Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa :: Studi partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan pembangunan
MUCHYIDIN, Prof.Dr. Nasikun
2006 | Tesis | Magister Administrasi PublikPendekatan sentralistis yang diterapkan oleh pemerintah telah menyebabkan terjadinya kegagalan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan partisipatif dari masyarakat penting untuk dikembangkan. Dengan diterapkannya otonomi daerah, kesadaran masyarakat akan pentingnya untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan daerah sudah mulai terlihat.Kesempatan ini telah dikembangkan dalam perencanaan pembangunan oleh aparat pemerintah desa dan masyarakat di Desa Kebon Rejo Kecamatan Temon dengan menerapkan pengembangan sistem perencanaan pembangunan menggunakan metode Musbangdes dengan penerapan metode P3MD (Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa) sedangkan Desa Tirtorahayu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo hanya menggunakan Musbangdes sebagai sarana dalam melakukan perencanaan pembangunan desa. Penelitian ini ditujukan untuk melihat seberapa jauh masyarakat terlibat dalam proses perencanaan pembangunan di Desa Kebon Rejo melalui Musbandes dengan pendekatan P3MD dan Musbangdes di Desa Tirto Rahayu, melihat bagaimana penetapan prioritas usulan pembangunan diproses dalam Musbangdes melalui pendekatan metode P3MD dan sejauhmana penyelenggaraan pembangunan melalui aplikasi Musbangdes dengan pendekatan metode P3MD di desa Kebon Rejo dan Tirto Rahayu dapat mendorong pemberdayaan masyarakat. Untuk menjawab permasalahan di atas, penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Kebonrejo, Kecamatan Temon dan Desa Tirtorahayu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dalam proses perencanaan pembangunan di Desa Kebon Rejo dan Desa Tirtorahayu. Metode Musbangdes dengan pendekatan P3MD seperti yang diterapkan di Desa Kebonrejo lebih memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi karena proses perencanaan sudah dimulai sejak level dusun yakni dengan menyelenggarakan Musbangdus Dusun. Sedangkan proses perencanaan yang dilaksanakan di Desa Tirtorahayu terkesan elitis karena hanya melibatkan kepala-kepala padukuhan dan tidak ada proses perencanaan yang melibatkan seluruh warga masyarakat di level padukuhan. Dilihat dari peserta yang hadir, proses Musbangdes dengan pendekatan P3MD di Desa Kebonrejo lebih partisipatif karena peserta yang diundang sebagai perwakilan padukuhan adalah mereka yang ditunjuk dan disepakati oleh masyarakat. Sementara untuk wakil peserta dari tingkat dusun di Desa Tirtorahayu adalah kepala dukuh yang memiliki garis koordinasi dengan kepala desa sehingga sangat memungkinkan proses perencanaan yang sudah disetting dari atas (top down). Aplikasi Musbangdes dengan pendekatan metode P3MD di desa Kebon Rejo memang telah memberikan terjadinya sebuah proses pemberdayaan kepada masyarakat, karena masyarakat dilibatkan sejak awal proses perencanaan.Dengan demikian, masyarakat diberikan keleluasaan untuk merumuskan kebutuhan dan masalah yang mereka hadapi. Sedangkan proses Musbangdes di Desa Tirtorahayu, karena masyarakat kurang dilibatkan menyebabkan proses pemberdayaan menjadi tidak terlihat.
The centralization applied by government has caused a development failure. However, a participatory planning process becomes significant instead of the centralization. It is an approach which based on active participation of civil society in such development planning programs. The community participation in development planning had also applied to some local or village level. That is what implemented in Musyawarah Pembangunan Desa or Musbangdes (Village Development Meeting). This research addressed to observe the community participation applied on such village level. Two villages in Kulonprogo, Yogyakarta provision were observed. These were Kebon Rejo village at Temon sub-district and Tirtorahayu village at Galur sub-district. The P3MD (Perencanaan Pembangunan Partisipatif Masyarakat Desa) was the village development meeting in Kebon Rejo, meanwhile Musbangdes was in Tirtorahayu village. Within those forums the community could participate to their local development planning programs. The set of questions concerned to study this matter. To what extend are the communities involved on development project? How does the decision-making process on development priorities? And, to what extend are the Musbangdes as well as P3MD develop the empowerment of people? The method of this research had been using qualitative method and the series of data done by observation, interview and documentation. The result indicated there was a difference in planning process at both villages. At Kebonrejo village, the participation process started from sub-village level (dusun). Each village had a sub-village development meeting (Musbangdus) to discuss about development planning programs then brought it into the village meeting. Therefore, it could be impose an access to participate actively. The planning process seemed highly participatory. The other condition happened at Tirtorahayu village, where there was not a Musbangdus at sub-village level. The representations of sub-villages at Musbangdes meeting were the heads of subvillage (kepala dusun) in this village. There was not any direct participation from the community to take a part in planning program. This condition might be seen as a process that was dominated by the centre with a little regard for local priorities. The development planning process could be thought as the top-down process. In this way, participatory planning process could not provide empowerment of the people to determine what they need.
Kata Kunci : Perencanaan Pembangunan,Partisipasi Masyarakat