kondisi keuangan negara masih diliputi defisit yang cukup besar. Diantara jalan yang digunakan untuk menutup defisit, pemerintah menggunakan fresh money yang diperoleh BPPN dari penjulan asset. Padahal dana tersebut seharusnya digunakan untuk mengurangi stok obligasi negara sehingga tidak menjadi beban di masa depan. Jalan ini ditempuh karena alternatif lain tidak ada. Tekanan IMF untuk melakukan divestasi dan semakin dekatnya waktu jatuh tempo membuat pemerintah akhirnya memilih kebijakan Debt Switching. Kebijakan ini dinilai sebagai kebijakan yang paling mudah dilakukan, dengan proses yang sederhana dan tidak menimbulkan dampak sosial secara langsung. Implementasi kebijakan ini pada tahun 2002 dan 2003 memberikan efek terjadinya penukaran obligasi yang akan jatuh tempo pada periode tahun 2004-2009 dengan obligasi baru yang akan jatuh tempo pada periode 2010-2020. Penukaran ini juga berefek pada penataan kembali struktur jatuh tempo (reprofiling). Dampaknya untuk APBN 2004-2005 diantaranya adalah adanya pengurangan tekanan fiskal yang cukup berarti sehingga penerimaan negara tidak terkonsentrasi untuk membayar utang. Selanjutnya kebijakan in berdampak pada pengurangan jumlah defisit APBN, dan menimbulkan ketahanan fiskal jangka pendek. Di masa yang akan datang ketika obligasi untuk rekapitalisasi perbankan tersebut telah dilepas ke pasar modal pemerintah tidak bisa lagi menggunakan kekuatan politiknya untuk melakukan Debt Switching. Untuk itu pemerintah harus bisa mengikuti kaidah pasar (market friendly) bila akan melakukan kebijakan ini di masa depan. Pemerintah juga dituntut untuk menciptakan stabilitas politik untuk membantu mengurangi beban pengelolaan obligasi negara. Diversifikasi utang juga perlu dilakukan apabila pemerintah mengandalkan penerbitan Obligasi Negara sebagai penutup defisit APBN.

The Government of Indonesia (GoI) had issued 650 trillion Rupiah of government bonds to banking restructured that damaged by economic crisis at 1997-1998. These bonds called recapitalization bonds. Concentration of recapitalization bonds maturity date at 2004 to 2009 would be burdened the state budget (APBN). To overcome that problem, The Government of Indonesia executed Debt Switching policy at 2002 and 2003. Debt switching policy was the easiest solution among the others. The actors that involved in policy formulation have proposed some solutions, but The Government of Indonesia looked at those solutions were too difficult and lead to social problems. The failure of nominal reduction of recapitalization bonds by asset to bonds swap scenario, budget state deficit, and pressure from IMF to divest some recapitalization banks had became the impetus of Debt Switching policy. Effects of implementation of this policy were lengthening and re-profiling maturity date of recapitalization bonds. Impacts of this policy to the budget state fiscal years 2004 and 2005 were decreasing of budget deficit and budget stress. Decreasing of budget deficit had become the impetus of decreasing of the Debt to GDP ratio. These conditions become the impetus of fiscal sustainability. Privatizations of recapitalization banks reduced the discretion of Government of Indonesia to manage recapitalization bonds. Government of Indonesia can’t use political approach to switch these bonds in the future. Government should to use market friendly approach if they want to switch these bonds.

Kata Kunci : Debt Switching,Obligasi Negara,Ketahanan Fiskal, debt switching, government bonds, fiscal sustainability

  1. S2-2005-PAS-Eri_Hariyanto-Abstract.pdf  
  2. S2-2005-PAS-Eri_Hariyanto-Bibliography.pdf  
  3. S2-2005-PAS-Eri_Hariyanto-TableofContent.pdf  
  4. S2-2005-PAS-Eri_Hariyanto-Title.pdf